Jakarta (ANTARA) - Ketua Takmir Masjid Al-Azhar Kebayoran, Jakarta Selatan, Zahrudin Sultoni menyatakan Masjid Al-Azhar akan melaksanakan Shalat Idul Adha 1445 Hijriah/2024 lebih awal, yakni pada Minggu (16/6) merujuk pada pelaksanaan wukuf, berdiam diri di Padang Arafah, sebagai bagian dari rukun ibadah haji di Makkah.
“Sebetulnya kita punya pagu bahwa Idul Fitri itu kita ikut sidang isbat Kementerian Agama, tetapi kalau Idul Adha kita ikut wukuf, di mana di situ wukuf, besok kita Idul Adha,” kata Zahrudin saat ditemui di Masjid Al-Azhar, Jakarta, Jumat.
Ia juga menjelaskan pelaksanaan Shalat Idul Adha di Masjid Al-Azhar telah sesuai dengan syariat (ketentuan) Islam dan merujuk pada rukyatul hilal (penentuan awal kalender bulan Hijriah) yang ada di Makkah.
“Kalau rukyatul hilal Idul Fitri itu Imam Syafii saja yang berbeda, itu harus lokal atau sesuai dengan waktu di negara masing-masing, tetapi imam-imam yang lain seperti Maliki, Hanafi, dan Hambali, itu mengacu kepada Makkah. Tetapi untuk Idul Adha, mereka sebetulnya sepakat bahwa Idul Adha itu hanya satu, maka merujuknya kepada rukyatul hilal yang ada di Makkah,” ujarnya.
Zahrudin juga menjelaskan alasan kedua Masjid Al-Azhar melaksanakan Shalat Idul Adha pada 16 Juni yakni mengacu pada fatwa dari Organisasi Konferensi Islam (OKI), yang menyatakan bahwa rukyatul hilal untuk Idul Adha mengikuti ketentuan internasional.
“Kalau Idul Fitri itu bisa lokal, tetapi untuk Idul Adha itu internasional, karena peristiwanya hanya di sana saja, dan itu ada fatwanya dari OKI, bahwa sebetulnya kalau Idul Fitri tidak masalah terjadi perbedaan, karena berbeda wilayah. Tetapi kalau Idul Adha itu hanya satu wilayah di Makkah, maka rukyatul hilalnya itu mengacu ke Makkah,” paparnya.
Ia menegaskan agar perbedaan pelaksanaan Shalat Idul Adha ini tidak menjadi masalah karena masing-masing telah sesuai dengan dalil Al Quran dan As-Sunnah.
“Jadi perbedaan itu juga tidak perlu harus menjadi masalah. Ini kan seakan-akan terjadi perbedaan ya, sebetulnya perbedaan itu enggak perlu menjadikan kita bertanya-tanya, kemudian menjadikan orang akhirnya menyatakan tidak sah, karena kita semua pasti berdasarkan dalil Al Quran dan As-Sunnah,” ucapnya.
Meski melaksanakan Shalat Idul Adha lebih awal, Zahrudin menjelaskan untuk pemotongan hewan kurban, Masjid Al-Azhar akan melaksanakannya pada Senin (17/6).
“Pemotongan hewan kurban kita sehari setelah Shalat Idul Adha, agar tidak terlalu terburu-buru setelah Shalat Idul Adha langsung. Untuk hewan kurban, saat ini baru lima sapi dan 13 kambing, tetapi ini masih berjalan ya, karena besok juga datang lagi. Kurban di Masjid Al-Azhar ini kita terima dari pribadi atau keluarga, dan khusus untuk sapinya, kita terima dari instansi-instansi lain, nanti didistribusikan di sini dan untuk lingkungan sekitar Al-Azhar,” tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Masjid Al-Azhar Shalat Idul Adha Minggu 16 Juni, merujuk wukuf Arafah
“Sebetulnya kita punya pagu bahwa Idul Fitri itu kita ikut sidang isbat Kementerian Agama, tetapi kalau Idul Adha kita ikut wukuf, di mana di situ wukuf, besok kita Idul Adha,” kata Zahrudin saat ditemui di Masjid Al-Azhar, Jakarta, Jumat.
Ia juga menjelaskan pelaksanaan Shalat Idul Adha di Masjid Al-Azhar telah sesuai dengan syariat (ketentuan) Islam dan merujuk pada rukyatul hilal (penentuan awal kalender bulan Hijriah) yang ada di Makkah.
“Kalau rukyatul hilal Idul Fitri itu Imam Syafii saja yang berbeda, itu harus lokal atau sesuai dengan waktu di negara masing-masing, tetapi imam-imam yang lain seperti Maliki, Hanafi, dan Hambali, itu mengacu kepada Makkah. Tetapi untuk Idul Adha, mereka sebetulnya sepakat bahwa Idul Adha itu hanya satu, maka merujuknya kepada rukyatul hilal yang ada di Makkah,” ujarnya.
Zahrudin juga menjelaskan alasan kedua Masjid Al-Azhar melaksanakan Shalat Idul Adha pada 16 Juni yakni mengacu pada fatwa dari Organisasi Konferensi Islam (OKI), yang menyatakan bahwa rukyatul hilal untuk Idul Adha mengikuti ketentuan internasional.
“Kalau Idul Fitri itu bisa lokal, tetapi untuk Idul Adha itu internasional, karena peristiwanya hanya di sana saja, dan itu ada fatwanya dari OKI, bahwa sebetulnya kalau Idul Fitri tidak masalah terjadi perbedaan, karena berbeda wilayah. Tetapi kalau Idul Adha itu hanya satu wilayah di Makkah, maka rukyatul hilalnya itu mengacu ke Makkah,” paparnya.
Ia menegaskan agar perbedaan pelaksanaan Shalat Idul Adha ini tidak menjadi masalah karena masing-masing telah sesuai dengan dalil Al Quran dan As-Sunnah.
“Jadi perbedaan itu juga tidak perlu harus menjadi masalah. Ini kan seakan-akan terjadi perbedaan ya, sebetulnya perbedaan itu enggak perlu menjadikan kita bertanya-tanya, kemudian menjadikan orang akhirnya menyatakan tidak sah, karena kita semua pasti berdasarkan dalil Al Quran dan As-Sunnah,” ucapnya.
Meski melaksanakan Shalat Idul Adha lebih awal, Zahrudin menjelaskan untuk pemotongan hewan kurban, Masjid Al-Azhar akan melaksanakannya pada Senin (17/6).
“Pemotongan hewan kurban kita sehari setelah Shalat Idul Adha, agar tidak terlalu terburu-buru setelah Shalat Idul Adha langsung. Untuk hewan kurban, saat ini baru lima sapi dan 13 kambing, tetapi ini masih berjalan ya, karena besok juga datang lagi. Kurban di Masjid Al-Azhar ini kita terima dari pribadi atau keluarga, dan khusus untuk sapinya, kita terima dari instansi-instansi lain, nanti didistribusikan di sini dan untuk lingkungan sekitar Al-Azhar,” tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Masjid Al-Azhar Shalat Idul Adha Minggu 16 Juni, merujuk wukuf Arafah