Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama menyarankan agar calon haji mengenakan masker hingga minum cukup air putih untuk mencegah terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan pneumonia selama beribadah.
"Penggunaan masker memang baik dilakukan, karena kemungkinan penularan penyakit dan juga mencegah polusi atau debu yang mungkin jadi faktor risiko untuk terkena infeksi saluran napas. Minum air yang cukup memadai, untuk mencegah dehidrasi dan juga menjaga kelembaban tubuh," kata dia melalui pesan tertulisnya, Rabu.
Tjandra yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Pengawasan dan Pengendalian Kesehatan Haji tahun 2014 itu mengatakan setidaknya ada empat faktor risiko terjadinya ISPA di kalangan jamaah saat ini antara lain cukup banyak kerumunan orang yang memudahkan penularan, udara panas dan kering di tanah suci, polusi dan daya tahan tubuh jamaah yang mungkin terganggu karena kelelahan aktivitas dan juga perubahan suasana.
Oleh karena itu, upaya pencegahan yang dilakukan selain penggunaan masker dan minum air putih, yakni tetap menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) karena ini berperan penting dalam menjaga daya tahan tubuh termasuk menghadapi kemungkinan ISPA.
Kemudian, bila ada penyakit kronik maka perlu konsumsi obat secara teratur sesuai yang dianjurkan, karena perburukan penyakit kronik akan lebih mudah memicu terjadinya ISPA.
"Kalau sudah mulai ada keluhan batuk, panas dan gangguan pernapasan lainnya maka segera berkonsultasi ke dokter kloter atau sektor terdekat. Bila ada perburukan keluhan maka segera berobat ke pelayanan kesehatan yang lebih lengkap, seperti halnya klinik kesehatan haji Indonesia (KKHI) atau mungkin rumah sakit pemerintah Arab Saudi," jelas Tjandra.
Di sisi lain, dia juga mengingatkan prinsip tatalaksana kasus ISPA dan pneumonia bagi petugas kesehatan antara lain infus dan asupan gizi yang cukup guna meningkatkan daya tahan tubuh pasien, obat simtomatik, seperti antipiretik, mukolitik dan ekspektoran.
"ISPA ringan belum tentu perlu diberikan diberikan antibiotika atau antivirus, tergantung analisa klinik yang dilakukan. Untuk ISPA berat dan pneumonia maka pemberian antibiotika atau antivirus tentu sebaiknya dilakukan berdasar pola kuman pada pasiennya, walaupun dapat juga diberikan berdasar data empirik," ujar Tjandra.
Kemudian, apabila keadaan pneumonia makin berat maka petugas bisa menanganinya sesuai prosedur penanganan gagal napas, termasuk mungkin bila diperlukan penanganan di ICU dengan ventilator dan lain sebagainya.
Sementara itu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyarankan calon haji menerapkan sejumlah hal demi menjaga kesehatan selama beribadah antara lain konsumsi makanan bergizi, istirahat cukup yakni 6 - 8 jam sehari, konsumsi suplemen, selalu menggunakan alat pelindung diri apalagi keluar hotel, periksa kesehatan rutin, dan tetap bersosialisasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar sarankan calon haji pakai masker demi cegah ISPA dan pneumonia
"Penggunaan masker memang baik dilakukan, karena kemungkinan penularan penyakit dan juga mencegah polusi atau debu yang mungkin jadi faktor risiko untuk terkena infeksi saluran napas. Minum air yang cukup memadai, untuk mencegah dehidrasi dan juga menjaga kelembaban tubuh," kata dia melalui pesan tertulisnya, Rabu.
Tjandra yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Pengawasan dan Pengendalian Kesehatan Haji tahun 2014 itu mengatakan setidaknya ada empat faktor risiko terjadinya ISPA di kalangan jamaah saat ini antara lain cukup banyak kerumunan orang yang memudahkan penularan, udara panas dan kering di tanah suci, polusi dan daya tahan tubuh jamaah yang mungkin terganggu karena kelelahan aktivitas dan juga perubahan suasana.
Oleh karena itu, upaya pencegahan yang dilakukan selain penggunaan masker dan minum air putih, yakni tetap menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) karena ini berperan penting dalam menjaga daya tahan tubuh termasuk menghadapi kemungkinan ISPA.
Kemudian, bila ada penyakit kronik maka perlu konsumsi obat secara teratur sesuai yang dianjurkan, karena perburukan penyakit kronik akan lebih mudah memicu terjadinya ISPA.
"Kalau sudah mulai ada keluhan batuk, panas dan gangguan pernapasan lainnya maka segera berkonsultasi ke dokter kloter atau sektor terdekat. Bila ada perburukan keluhan maka segera berobat ke pelayanan kesehatan yang lebih lengkap, seperti halnya klinik kesehatan haji Indonesia (KKHI) atau mungkin rumah sakit pemerintah Arab Saudi," jelas Tjandra.
Di sisi lain, dia juga mengingatkan prinsip tatalaksana kasus ISPA dan pneumonia bagi petugas kesehatan antara lain infus dan asupan gizi yang cukup guna meningkatkan daya tahan tubuh pasien, obat simtomatik, seperti antipiretik, mukolitik dan ekspektoran.
"ISPA ringan belum tentu perlu diberikan diberikan antibiotika atau antivirus, tergantung analisa klinik yang dilakukan. Untuk ISPA berat dan pneumonia maka pemberian antibiotika atau antivirus tentu sebaiknya dilakukan berdasar pola kuman pada pasiennya, walaupun dapat juga diberikan berdasar data empirik," ujar Tjandra.
Kemudian, apabila keadaan pneumonia makin berat maka petugas bisa menanganinya sesuai prosedur penanganan gagal napas, termasuk mungkin bila diperlukan penanganan di ICU dengan ventilator dan lain sebagainya.
Sementara itu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyarankan calon haji menerapkan sejumlah hal demi menjaga kesehatan selama beribadah antara lain konsumsi makanan bergizi, istirahat cukup yakni 6 - 8 jam sehari, konsumsi suplemen, selalu menggunakan alat pelindung diri apalagi keluar hotel, periksa kesehatan rutin, dan tetap bersosialisasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar sarankan calon haji pakai masker demi cegah ISPA dan pneumonia