Palembang, Sumsel (ANTARA) -
Kelanjutan Kasus Vina Cirebon babak "kedua" setelah terkubur delapan tahun yang viral akhir-akhir ini menjadi 'kolase' sekaligus jadi laboratorium bagi para stakeholder hukum dalam pengungkapan kasus kriminal umum.
Betapa tidak, kebangkitan kembali kasus lama menyusul tayangnya film "Vina: Sebelum 7 Hari" itu langsung menyengat semua fihak yang klimaksnya penangkapan dan ditetapkannya pria bernama Peggy Setiawan di Bandung oleh Polda Jabar.
Netizen tidak bisa dipisahkan dari fenomena yang mengubur berbagai isu lainnya di tanah air. Komentar mereka dan pengakuan berbagai pihak yang mengaku tahu kejadian itu mewarnai jagat maya.
Bahkan muncul juga fenomena "kesurupan" seorang wanita yang mengaku kerasukan arwah Vina Alm yang membuat kasus ini terus bergerak liar.
Ada tiga dunia yang terjadi dalam yang mempengaruhi viralnya kasis Vina Cirebon ini, yakni bunia nyata yakni penyidikan oleh kepolisian, dunia maya yakni netizen dan dunia gaib karena muncul narasi-narasi orang kesurupan.
Turunnya puluhan pengacara yang mengeroyok kasus ini juga menjadi makin menariknya kasus ini. Masing-masing bergerak memegang dan mendampingi tersangka, saksi, keluarga korban, keluarga pelaku dan lainnya.
Segala langkah hukum, dalil, alibi, kesaksian dan pertimbangan hukum diupayakan mereka. Orkestrasi mereka terkadang sangat aktraktif, namun di sana pula kebenaran itu mereka perjuangkan untuk mendapatkan dukungan publik.
Dengan berbagai style, gaya, dukungan materi serta daya dobrak mereka lakukan untuk memastikan pendampingan mereka optimal dalam penegakan hukum ini.
Semua bergerak setelah "perlawanan" Peggy Setiawan yang menyatakan ia tidak terlibat dan tidak tahu kejadian itu. Teman-teman Peggy juga angkat bicara memperkuat alibi keberadaan Peggy saat kejadian yang berada dan sedang bekerja di Bandung.
Penghapusan dua nama dari daftar DPO juga menjadi 'saklar' meledaknya kasus itu sehingga penyidikan yang dilakukan 2016 dipertanyakan publik.
Tapi Polisi tak bergeming, Peggy tetap jadi tersangka meski di sisi lain Polri juga melakukan pemeriksaan dan kroscek terhadap penyidik yang terlibat penyidikan pada tahun 2016.
Peggy juga menjalani pemeriksaan psikologis pada Sabtu dan Minggu untuk memastikan kehati-hatian Polri dalam melakukan penanganan kasus ini.
Kesaksian dari beberapa orang, menjadi salah satu satu pegangan kepolisian. Hal itu dibantah oleh teman-teman Peggy yang saat kejadian sedang bekerja di Bandung.
Para pengacara juga bergerak sporadis mendampingi pihak-pihak terkait. Komnas HAM turun tangan mencari fakta dari keluarga korban, saksi dan penyidik kepolisian.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga turun dan menawarkan untuk melindungi seorang Satpam yang melakukan pertolongan pertama kepada kedua korban. Saksi itu menjadi salah satu kunci dari kasus itu, karena yang membawa korban Vina ke rumah sakit.
Pernyataan mereka yang terlibat juga menjadi trend di media nasional baik cetak, elektronik, Online maupun lainnya. Bahkan sejumlah TV menjadikan topik khusus yang terus berantai dengan ratting yang cukup tinggi.
Tak sampai di sana, sejumlah mantan Kabareskrim Polri, sebut saja Komjen (Purn) Ito Sumardi, Komjen (Purn) Susno Duadji turut memberikan pendapatnya terkait kasus itu, memberikan analisa-analisa. Selain itu Irjen (Pol) Purn Anton Charliyan, Kapolda Jabar pada tahun 2016 atau saat kejadian itu terjadi juga unjuk bicara.
Presiden Joko Widodo juga berkomentar saat kunjungannya di Sumatera Selatan yang meminta Kapolri menangani itu secara tuntas dan transparan.
Pakar hukum dari beberapa kampus juga turun tangan di kasus ini. Mereka mengungkapkan statemen, dalil dan analisisnya. Tujuannya jangan sampai terjadi kesalahan tangkap dalam kasus ini.
Pakar gesture tubuh dan pembaca raut muka juga muncul memberikan pendapatnya sesuai dengan kemampuan khas mereka.
Hingga hari ini, Minggu (9/6/2024), kasusnya masih bergulir dan trending di dunia maya. Banyak informasi dan banyaknya mereka yang terlibat dan memberikan kesaksian dan pendapat, bukannya membuat kasus ini selesai namun malah bikin mumet yang mengikutinya.
Selain fakta baru, juga memunculkan informasi-informasi yang menyesatkan dan hoax. Mengait-kaitkan dengan hal-hal lain yang sebenarnya jauh dari kasus itu. Bahkan seorang kandidat di Pilkada merasa terganggu karena anaknya disebut-sebut terlibat sehingga harus melakukan klarifikasi berkali-kali.
Akhirnya, menu pengungkapan Vina Cirebon makin bervariasi dengan berbagai bumbu dan cerita yang hanya untuk mendapatkan respon netizen dan publik.
Sikap bijak publik sangat diperlukan untuk meredam liarnya duduk perkara kasus ini. Agar terhindar dari informasi yang tidak benar, bohong dan bahkan fitnah, maka setiap orang hendaknya memiliki media acuan yang terpercaya untuk mengkros cek setiap isu yang berkembang.
Karena entah sampai kapan isu dan kasus ini berakhir, namun setidaknya mari ada kesadaran bersama untuk memilah dan tidak tergiring atau asyik mengkonsumsi "hoax". Hantikan dan jangan tambah tersangka baru karena terjerat kasus pelanggaran UU ITE.
Kelanjutan Kasus Vina Cirebon babak "kedua" setelah terkubur delapan tahun yang viral akhir-akhir ini menjadi 'kolase' sekaligus jadi laboratorium bagi para stakeholder hukum dalam pengungkapan kasus kriminal umum.
Betapa tidak, kebangkitan kembali kasus lama menyusul tayangnya film "Vina: Sebelum 7 Hari" itu langsung menyengat semua fihak yang klimaksnya penangkapan dan ditetapkannya pria bernama Peggy Setiawan di Bandung oleh Polda Jabar.
Netizen tidak bisa dipisahkan dari fenomena yang mengubur berbagai isu lainnya di tanah air. Komentar mereka dan pengakuan berbagai pihak yang mengaku tahu kejadian itu mewarnai jagat maya.
Bahkan muncul juga fenomena "kesurupan" seorang wanita yang mengaku kerasukan arwah Vina Alm yang membuat kasus ini terus bergerak liar.
Ada tiga dunia yang terjadi dalam yang mempengaruhi viralnya kasis Vina Cirebon ini, yakni bunia nyata yakni penyidikan oleh kepolisian, dunia maya yakni netizen dan dunia gaib karena muncul narasi-narasi orang kesurupan.
Turunnya puluhan pengacara yang mengeroyok kasus ini juga menjadi makin menariknya kasus ini. Masing-masing bergerak memegang dan mendampingi tersangka, saksi, keluarga korban, keluarga pelaku dan lainnya.
Segala langkah hukum, dalil, alibi, kesaksian dan pertimbangan hukum diupayakan mereka. Orkestrasi mereka terkadang sangat aktraktif, namun di sana pula kebenaran itu mereka perjuangkan untuk mendapatkan dukungan publik.
Dengan berbagai style, gaya, dukungan materi serta daya dobrak mereka lakukan untuk memastikan pendampingan mereka optimal dalam penegakan hukum ini.
Semua bergerak setelah "perlawanan" Peggy Setiawan yang menyatakan ia tidak terlibat dan tidak tahu kejadian itu. Teman-teman Peggy juga angkat bicara memperkuat alibi keberadaan Peggy saat kejadian yang berada dan sedang bekerja di Bandung.
Penghapusan dua nama dari daftar DPO juga menjadi 'saklar' meledaknya kasus itu sehingga penyidikan yang dilakukan 2016 dipertanyakan publik.
Tapi Polisi tak bergeming, Peggy tetap jadi tersangka meski di sisi lain Polri juga melakukan pemeriksaan dan kroscek terhadap penyidik yang terlibat penyidikan pada tahun 2016.
Peggy juga menjalani pemeriksaan psikologis pada Sabtu dan Minggu untuk memastikan kehati-hatian Polri dalam melakukan penanganan kasus ini.
Kesaksian dari beberapa orang, menjadi salah satu satu pegangan kepolisian. Hal itu dibantah oleh teman-teman Peggy yang saat kejadian sedang bekerja di Bandung.
Para pengacara juga bergerak sporadis mendampingi pihak-pihak terkait. Komnas HAM turun tangan mencari fakta dari keluarga korban, saksi dan penyidik kepolisian.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga turun dan menawarkan untuk melindungi seorang Satpam yang melakukan pertolongan pertama kepada kedua korban. Saksi itu menjadi salah satu kunci dari kasus itu, karena yang membawa korban Vina ke rumah sakit.
Pernyataan mereka yang terlibat juga menjadi trend di media nasional baik cetak, elektronik, Online maupun lainnya. Bahkan sejumlah TV menjadikan topik khusus yang terus berantai dengan ratting yang cukup tinggi.
Tak sampai di sana, sejumlah mantan Kabareskrim Polri, sebut saja Komjen (Purn) Ito Sumardi, Komjen (Purn) Susno Duadji turut memberikan pendapatnya terkait kasus itu, memberikan analisa-analisa. Selain itu Irjen (Pol) Purn Anton Charliyan, Kapolda Jabar pada tahun 2016 atau saat kejadian itu terjadi juga unjuk bicara.
Presiden Joko Widodo juga berkomentar saat kunjungannya di Sumatera Selatan yang meminta Kapolri menangani itu secara tuntas dan transparan.
Pakar hukum dari beberapa kampus juga turun tangan di kasus ini. Mereka mengungkapkan statemen, dalil dan analisisnya. Tujuannya jangan sampai terjadi kesalahan tangkap dalam kasus ini.
Pakar gesture tubuh dan pembaca raut muka juga muncul memberikan pendapatnya sesuai dengan kemampuan khas mereka.
Hingga hari ini, Minggu (9/6/2024), kasusnya masih bergulir dan trending di dunia maya. Banyak informasi dan banyaknya mereka yang terlibat dan memberikan kesaksian dan pendapat, bukannya membuat kasus ini selesai namun malah bikin mumet yang mengikutinya.
Selain fakta baru, juga memunculkan informasi-informasi yang menyesatkan dan hoax. Mengait-kaitkan dengan hal-hal lain yang sebenarnya jauh dari kasus itu. Bahkan seorang kandidat di Pilkada merasa terganggu karena anaknya disebut-sebut terlibat sehingga harus melakukan klarifikasi berkali-kali.
Akhirnya, menu pengungkapan Vina Cirebon makin bervariasi dengan berbagai bumbu dan cerita yang hanya untuk mendapatkan respon netizen dan publik.
Sikap bijak publik sangat diperlukan untuk meredam liarnya duduk perkara kasus ini. Agar terhindar dari informasi yang tidak benar, bohong dan bahkan fitnah, maka setiap orang hendaknya memiliki media acuan yang terpercaya untuk mengkros cek setiap isu yang berkembang.
Karena entah sampai kapan isu dan kasus ini berakhir, namun setidaknya mari ada kesadaran bersama untuk memilah dan tidak tergiring atau asyik mengkonsumsi "hoax". Hantikan dan jangan tambah tersangka baru karena terjerat kasus pelanggaran UU ITE.