Jakarta (ANTARA) -
Faktor yang memengaruhi minat baca pada anak, kata Hesti, karena masih ada sekitar 27 juta anak Indonesia yang buta huruf. Sementara penggunaan teknologi gawai yang tidak bijak dan diberikan tidak sesuai dengan perkembangan usia anak juga menjadi faktor lain anak tidak membaca buku.
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr.dr.Hesti Lestari Sp.A(K) mengatakan orang tua perlu meluangkan waktu membaca bersama anak untuk perkembangan literasi awal dan menumbuhkan minat baca anak.
"Keluarga juga yang akan memberi penekanan pada hal-hal penting pada skill literasi awal, jadi kemampuan literasi dasar yang awal ini penting untuk mampu dapat memberi inisiatif membaca secara mandiri," kata Hesti dalam diskusi daring yang diikuti pada Kamis.
Hesti mengatakan, anak menghabiskan 89 persen waktunya di rumah selain di sekolah, sehingga keluarga menjadi panutan lini pertama yang akan mengenalkan kebiasaan membaca.
Menunjukkan kebiasaan membaca akan membuat anak tertarik apa yang keluarga maupun orang tuanya lakukan.
Membiasakan kegiatan membaca bersama anak akan meningkatkan ikatan secara emosional yang nanti juga penting dalam perkembangan sosial emosional anak.
Menurut data dari UNICEF, permasalahan literasi anak di Indonesia termasuk yang masih rendah, hanya satu dari 1000 anak Indonesia yang aktif membaca.
Padahal membaca merupakan salah satu kegiatan kognitif yang meliputi proses penyerapan pengetahuan yang dapat mengembangkan sifat analisis dan evaluasi di kehidupan sosial.
"Jadi pada saat membaca itu pun bukan hanya melihat bentuk, di situ ada bentuk yang memiliki arti, bunyi, pemahaman, dan di situ juga harus ada analisa jadi membaca itu juga berdampak pada kehidupan sosial," kata Hesti.
Faktor yang memengaruhi minat baca pada anak, kata Hesti, karena masih ada sekitar 27 juta anak Indonesia yang buta huruf. Sementara penggunaan teknologi gawai yang tidak bijak dan diberikan tidak sesuai dengan perkembangan usia anak juga menjadi faktor lain anak tidak membaca buku.
Infrastruktur seperti perpustakaan juga masih belum merata di seluruh daerah, yang seharusnya menjadi pendukung anak untuk meningkatkan minat membaca.
Dokter yang menyelesaikan program doktoralnya di Universitas Hasanuddin Makassar itu mengatakan, belajar membaca bisa dimulai sedini mungkin saat anak belajar mendengar suara dan merespons apa yang ada di sekitarnya.
Anak akan tertarik ketika orang tua membacakan cerita atau dongeng dengan intonasi yang menyenangkan serta gerakan tangan.
"Jadi pengalaman awal dengan bahasa dan tulisan akan menentukan masa depan anaknya menjadi pembaca dan penulis yang sukses, jadi dimulai sejak awal sesuai tahapan perkembangan anaknya dari mulai dengan mendengar," ucapnya.
Pada usia 0 - 3 bulan, orang tua bisa membacakan buku cerita dengan intonasi suara yang menarik menggerakkan jari-jari, membacakan buku dengan warna yang menarik dan kontras karena usia itu anak akan melihat warna dengan jelas jika kontras misalnya putih gambar-gambar cerah.
Selanjutnya usia sekitar 6 bulan, mulai dikenalkan dengan buku yang memiliki satu gambar besar per halamannya dan sedikit tulisan. Orang tua bisa menceritakan apa yang ada di dalam satu halaman itu tujuannya untuk menarik minat anak.
Sedangkan memasuki usia 2-5 tahun mulai bisa diajarkan cerita tentang moral kehidupan, kebiasaan baik yang dapat dikenalkan melalui kegiatan membaca.
"Selanjutnya 5-8 taun bisa membaca buku dengan 1000 kata, 8-12 tahun pada remaja sudah bisa 50.000 sampai 75.000 kata dengan berbagai genre dan cerita yang lebih kompleks," lanjut Hesti.
Membaca dapat meningkatkan pengetahuan literasi dan daya konsentrasi, meningkatkan imajinasi, dan dari situ bisa terlihat bagaimana orang tua mengajarkan perkembangan sosial emosional pada anak.
"Tidak ada istilah terlalu dini untuk memulai membaca pada seorang anak, membaca sejak usia dini itu dampak meningkatkan IQ anak sebanyak 6 poin," demikian paparan Hesti.