Depok (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI) Prof Anom Bowolaksono menjelaskan bahwa bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia dan merupakan bakteri alami yang terdapat di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk.
Selain itu, kata dia, di beberapa negara, seperti Australia dan Singapura, juga telah menerapkan inovasi ini dan berhasil efektif menekan laju kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
"Masalah bagi manusia adalah bagaimana menurunkan angka penderita DBD. Sampai saat ini penyakit DBD masih belum ada obatnya. Maka dari itu salah satu alternatifnya adalah memutus rantai vektor dengan cara menekan populasi nyamuk pembawa virus Dengue," katanya.
Karena untuk terjadinya wabah atau penyakit, menurutnya, maka harus dilihat dari jumlah vektor dan jumlah penderitanya. Jika jumlah vektornya turun, maka penyakit tidak akan tertular dengan baik dan berujung pada penurunan angka penyebaran.
Lebih lanjut Prof Anom mengatakan bahwa secara penelitian bakteri Wolbachia mampu mengurangi kapasitas nyamuk dengan menyasar pada jaringan reproduksi.
Jika bakteri Wolbachia pada hewan jantan, maka akan membuat nyamuk jantan tersebut menjadi lebih feminin dan tidak bisa menghasilkan spermatozoa. Begitu pun pada hewan betina, Wolbachia akan menyerang jaringan reproduksi dan menyebabkan nyamuk betina tidak bisa bertelur.
Nantinya, nyamuk menjadi tidak berkembang dan tidak mampu menularkan virus Dengue pada manusia yang terkena gigitan.
Prof Anom juga menjelaskan nyamuk yang telah berbakteri Wolbachia ini tidak ada kaitannya dengan penyakit radang otak atau Japanese encephalitis, seperti yang belakangan ini banyak menjadi perbincangan di media sosial.
Ia mengatakan penyakit radang otak Japanese encephalitis memang disebarkan oleh nyamuk. Namun, nyamuk yang menyebarkannya atau sebagai vektornya adalah nyamuk Culex. Sedangkan yang diinfeksi bakteri Wolbachia di negara Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti.
Hal ini juga telah ditegaskan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu bahwa penyebaran nyamuk Wolbachia dipastikan aman.
Inovasi ini juga telah melalui kajian dan analisis risiko dengan melibatkan peneliti top di Indonesia. Ia juga menyampaikan bahwa dalam pelaksanaannya tetap memerlukan monitoring dan evaluasi secara berkala, sehingga dapat terus memantau dan mengetahui perkembangan dari penyebaran nyamuk Wolbachia.
Dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa terdapat lima kota yang direncanakan Kemenkes dalam penyebaran nyamuk Wolbachia ini yaitu Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang.
Wilayah ini menjadi sasaran uji coba didasari atas laju kasus dengue yang relatif tinggi, yakni di atas rata-rata global mencapai 10 per 100.000 populasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Guru Besar UI paparkan bakteri Wolbachia tak menginfeksi manusia
Selain itu, kata dia, di beberapa negara, seperti Australia dan Singapura, juga telah menerapkan inovasi ini dan berhasil efektif menekan laju kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
"Masalah bagi manusia adalah bagaimana menurunkan angka penderita DBD. Sampai saat ini penyakit DBD masih belum ada obatnya. Maka dari itu salah satu alternatifnya adalah memutus rantai vektor dengan cara menekan populasi nyamuk pembawa virus Dengue," katanya.
Karena untuk terjadinya wabah atau penyakit, menurutnya, maka harus dilihat dari jumlah vektor dan jumlah penderitanya. Jika jumlah vektornya turun, maka penyakit tidak akan tertular dengan baik dan berujung pada penurunan angka penyebaran.
Lebih lanjut Prof Anom mengatakan bahwa secara penelitian bakteri Wolbachia mampu mengurangi kapasitas nyamuk dengan menyasar pada jaringan reproduksi.
Jika bakteri Wolbachia pada hewan jantan, maka akan membuat nyamuk jantan tersebut menjadi lebih feminin dan tidak bisa menghasilkan spermatozoa. Begitu pun pada hewan betina, Wolbachia akan menyerang jaringan reproduksi dan menyebabkan nyamuk betina tidak bisa bertelur.
Nantinya, nyamuk menjadi tidak berkembang dan tidak mampu menularkan virus Dengue pada manusia yang terkena gigitan.
Prof Anom juga menjelaskan nyamuk yang telah berbakteri Wolbachia ini tidak ada kaitannya dengan penyakit radang otak atau Japanese encephalitis, seperti yang belakangan ini banyak menjadi perbincangan di media sosial.
Ia mengatakan penyakit radang otak Japanese encephalitis memang disebarkan oleh nyamuk. Namun, nyamuk yang menyebarkannya atau sebagai vektornya adalah nyamuk Culex. Sedangkan yang diinfeksi bakteri Wolbachia di negara Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti.
Hal ini juga telah ditegaskan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu bahwa penyebaran nyamuk Wolbachia dipastikan aman.
Inovasi ini juga telah melalui kajian dan analisis risiko dengan melibatkan peneliti top di Indonesia. Ia juga menyampaikan bahwa dalam pelaksanaannya tetap memerlukan monitoring dan evaluasi secara berkala, sehingga dapat terus memantau dan mengetahui perkembangan dari penyebaran nyamuk Wolbachia.
Dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa terdapat lima kota yang direncanakan Kemenkes dalam penyebaran nyamuk Wolbachia ini yaitu Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang.
Wilayah ini menjadi sasaran uji coba didasari atas laju kasus dengue yang relatif tinggi, yakni di atas rata-rata global mencapai 10 per 100.000 populasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Guru Besar UI paparkan bakteri Wolbachia tak menginfeksi manusia