Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis ortopedi dan traumatologi RS Cipto Mangunkusumo dr. Andra Hendriarto Sp.OT(K), mengatakan anak remaja terutama perempuan usia 10-20 tahun seringkali tidak sadar memiliki kurva melengkung pada tulang belakang atau skoliosis.

“Kalau ada yang menderita skoliosis pasien sendiri belum tentu sadar kecuali pasien bercermin dan orang tua melihat. Biasanya (pengidap) skoliosis adalah usia remaja 10-20 tahun,” ucap Andra dalam diskusi kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Dokter lulusan Universitas Indonesia itu mengatakan skoliosis pada anak remaja biasanya terlihat dari tinggi pundak yang tidak sama, ada lipatan tambahan di punggung, tulang pinggang yang lebih tinggi dan jika diraba ada satu sisi yang menonjol dari sisi lainnya.
 

Selain itu, skoliosis juga ada yang bersifat bawaan dari lahir yang ditandai dengan kelainan jantung. Pada pasien skoliosis bawaaan lahir, tulang yang terus bertumbuh akan membuat tulang punggung semakin membengkok lebih dari 50 derajat.

Skoliosis dikhawatirkan akan mengganggu struktur di rongga dada serta organ tubuh yang ada di dalamnya.

“Ada paru-paru dan jantung sehingga fungsi paru bisa berkurang, fungsi jantung berkurang, pasien mudah sesak dan sulit beraktivitas. Kalau bisa kita cegah dan stop supaya tidak berkembang maka fungsi paru dan jantung akan bisa lebih baik,” kata Andra.


Dokter yang juga aktif di RS Universitas Indonesia itu mengatakan jika ada anggota keluarga terutama remaja yang dicurigai mengalami skoliosis, segera bawa dia ke dokter spesialis ortopedi untuk diperiksa seberapa bengkok tulangnya dari pemeriksaan otot panggul dan kemungkinan tulang miring dari panjang kaki yang tidak sama.

Selain itu pasien dengan skoliosis juga sering kali kekurangan vitamin D sehingga dokter juga akan memberikan vitamin, serta pemeriksaan CT Scan dan MRI untuk melihat apakah ada penurunan fungsi paru-paru dan jantung.
 

Tidak hanya pada remaja dan bawaan lahir, skoliosis juga kerap diderita oleh lansia karena proses penuaan yang mengakibatkan tulang rawan menipis, otot tidak seimbang, berat badan yang berlebihan dan posisi tidur yang salah. Pada lansia, skoliosis ditandai dengan postur yang membungkuk atau gerakan yang sudah tidak luwes.

“Apa yang membuat dia menjadi bengkok karena posisi tidur yang tidak ergonomis mungkin meringkuk, kasur terlalu empuk, berat badannya berlebih dan dia tidur ke salah satu sisi setiap hari jadi amblas bantalan sendinya,” kata Andra.

Andra mengatakan jika bengkok pada tulang punggung kurang dari 30 derajat, maka bisa dilakukan penanganan skoliosis di rumah seperti berenang gaya bebas dua kali seminggu selama 30-40 menit. Selain itu juga bisa melakukan peregangan dengan berpegangan pada kosen pintu dan ayunkan tubuh ke depan dan ke belakang.

Aktivitas fisik lainnya seperti posisi plank juga bisa dilakukan selama 30 detik sampai satu menit dengan gerakan yang bisa dicari melalui internet. Gerakan-gerakan itu untuk peregangan pada otot yang tegang karena tulang yang bengkok di satu sisi.

Tindakan operasi bisa dilakukan jika sudut kemiringan sudah di atas 45 derajat dan tulang masih bertumbuh karena dikhawatirkan sudut kemiringan akan bertambah. Selain itu, pada pasien dengan skoliosis saat remaja bisa berisiko bertambah kemiringannya hingga 60 derajat sehingga disarankan melakukan operasi.

“Seiring perkembangan ilmu, banyak yang tidak menunggu di atas 45 derajat, 30 derajat sudah dilakukan tindakan tapi bukan dipasang pen, ada kait lentur supaya sisi yang cembung tidak bertambah,” kata Andra.


Pewarta : Fitra Ashari
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024