Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut pemerintah perlu memastikan pemberian alat masak berbasis listrik (AML), dalam hal ini rice cooker atau penanak nasi, benar-benar digunakan untuk memasak oleh para penerimanya.
Hal itu agar pemberian rice cooker, sebagaimana Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2023 bisa berjalan efektif guna mencapai target, yaitu untuk meningkatkan konsumsi listrik serta menghemat impor LPG.
"Menurut saya yang perlu dipastikan adalah masyarakat yang menerima itu akan menggunakan untuk memasak," katanya, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Fabby menuturkan penyediaan alat memasak berbasis listrik memang telah direncanakan oleh pemerintah sejak lama. Rencana itu awalnya akan dilakukan lewat penyaluran kompor listrik, yang kemudian tidak disetujui oleh DPR RI.
Akhirnya, rencana tersebut kini akan terealisasi lewat pengadaan penanak nasi. Rencana penyaluran penanak nasi gratis ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penyediaan Alat Memasak Berbasis Listrik Bagi Rumah Tangga, di mana petunjuk teknisnya telah diturunkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 548.K/TL.04/DJL.3/2023.
"Jadi sudah ada permen dan aturan pelaksanaan dari programnya. Artinya sudah melalui proses dan dibuat anggarannya. Jadi ini sudah disepakati dan harus berjalan," katanya pula.
Fabby hanya mengingatkan, lantaran penanak nasi lumrah digunakan di rumah tangga, maka pemerintah punya tantangan untuk mencari rumah tangga sesuai dengan ketentuan yang ada.
Sejumlah kriteria tersebut, yaitu masyarakat yang merupakan pelanggan PLN atau PLN Batam dengan daya 450 -1.300 VA (Volt Ampere) yang berdomisili di daerah tersedia listrik 24 jam menyala, dan rumah tangga tersebut tidak memiliki alat menanak nasi berbasis listrik.
Alat memasak listrik yang dibagikan juga harus memiliki kandungan dalam negeri yang dibuktikan dengan sertifikat TKDN (tingkat komponen dalam negeri), sesuai standar nasional Indonesia, dan memiliki label hemat energi.
Spesifikasi AML yang akan didistribusikan, antara lain berfungsi minimal memasak nasi, menghangatkan dan mengukus dengan kapasitas sebesar 1,8 sampai dengan 2,2 liter.
"Tantangannya adalah mencari rumah tangga yang masuk dalam kategori itu, tapi tidak punya rice cooker. Karena kalau dia menerima rice cooker itu akan membantu peningkatan konsumsi listrik kalau dipakai untuk memasak. Nah itu yang harus dipastikan oleh pemerintah," kata Fabby.
Saat ini Kementerian ESDM sedang menyiapkan data calon penerima atas usulan kepala desa atau pejabat setingkat, namun disebutkan bahwa jumlah penanak nasi hibah dari pemerintah itu adalah 500.000 unit, dengan harapan alat-alat yang dibagikan tersebut dapat menghemat penggunaan elpiji.
Hal itu agar pemberian rice cooker, sebagaimana Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2023 bisa berjalan efektif guna mencapai target, yaitu untuk meningkatkan konsumsi listrik serta menghemat impor LPG.
"Menurut saya yang perlu dipastikan adalah masyarakat yang menerima itu akan menggunakan untuk memasak," katanya, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Fabby menuturkan penyediaan alat memasak berbasis listrik memang telah direncanakan oleh pemerintah sejak lama. Rencana itu awalnya akan dilakukan lewat penyaluran kompor listrik, yang kemudian tidak disetujui oleh DPR RI.
Akhirnya, rencana tersebut kini akan terealisasi lewat pengadaan penanak nasi. Rencana penyaluran penanak nasi gratis ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penyediaan Alat Memasak Berbasis Listrik Bagi Rumah Tangga, di mana petunjuk teknisnya telah diturunkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 548.K/TL.04/DJL.3/2023.
"Jadi sudah ada permen dan aturan pelaksanaan dari programnya. Artinya sudah melalui proses dan dibuat anggarannya. Jadi ini sudah disepakati dan harus berjalan," katanya pula.
Fabby hanya mengingatkan, lantaran penanak nasi lumrah digunakan di rumah tangga, maka pemerintah punya tantangan untuk mencari rumah tangga sesuai dengan ketentuan yang ada.
Sejumlah kriteria tersebut, yaitu masyarakat yang merupakan pelanggan PLN atau PLN Batam dengan daya 450 -1.300 VA (Volt Ampere) yang berdomisili di daerah tersedia listrik 24 jam menyala, dan rumah tangga tersebut tidak memiliki alat menanak nasi berbasis listrik.
Alat memasak listrik yang dibagikan juga harus memiliki kandungan dalam negeri yang dibuktikan dengan sertifikat TKDN (tingkat komponen dalam negeri), sesuai standar nasional Indonesia, dan memiliki label hemat energi.
Spesifikasi AML yang akan didistribusikan, antara lain berfungsi minimal memasak nasi, menghangatkan dan mengukus dengan kapasitas sebesar 1,8 sampai dengan 2,2 liter.
"Tantangannya adalah mencari rumah tangga yang masuk dalam kategori itu, tapi tidak punya rice cooker. Karena kalau dia menerima rice cooker itu akan membantu peningkatan konsumsi listrik kalau dipakai untuk memasak. Nah itu yang harus dipastikan oleh pemerintah," kata Fabby.
Saat ini Kementerian ESDM sedang menyiapkan data calon penerima atas usulan kepala desa atau pejabat setingkat, namun disebutkan bahwa jumlah penanak nasi hibah dari pemerintah itu adalah 500.000 unit, dengan harapan alat-alat yang dibagikan tersebut dapat menghemat penggunaan elpiji.