Jakarta (ANTARA) - Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong menyatakan rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar AS setelah The Fed rapat Federal Open Market Committee (FOMC) memberikan sinyal adanya dua kali kenaikan 25 bps hingga akhir tahun.

"Rupiah melemah cukup besar," ujar dia di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, sikap yang sangat hawkish dari The Fed berpotensi membawa dolar AS untuk menguat dalam beberapa waktu ke depan.

Untuk keadaan domestik, investor disebut akan mencermati data perdagangan Indonesia yang diperkirakan masih akan surplus cukup besar dengan nominal 3 miliar dolar AS.

"Dalam beberapa kali kesempatan, surplus perdagangan sering lebih besar dari perkiraan, hal ini bisa menahan pelemahan yang lebih dalam pada rupiah," ucapnya.
Senada, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menerangkan bahwa Bank Sentral AS telah memberikan sinyal bahwa tidak ada pemangkasan suku bunga tahun ini. Target suku bunga acuan yang berada di angka 5,6 persen dikatakan akan mengalami 1-2 kali kenaikan.

"Ini tidak seperti yang diekspektasikan sebagian pelaku pasar yang mengharapkan sinyal pemangkasan dari the Fed," ungkap Aris.

Meskipun data inflasi menurun, Bank Sentral melihat inflasi intinya masih mendatar, yang berarti risiko inflasi naik kembali masih terbuka.

Chair of the Federal Reserve of the United States Jerome Powell dinyatakan memberikan penegasan bahwa inflasi yang rendah dan stabil sangat penting bagi perekonomian AS.

"Oleh karena itu, dolar AS berpeluang menguat lagi terhadap nilai tukar lainnya termasuk rupiah hari ini," kata didit

Pewarta : M Baqir Idrus Alatas
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024