Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi melemah di tengah kekhawatiran potensi resesi ekonomi global.
Rupiah pagi ini melemah 31 poin atau 0,2 persen ke posisi Rp15.604 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.573 per dolar AS.
"Pasar mencemaskan potensi resesi ekonomi global setelah Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan bahwa sebagian besar ekonomi global untuk tahun 2023, akan menjadi tahun yang sulit untuk negara yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global seperti AS, Eropa, dan China, karena mungkin akan mengalami aktivitas yang melemah," kata Analis Monex Investindo Futures, Faisyal, dalam kajiannya di Jakarta, Selasa.
Sementara itu pergerakan dolar AS dipengaruhi oleh ekspektasi kenaikan suku bunga yang akan lebih lambat dari Federal Reserve (Fed) setelah inflasi turun dari level tertinggi di akhir tahun 2022
Pasar saat ini menilai peluangnya lebih dari 90 persen bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) dalam pertemuan pertama mereka pada tahun ini, setelah menaikkan suku bunga yang relatif yang lebih kecil 50 bps pada Desember lalu.
Setelah memberikan empat kenaikan 75 basis poin berturut-turut, bank sentral AS itu menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan lalu. Risalah pertemuan Desember akan dirilis pada Rabu (4/1), dengan investor mencari petunjuk tentang jalan apa yang kemungkinan diambil The Fed pada 2023.
Selain itu pelaku pasar juga mempertimbangkan memburuknya kasus COVID-19 di China pasca-pelonggaran pembatasan aktivitas.
Selanjutnya pada hari ini pasar akan mencari katalis dari data final manufaktur PMI AS pada malam nanti.
Pada Senin (2/1) lalu rupiah stagnan atau sama dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.573 per dolar AS.
Rupiah pagi ini melemah 31 poin atau 0,2 persen ke posisi Rp15.604 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.573 per dolar AS.
"Pasar mencemaskan potensi resesi ekonomi global setelah Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan bahwa sebagian besar ekonomi global untuk tahun 2023, akan menjadi tahun yang sulit untuk negara yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global seperti AS, Eropa, dan China, karena mungkin akan mengalami aktivitas yang melemah," kata Analis Monex Investindo Futures, Faisyal, dalam kajiannya di Jakarta, Selasa.
Sementara itu pergerakan dolar AS dipengaruhi oleh ekspektasi kenaikan suku bunga yang akan lebih lambat dari Federal Reserve (Fed) setelah inflasi turun dari level tertinggi di akhir tahun 2022
Pasar saat ini menilai peluangnya lebih dari 90 persen bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) dalam pertemuan pertama mereka pada tahun ini, setelah menaikkan suku bunga yang relatif yang lebih kecil 50 bps pada Desember lalu.
Setelah memberikan empat kenaikan 75 basis poin berturut-turut, bank sentral AS itu menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan lalu. Risalah pertemuan Desember akan dirilis pada Rabu (4/1), dengan investor mencari petunjuk tentang jalan apa yang kemungkinan diambil The Fed pada 2023.
Selain itu pelaku pasar juga mempertimbangkan memburuknya kasus COVID-19 di China pasca-pelonggaran pembatasan aktivitas.
Selanjutnya pada hari ini pasar akan mencari katalis dari data final manufaktur PMI AS pada malam nanti.
Pada Senin (2/1) lalu rupiah stagnan atau sama dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.573 per dolar AS.