Martapura (ANTARA) - Pengadilan Agama Martapura Kelas II, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan mencatat sebanyak 952 kasus perceraian yang ditangani selama tahun 2022.
"Sepanjang tahun ini hingga Desember 2022 ada sebanyak 952 perkara perceraian yang kami tangani," kata Wakil Ketua Pengadilan Agama Martapura Kelas II, Kabupaten OKU Timur, Akhyaruddin di Martapura, Jumat.
Menurut dia, jumlah kasus perceraian tersebut meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya periode yang sama yaitu berjumlah 901 perkara gugatan cerai.
Dia menjelaskan, kasus perceraian yang ditangani pihaknya pada 2022 itu terdiri atas perkara talak sebanyak 231, dan 721 gugatan cerai yang diajukan pasangan suami istri di wilayah itu.
"Pasangan yang mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Martapura ini rata-rata masih berusia produktif antara 25 hingga 40 tahun," kata dia.
Sebagian besar kasus perceraian tersebut disebabkan karena faktor ekonomi, adanya orang ketiga atau perselingkuhan dan perselisihan antara suami dan istri hingga terjadinya pertengkaran dalam rumah tangga.
"Yang paling dominan adalah suami meninggalkan istrinya karena adanya orang ketiga hingga sang istri memilih untuk bercerai dari pasangannya," ujarnya menjelaskan.
Hanya saja, kata dia, dari jumlah kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Agama Martapura tersebut ada beberapa perkara yang berhasil dimediasi, sehingga pasangan suami istri yang mengajukan gugatan cerai bisa berdamai.
Menurut dia, dalam menangani kasus perceraian pihaknya berusaha semaksimal mungkin untuk memediasi pasangan suami istri agar berdamai, sehingga dapat melanjutkan bahtera rumah tangga yang lebih harmonis.
"Perceraian adalah pilihan terakhir karena akan berdampak buruk bagi anak-anak, sehingga kami semaksimal mungkin melakukan upaya mediasi agar mereka dapat rujuk kembali," ujarnya.
"Sepanjang tahun ini hingga Desember 2022 ada sebanyak 952 perkara perceraian yang kami tangani," kata Wakil Ketua Pengadilan Agama Martapura Kelas II, Kabupaten OKU Timur, Akhyaruddin di Martapura, Jumat.
Menurut dia, jumlah kasus perceraian tersebut meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya periode yang sama yaitu berjumlah 901 perkara gugatan cerai.
Dia menjelaskan, kasus perceraian yang ditangani pihaknya pada 2022 itu terdiri atas perkara talak sebanyak 231, dan 721 gugatan cerai yang diajukan pasangan suami istri di wilayah itu.
"Pasangan yang mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Martapura ini rata-rata masih berusia produktif antara 25 hingga 40 tahun," kata dia.
Sebagian besar kasus perceraian tersebut disebabkan karena faktor ekonomi, adanya orang ketiga atau perselingkuhan dan perselisihan antara suami dan istri hingga terjadinya pertengkaran dalam rumah tangga.
"Yang paling dominan adalah suami meninggalkan istrinya karena adanya orang ketiga hingga sang istri memilih untuk bercerai dari pasangannya," ujarnya menjelaskan.
Hanya saja, kata dia, dari jumlah kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Agama Martapura tersebut ada beberapa perkara yang berhasil dimediasi, sehingga pasangan suami istri yang mengajukan gugatan cerai bisa berdamai.
Menurut dia, dalam menangani kasus perceraian pihaknya berusaha semaksimal mungkin untuk memediasi pasangan suami istri agar berdamai, sehingga dapat melanjutkan bahtera rumah tangga yang lebih harmonis.
"Perceraian adalah pilihan terakhir karena akan berdampak buruk bagi anak-anak, sehingga kami semaksimal mungkin melakukan upaya mediasi agar mereka dapat rujuk kembali," ujarnya.