Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mencabut izin edar obat sirop produksi PT Rama Emerald Multi Sukses (REMS) karena menunjukkan kadar cemaran zat kimia berbahaya melebihi ambang batas aman.
Pencabutan izin edar tersebut diumumkan BPOM RI melalui laman resmi pom.go.id yang dikonfirmasi kepada Biro Kerja Sama dan Humas BPOM RI di Jakarta, Rabu.
Dalam pernyataannya, BPOM menyebutkan saksi tersebut sebagai bagian dari hasil investigasi lebih lanjut temuan obat sirop mengandung cemaran Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman.
Berdasarkan hasil uji sampling terhadap produk dan bahan tambahan yang digunakan, serta pemeriksaan lebih lanjut terhadap sarana produksi PT REMS di Gresik, Jawa Timur, didapatkan cemaran EG/DEG yang melebihi ambang batas aman asupan harian/Tolerable Daily Intake (TDI) 0,5 mg/kg berat badan/hari.
Hasil uji bahan baku Propilen Glikol yang digunakan dalam sirup obat Industri Farmasi (IF) tersebut menunjukkan kadar EG 33,46 persen dan DEG 5,94 persen atau melebihi ambang batas persyaratan cemaran tidak lebih dari 0,1 persen serta kadar EG/DEG dalam obat sirop 1,28 hingga 443,66 mg/ml yang melebihi ambang batas aman.
"Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut ke sarana produksi PT REMS, ditemukan ketidaksesuaian dalam penerapan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB)," sebut pernyataan itu.
Untuk itu, BPOM menetapkan sanksi administratif dengan mencabut sertifikat CPOB cairan oral non-betalaktam serta diikuti dengan pencabutan seluruh izin edar terhadap 32 produk obat sirop produksi PT REMS.
Produk tersebut di antaranya Ambroxol HCI, Antasida DOEN, Broxolic, Calortusin, Calortusin PE, Cetirizine Hydrochloride, Cetirizine Hydrochloride, Cetizine, Cetizine, Cotrimoxazole, Dolorstan, Domperidone Maleate, Domperidone Maleate, Fenpro, Ibuprofen, Noze, OBH Rama, Paracetamol, Pseudoephedrine HCI, Ramadryl Atusin, Ramadryl Expectorant, Ramagesic, Remco Cough, R-Zinc, Sucralfate, Tera F, Tera - PE, Zinc Sulfate Monohydrate, dan Zinc Sulfate Monohydrate.
Untuk melihat informasi lengkap terkait daftar obat berikut jenis dan nomor batch dapat dilihat pada tautan berikut ini.
Selain sanksi administratif, BPOM juga memerintahkan kepada PT REMS untuk menghentikan kegiatan produksi dan distribusi seluruh produk sirop, serta menarik produknya dari peredaran, yang meliputi pedagang besar farmasi, apotek, toko obat, dan fasilitas pelayanan kefarmasian lainnya.
BPOM juga memerintahkan produsen untuk memusnahkan semua persediaan obat sirop dengan disaksikan oleh petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM serta membuat Berita Acara Pemusnahan (BAP).
Sebelumnya, BPOM telah mencabut Sertifikat CPOB dan izin edar dari sejumlah perusahaan farmasi swasta di Indonesia sebab terbukti menggunakan bahan baku senyawa kimia melebihi ambang batas aman.
Perusahaan yang menerima sanksi administrasi itu di antaranya PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Farma, PT Samco Farma dan PT Subros Farma.
Pencabutan izin edar tersebut diumumkan BPOM RI melalui laman resmi pom.go.id yang dikonfirmasi kepada Biro Kerja Sama dan Humas BPOM RI di Jakarta, Rabu.
Dalam pernyataannya, BPOM menyebutkan saksi tersebut sebagai bagian dari hasil investigasi lebih lanjut temuan obat sirop mengandung cemaran Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman.
Berdasarkan hasil uji sampling terhadap produk dan bahan tambahan yang digunakan, serta pemeriksaan lebih lanjut terhadap sarana produksi PT REMS di Gresik, Jawa Timur, didapatkan cemaran EG/DEG yang melebihi ambang batas aman asupan harian/Tolerable Daily Intake (TDI) 0,5 mg/kg berat badan/hari.
Hasil uji bahan baku Propilen Glikol yang digunakan dalam sirup obat Industri Farmasi (IF) tersebut menunjukkan kadar EG 33,46 persen dan DEG 5,94 persen atau melebihi ambang batas persyaratan cemaran tidak lebih dari 0,1 persen serta kadar EG/DEG dalam obat sirop 1,28 hingga 443,66 mg/ml yang melebihi ambang batas aman.
"Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut ke sarana produksi PT REMS, ditemukan ketidaksesuaian dalam penerapan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB)," sebut pernyataan itu.
Untuk itu, BPOM menetapkan sanksi administratif dengan mencabut sertifikat CPOB cairan oral non-betalaktam serta diikuti dengan pencabutan seluruh izin edar terhadap 32 produk obat sirop produksi PT REMS.
Produk tersebut di antaranya Ambroxol HCI, Antasida DOEN, Broxolic, Calortusin, Calortusin PE, Cetirizine Hydrochloride, Cetirizine Hydrochloride, Cetizine, Cetizine, Cotrimoxazole, Dolorstan, Domperidone Maleate, Domperidone Maleate, Fenpro, Ibuprofen, Noze, OBH Rama, Paracetamol, Pseudoephedrine HCI, Ramadryl Atusin, Ramadryl Expectorant, Ramagesic, Remco Cough, R-Zinc, Sucralfate, Tera F, Tera - PE, Zinc Sulfate Monohydrate, dan Zinc Sulfate Monohydrate.
Untuk melihat informasi lengkap terkait daftar obat berikut jenis dan nomor batch dapat dilihat pada tautan berikut ini.
Selain sanksi administratif, BPOM juga memerintahkan kepada PT REMS untuk menghentikan kegiatan produksi dan distribusi seluruh produk sirop, serta menarik produknya dari peredaran, yang meliputi pedagang besar farmasi, apotek, toko obat, dan fasilitas pelayanan kefarmasian lainnya.
BPOM juga memerintahkan produsen untuk memusnahkan semua persediaan obat sirop dengan disaksikan oleh petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM serta membuat Berita Acara Pemusnahan (BAP).
Sebelumnya, BPOM telah mencabut Sertifikat CPOB dan izin edar dari sejumlah perusahaan farmasi swasta di Indonesia sebab terbukti menggunakan bahan baku senyawa kimia melebihi ambang batas aman.
Perusahaan yang menerima sanksi administrasi itu di antaranya PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Farma, PT Samco Farma dan PT Subros Farma.