Beijing (ANTARA) - Sebanyak delapan awak kapal berkewarganegaraan Indonesia yang terkatung-katung selama delapan bulan di Kaohsiung, Taiwan, dipulangkan ke kampung halamannya.
Biro Kemaritiman dan Kepelabuhan Taiwan (MPB) menyatakan kedelapan awak tersebut telah meninggalkan kapal kargo yang terdampar itu pada Jumat (28/10).
Selanjutnya mereka ditempatkan oleh pihak Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei di penampungan di Kaohsiung, demikian MPB dikutip kantor berita Taiwan, CNA, Sabtu (29/10).
Mereka diperkirakan terbang dari Bandar Udara Internasional Kaohsiung menuju Jakarta pada Sabtu.
Delapan WNI bersama satu seorang berkewarganegaraan China itu mengawaki kapal Jian Ye yang terdaftar di Hong Kong.
Pada 23 Februari 2022, kapal tersebut ditarik ke Pelabuhan Kaohsiung setelah kehilangan power saat berada di perairan selatan Taiwan.
Sebagaimana aturan yang berlaku di Taiwan, kesembilan awak dilarang turun semua sampai ada awak baru bersedia membebaskan mereka karena kapal semacam itu boleh ditinggalkan di pelabuhan dengan kurang dari sepertiga awaknya.
Pada saat itu, kedelapan awak Indonesia tidak bisa memutuskan siapa tiga orang di antara mereka yang harus tinggal di kapal.
Mereka semua akhirnya kompak memilih tinggal di kapal.
Ironisnya pemilik kapal tidak punya uang untuk merekrut awak lainnya yang bersedia menggantikan kedelapan WNI itu, demikian MPB.
Kedelapan awak itu mengirimkan surat ke CNA pada September untuk menyampaikan keluhannya bahwa mereka sudah tidak menerima gaji lagi.
Kementerian Transportasi dan Komunikasi Taiwan memerintahkan mereka tetap berada di dalam kapal.
KDEI Taipei dan Ansensius Guntur dari Stella Maris mengunjungi mereka di atas kapal berbobot 1.395 ton itu untuk memberikan makanan dan kebutuhan lainnya.
Kepada Guntur, para ABK tersebut mengatakan bahwa masa kontrak kerja mereka habis pada 6 September dan bersedia mengakhiri kontrak kerja mereka dengan majikan lama.
Dalam perjanjian kerja, mereka dibayar 22.216 dolar Taiwan (Rp10,6 juta) per bulan.
Namun mereka harus menyetujui tidak megajukan tuntutan hukum, baik perdata maupun pidana, sesuai kesepakatan yang mereka buat.
Setiap ABK Indonesia akan mendapatkan tiket pesawat dari Kaohsiung menuju Jakarta.
Para ABK Indonesia menyetujui kesepakatan tersebut karena yang mereka inginkan hanyalah pulang secepatnya.
Salah seorang awak berusia 22 tahun kepada CNA mengaku bahagia bisa melewati penderitaan tersebut dan segera pulang untuk bertemu ibu dan keluarganya.
Biro Kemaritiman dan Kepelabuhan Taiwan (MPB) menyatakan kedelapan awak tersebut telah meninggalkan kapal kargo yang terdampar itu pada Jumat (28/10).
Selanjutnya mereka ditempatkan oleh pihak Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei di penampungan di Kaohsiung, demikian MPB dikutip kantor berita Taiwan, CNA, Sabtu (29/10).
Mereka diperkirakan terbang dari Bandar Udara Internasional Kaohsiung menuju Jakarta pada Sabtu.
Delapan WNI bersama satu seorang berkewarganegaraan China itu mengawaki kapal Jian Ye yang terdaftar di Hong Kong.
Pada 23 Februari 2022, kapal tersebut ditarik ke Pelabuhan Kaohsiung setelah kehilangan power saat berada di perairan selatan Taiwan.
Sebagaimana aturan yang berlaku di Taiwan, kesembilan awak dilarang turun semua sampai ada awak baru bersedia membebaskan mereka karena kapal semacam itu boleh ditinggalkan di pelabuhan dengan kurang dari sepertiga awaknya.
Pada saat itu, kedelapan awak Indonesia tidak bisa memutuskan siapa tiga orang di antara mereka yang harus tinggal di kapal.
Mereka semua akhirnya kompak memilih tinggal di kapal.
Ironisnya pemilik kapal tidak punya uang untuk merekrut awak lainnya yang bersedia menggantikan kedelapan WNI itu, demikian MPB.
Kedelapan awak itu mengirimkan surat ke CNA pada September untuk menyampaikan keluhannya bahwa mereka sudah tidak menerima gaji lagi.
Kementerian Transportasi dan Komunikasi Taiwan memerintahkan mereka tetap berada di dalam kapal.
KDEI Taipei dan Ansensius Guntur dari Stella Maris mengunjungi mereka di atas kapal berbobot 1.395 ton itu untuk memberikan makanan dan kebutuhan lainnya.
Kepada Guntur, para ABK tersebut mengatakan bahwa masa kontrak kerja mereka habis pada 6 September dan bersedia mengakhiri kontrak kerja mereka dengan majikan lama.
Dalam perjanjian kerja, mereka dibayar 22.216 dolar Taiwan (Rp10,6 juta) per bulan.
Namun mereka harus menyetujui tidak megajukan tuntutan hukum, baik perdata maupun pidana, sesuai kesepakatan yang mereka buat.
Setiap ABK Indonesia akan mendapatkan tiket pesawat dari Kaohsiung menuju Jakarta.
Para ABK Indonesia menyetujui kesepakatan tersebut karena yang mereka inginkan hanyalah pulang secepatnya.
Salah seorang awak berusia 22 tahun kepada CNA mengaku bahagia bisa melewati penderitaan tersebut dan segera pulang untuk bertemu ibu dan keluarganya.