Palembang (ANTARA) - Aktivitas penambangan sumur minyak ilegal di sejumlah lokasi di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, perlu segera disolusikan agar tidak meresahkan atau bahkan kembali menelan korban jiwa
Kejadian ledakan hebat di salah satu sumur minyak bumi ilegal di Desa Keban 1, Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin, pada Oktober tahun lalu telah memakan korban jiwa.
Peristiwa terbaru, pada 14 September 2022 terjadi semburan minyak setinggi kurang lebih 10 meter di Kecamatan Keluang yang membuat aktivitas belajar di SMA Negeri 2 Keluang terpaksa dihentikan.
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) serta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sumbagsel, saat ini terdapat sebanyak 7.754 sumur minyak ilegal yang tersebar di beberapa kecamatan di Musi Banyuasin.
Jumlah sumur minyak ilegal tahun 2022 ini justru mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 5.482 sumur. Padahal, pada 2021, Polda Sumsel sudah menutup sebanyak 1.000 sumur minyak ilegal di kabupaten penghasil migas tersebut.
Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Toni Harmanto mengatakan semakin maraknya penambangan minyak ilegal ini tak lepas dari keuntungan berlipat yang didapatkan penambang.
Oknum masyarakat ini hanya membutuhkan modal sekira Rp30 juta untuk biaya pembuatan satu lubang sumur minyak, yang dapat ditutupi oleh pendapatan yang diperoleh selama satu bulan, kata Toni saat menggelar Fokus Group Discussion (FGD) penanganan illegal drilling di Polda Sumsel, Senin (12/9).
Tak heran, aktivitas ini terus berlanjut walau ancaman kehilangan nyawa mengintai.
Apalagi, berdasarkan penelusuran Kepolisian, rantai bisnis ini sudah berjalan selama puluhan tahun sehingga pemilik tambang ilegal ini sudah memiliki pihak penadah yang akan mengolah hasil produksinya.Pada umumnya, minyak asal Musi Banyuasin ini dikirim ke Jawa untuk diolah kembali.
Polda Sumsel sudah menegaskan akan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam rantai bisnis minyak ilegal ini.
Bahkan, jika ada anggota polisi yang kedapatan ikut andil dalam proses penjualan minyak ilegal maka Kepolisian akan memberikan sanksi berat.
"Personel terbatas, tidak mungkin mengawasi sumur minyak tua itu setiap hari. Memang perlu ada solusi permanen dari hulu ke hilir," kata Kapolda.
Revisi Permen
Negara menegaskan illegal drilling dan refinery illegal harus dihentikan karena kegiatan pengeboran hingga penyulingan minyak tersebut sangat berbahaya serta dapat merusak lingkungan.
Kabupaten Musi Banyuasin sebagai daerah penghasil migas sejak lama mengharapkan pemerintah memberikan wewenang untuk mengelola sumur minyak tua (marjinal) yang masih berpotensi menghasilkan keuntungan miliaran rupiah ini.
Sumur minyak tua itu sudah tidak dikelola lagi oleh Pertamina lantaran pemasukan yang didapat sudah tidak berimbang dengan pengeluaran atau sudah tidak bernilai ekonomis. Namun, lantaran sumur masih menghasilkan puluhan barel minyak mentah per hari maka diambil alih oleh oknum masyarakat secara ilegal.
Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merevisi Permen Nomor 1 tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua terkait dengan maraknya penambangan ilegal.
Penjabat Bupati Musi Banyuasin Apriyadi menilai Permen tersebut sudah tak sesuai dengan kondisi terkini di masyarakat karena faktanya saat ini terdapat ribuan sumur minyak ilegal yang diusahakan masyarakat.
Pihaknya terus mendorong agar dilakukan percepatan penerbitan regulasi atau aturan terkait pengelolaan dan penertiban pengeboran sumur minyak baru yang ilegal.
Jika regulasi sudah diperbarui maka pemerintah kabupaten dapat maksimal melakukan penertiban dan pencegahan.
Sementara ini, Pemkab sudah menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Petro Muba untuk menyerap hasil produksi sumur minyak yang dikelola masyarakat itu.
Kebijakan itu dipandang langkah terbaik untuk sementara waktu dalam mengakomodir kebutuhan ekonomi masyarakat di tengah upaya penertiban sumur minyak ilegal.
Akan tetapi sejak dilakukan pada awal Agustus 2022, PT Petro Muba hanya menyerap 600 barel minyak mentah per hari dari sumur produksi masyarakat itu.
Padahal, dari total 7.000 sumur bor ilegal di Musi Banyuasin diperkirakan menghasilkan 5.000 barel minyak mentah per hari dengan potensi Rp1,5 triliun per tahun. “Itulah saya katakan, dibutuhkan solusi permanen,” kata dia.
Rekomendasi Kapolda
Kepolisian Daerah Sumatera Selatan memberikan rancangan cara penanganan pengeboran sumur minyak tua sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 1 tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi.
Rekomendasi ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kasus penambangan minyak secara ilegal yang marak terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan dan menelan korban jiwa.
Warga Desa Keban 1, Sanga Desa, Musi Banyuasin bersama petugas gabungan bergotong royong memadamkan api dari sumur minyak ilegal, Selasa (12/10/2021). (ANTARA FOTO/HO)
Rekomendasi tersebut meliputi, pertama, kementerian terkait untuk dapat menyesuaikan bunyi Pasal 3 Ayat 3 dan Pasal 3 Ayat 4 huruf D yang berisi dokumen teknis yang diajukan oleh Koperasi Unit Desa (KUD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kepada kontraktor dengan tembusan Menteri cq Direktorat Jendral Minyak dan Gas (Ditjen Migas).
Kemudian, adanya pembentukan tim gabungan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Dinas Sumber Daya Mineral (SDM), Dinas Kehutanan, Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPTMSP), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Kepolisian Daerah dan Polisi Resor setempat.
Kapasitas tim tersebut untuk menguji kelayakan Koperasi Unit Desa (KUD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai dasar rekomendasi dari pemerintah kabupaten dan kota dan disetujui pemerintah provinsi.
Selanjutnya, pada Pasal 3 Ayat 4 huruf C dalam permasalahan harga. Bila selama ini kontraktor hanya dibebani untuk bayar ongkos angkut dan angkat minyak bumi. Ke depan, juga perlu untuk adanya penyesuaian batas harga seperti adanya harga eceran terendah.
Pada Pasal 14 ayat 2 yang mana berbunyi SKK Migas melaksanakan pengawasan terhadap KUD/BUMD atas pelaksanaan perjanjian kontrak produksi minyak melaporkan tertulis ke Dirjen Migas.
Ke depan dibuatkan pula tembusan kepada Forkopimda Provinsi dan Kabupaten untuk memonitoring dan melakukan evaluasi.
Selain itu, SKK Migas juga harus melaksanakan edukasi secara periodik terhadap anggota KUD/BUMD tentang produksi dan pengelolaan sesuai aturan sekaligus mengidentifikasi sumur tua yang terdaftar dan diizinkan untuk dikelola.
Sanksi diberikan tidak hanya pencabutan perjanjian kontrak, namun juga sanksi pidana yaitu Pasal 40 angka 7 Undang-undang RI Nomor 11/2020 tentang cipta kerja. Jika masyarakat, KUD atau BUMD mengeksplorasi tanpa memiliki izin diancam penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar atas perubahan Undang-undang RI Nomor 22/2001 tentang Minyak dan gas Bumi.
Jika rekomendasi tersebut dapat dipertimbangkan, maka salah satu contohnya, kegiatan pengeboran minyak di Kabupaten Musi Banyuasin dapat membuka lowongan pekerjaan dengan persyaratan dan keahlian khusus serta memperkirakan jumlah tenaga kerja.
Dalam FGD penanganan illegal drilling yang ke-5 bersama Forum Komunikasi Pemerintah Daerah Sumsel tersebut forum berharap dengan penjabaran ini semua pihak dapat menemukan titik terang dan mendapatkan solusinya.
Sementara itu, Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan dirinya akan menyampaikan masukan dari Provinsi Sumatera Selatan ini ke Menteri ESDM.
Sesuai filosofi Permen bahwa produksi dari rakyat untuk rakyat, tapi bagaimana pun tetap ada prosedur dan mekanisme yang harus dilalui.
Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (Adpmet) Ridwan Kamil sejak lama mendengungkan ke pemerintah pusat agar sumur minyak marjinal itu diserahkan ke pemerintah kabupaten untuk dikelola oleh BUMD.
“Mungkin bagi Pertamina yang biasa dapat triliunan ini kecil, tapi bagi daerah ini besar karena uang miliaran itu bisa buat bangun Puskesmas, jembatan, bansos dan lain-lain,” kata Ridwan saat berkunjung ke Palembang beberapa waktu lalu.
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) mempunyai karakteristik yang khusus, yaitu risiko tinggi (high risk), padat modal (high capital), dan padat teknologi (high technology). Dengan karakteristik itu memang tak mudah untuk mengatasi persoalan sumur minyak ilegal.
Terlepas dari persoalan itu, masyarakat tentu menunggu solusi permanen dari pemerintah agar masalah ini tak berlarut-larut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mensolusikan permanen penanganan sumur minyak ilegal
Kejadian ledakan hebat di salah satu sumur minyak bumi ilegal di Desa Keban 1, Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin, pada Oktober tahun lalu telah memakan korban jiwa.
Peristiwa terbaru, pada 14 September 2022 terjadi semburan minyak setinggi kurang lebih 10 meter di Kecamatan Keluang yang membuat aktivitas belajar di SMA Negeri 2 Keluang terpaksa dihentikan.
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) serta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sumbagsel, saat ini terdapat sebanyak 7.754 sumur minyak ilegal yang tersebar di beberapa kecamatan di Musi Banyuasin.
Jumlah sumur minyak ilegal tahun 2022 ini justru mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 5.482 sumur. Padahal, pada 2021, Polda Sumsel sudah menutup sebanyak 1.000 sumur minyak ilegal di kabupaten penghasil migas tersebut.
Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Toni Harmanto mengatakan semakin maraknya penambangan minyak ilegal ini tak lepas dari keuntungan berlipat yang didapatkan penambang.
Oknum masyarakat ini hanya membutuhkan modal sekira Rp30 juta untuk biaya pembuatan satu lubang sumur minyak, yang dapat ditutupi oleh pendapatan yang diperoleh selama satu bulan, kata Toni saat menggelar Fokus Group Discussion (FGD) penanganan illegal drilling di Polda Sumsel, Senin (12/9).
Tak heran, aktivitas ini terus berlanjut walau ancaman kehilangan nyawa mengintai.
Apalagi, berdasarkan penelusuran Kepolisian, rantai bisnis ini sudah berjalan selama puluhan tahun sehingga pemilik tambang ilegal ini sudah memiliki pihak penadah yang akan mengolah hasil produksinya.Pada umumnya, minyak asal Musi Banyuasin ini dikirim ke Jawa untuk diolah kembali.
Polda Sumsel sudah menegaskan akan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam rantai bisnis minyak ilegal ini.
Bahkan, jika ada anggota polisi yang kedapatan ikut andil dalam proses penjualan minyak ilegal maka Kepolisian akan memberikan sanksi berat.
"Personel terbatas, tidak mungkin mengawasi sumur minyak tua itu setiap hari. Memang perlu ada solusi permanen dari hulu ke hilir," kata Kapolda.
Revisi Permen
Negara menegaskan illegal drilling dan refinery illegal harus dihentikan karena kegiatan pengeboran hingga penyulingan minyak tersebut sangat berbahaya serta dapat merusak lingkungan.
Kabupaten Musi Banyuasin sebagai daerah penghasil migas sejak lama mengharapkan pemerintah memberikan wewenang untuk mengelola sumur minyak tua (marjinal) yang masih berpotensi menghasilkan keuntungan miliaran rupiah ini.
Sumur minyak tua itu sudah tidak dikelola lagi oleh Pertamina lantaran pemasukan yang didapat sudah tidak berimbang dengan pengeluaran atau sudah tidak bernilai ekonomis. Namun, lantaran sumur masih menghasilkan puluhan barel minyak mentah per hari maka diambil alih oleh oknum masyarakat secara ilegal.
Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merevisi Permen Nomor 1 tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua terkait dengan maraknya penambangan ilegal.
Penjabat Bupati Musi Banyuasin Apriyadi menilai Permen tersebut sudah tak sesuai dengan kondisi terkini di masyarakat karena faktanya saat ini terdapat ribuan sumur minyak ilegal yang diusahakan masyarakat.
Pihaknya terus mendorong agar dilakukan percepatan penerbitan regulasi atau aturan terkait pengelolaan dan penertiban pengeboran sumur minyak baru yang ilegal.
Jika regulasi sudah diperbarui maka pemerintah kabupaten dapat maksimal melakukan penertiban dan pencegahan.
Sementara ini, Pemkab sudah menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Petro Muba untuk menyerap hasil produksi sumur minyak yang dikelola masyarakat itu.
Kebijakan itu dipandang langkah terbaik untuk sementara waktu dalam mengakomodir kebutuhan ekonomi masyarakat di tengah upaya penertiban sumur minyak ilegal.
Akan tetapi sejak dilakukan pada awal Agustus 2022, PT Petro Muba hanya menyerap 600 barel minyak mentah per hari dari sumur produksi masyarakat itu.
Padahal, dari total 7.000 sumur bor ilegal di Musi Banyuasin diperkirakan menghasilkan 5.000 barel minyak mentah per hari dengan potensi Rp1,5 triliun per tahun. “Itulah saya katakan, dibutuhkan solusi permanen,” kata dia.
Rekomendasi Kapolda
Kepolisian Daerah Sumatera Selatan memberikan rancangan cara penanganan pengeboran sumur minyak tua sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 1 tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi.
Rekomendasi ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kasus penambangan minyak secara ilegal yang marak terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan dan menelan korban jiwa.
Rekomendasi tersebut meliputi, pertama, kementerian terkait untuk dapat menyesuaikan bunyi Pasal 3 Ayat 3 dan Pasal 3 Ayat 4 huruf D yang berisi dokumen teknis yang diajukan oleh Koperasi Unit Desa (KUD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kepada kontraktor dengan tembusan Menteri cq Direktorat Jendral Minyak dan Gas (Ditjen Migas).
Kemudian, adanya pembentukan tim gabungan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Dinas Sumber Daya Mineral (SDM), Dinas Kehutanan, Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPTMSP), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Kepolisian Daerah dan Polisi Resor setempat.
Kapasitas tim tersebut untuk menguji kelayakan Koperasi Unit Desa (KUD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai dasar rekomendasi dari pemerintah kabupaten dan kota dan disetujui pemerintah provinsi.
Selanjutnya, pada Pasal 3 Ayat 4 huruf C dalam permasalahan harga. Bila selama ini kontraktor hanya dibebani untuk bayar ongkos angkut dan angkat minyak bumi. Ke depan, juga perlu untuk adanya penyesuaian batas harga seperti adanya harga eceran terendah.
Pada Pasal 14 ayat 2 yang mana berbunyi SKK Migas melaksanakan pengawasan terhadap KUD/BUMD atas pelaksanaan perjanjian kontrak produksi minyak melaporkan tertulis ke Dirjen Migas.
Ke depan dibuatkan pula tembusan kepada Forkopimda Provinsi dan Kabupaten untuk memonitoring dan melakukan evaluasi.
Selain itu, SKK Migas juga harus melaksanakan edukasi secara periodik terhadap anggota KUD/BUMD tentang produksi dan pengelolaan sesuai aturan sekaligus mengidentifikasi sumur tua yang terdaftar dan diizinkan untuk dikelola.
Sanksi diberikan tidak hanya pencabutan perjanjian kontrak, namun juga sanksi pidana yaitu Pasal 40 angka 7 Undang-undang RI Nomor 11/2020 tentang cipta kerja. Jika masyarakat, KUD atau BUMD mengeksplorasi tanpa memiliki izin diancam penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar atas perubahan Undang-undang RI Nomor 22/2001 tentang Minyak dan gas Bumi.
Jika rekomendasi tersebut dapat dipertimbangkan, maka salah satu contohnya, kegiatan pengeboran minyak di Kabupaten Musi Banyuasin dapat membuka lowongan pekerjaan dengan persyaratan dan keahlian khusus serta memperkirakan jumlah tenaga kerja.
Dalam FGD penanganan illegal drilling yang ke-5 bersama Forum Komunikasi Pemerintah Daerah Sumsel tersebut forum berharap dengan penjabaran ini semua pihak dapat menemukan titik terang dan mendapatkan solusinya.
Sementara itu, Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan dirinya akan menyampaikan masukan dari Provinsi Sumatera Selatan ini ke Menteri ESDM.
Sesuai filosofi Permen bahwa produksi dari rakyat untuk rakyat, tapi bagaimana pun tetap ada prosedur dan mekanisme yang harus dilalui.
Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (Adpmet) Ridwan Kamil sejak lama mendengungkan ke pemerintah pusat agar sumur minyak marjinal itu diserahkan ke pemerintah kabupaten untuk dikelola oleh BUMD.
“Mungkin bagi Pertamina yang biasa dapat triliunan ini kecil, tapi bagi daerah ini besar karena uang miliaran itu bisa buat bangun Puskesmas, jembatan, bansos dan lain-lain,” kata Ridwan saat berkunjung ke Palembang beberapa waktu lalu.
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) mempunyai karakteristik yang khusus, yaitu risiko tinggi (high risk), padat modal (high capital), dan padat teknologi (high technology). Dengan karakteristik itu memang tak mudah untuk mengatasi persoalan sumur minyak ilegal.
Terlepas dari persoalan itu, masyarakat tentu menunggu solusi permanen dari pemerintah agar masalah ini tak berlarut-larut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mensolusikan permanen penanganan sumur minyak ilegal