Jakarta (ANTARA) - Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida menyebutkan konten-konten warganet di berbagai platform media sosial yang memberikan saran maupun kritik terkait tragedi Kanjuruhan dapat menjadi kontrol atau medium pengawasan yang tepat agar peristiwa serupa tidak terulang di kemudian hari.
Adapun usai tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10), berbondong-bondong warganet tidak hanya menunjukkan rasa simpati kepada para korban namun juga mengkritisi penyelenggara hingga sistem keamanan yang tidak sesuai dengan standar lewat berbagai bentuk konten.
"Warganet diharapkan berperan aktif dalam mengedukasi sesama, termasuk ikut melakukan kontrol juga mencermati kesiapan dan kematangan penyelenggara," kata Ida kepada ANTARA melalui pesan singkat, Senin.
Konten-konten warganet banyak mengkritisi penembakan gas air mata yang tidak sesuai standar FIFA (Federasi Sepak Bola Internasional) hingga penyelenggara yang mengabaikan kapasitas serta waktu main yang diundur.
Tak sedikit juga warganet menyayangkan sikap sebagian kecil suporter yang pada akhir pertandingan justru mengejar pemain klub lainnya setelah klub kesayangannya kalah karena menandakan tidak bisa memahami rivalitas yang sehat.
Dengan adanya konten-konten yang membangun tersebut diharapkan proses evaluasi yang dijanjikan Pemerintah terhadap tragedi Kanjuruhan bisa lebih terarah dan bisa cepat ditemukan titik terangnya.
Meski begitu, warganet diharapkan dapat bijak dalam membagikan konten terkait tragedi Kanjuruhan dengan tidak membagikan konten terkait korban.
Hal itu untuk menjaga agar keluarga dari korban maupun korban tidak berakhir trauma.
"Di era digital, kontrol atau membatasi distribusi informasi tidak mudah, namun selayaknya ada pembelajaran kolektif, bukan salah menyalahkan, atau merasa benar," ujar wanita yang juga Kepala Departemen Sosiologi FISIP UI itu.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10), insiden itu bermula dari kericuhan yang terjadi setelah pertandingan Liga I antara Arema FC melawan Persebaya berakhir dengan skor 2-3.
Kekalahan yang terjadi di kandang Arema itu membuat sejumlah suporter masuk ke dalam area lapangan.
Kondisi itu semakin ricuh setelah sejumlah benda-benda seperti flare dan botol minum dilemparkan ke arah lapangan.
Petugas keamanan sebenarnya sudah berusaha menghalau agar para suporter tidak memanas.
Di tengah kondisi itu, petugas akhirnya melakukan tembakan gas air mata dan kondisi justru semakin memanas sehingga akhirnya berdasarkan data dari tim DVI Polri menelan korban jiwa lebih dari 130 orang.
Adapun usai tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10), berbondong-bondong warganet tidak hanya menunjukkan rasa simpati kepada para korban namun juga mengkritisi penyelenggara hingga sistem keamanan yang tidak sesuai dengan standar lewat berbagai bentuk konten.
"Warganet diharapkan berperan aktif dalam mengedukasi sesama, termasuk ikut melakukan kontrol juga mencermati kesiapan dan kematangan penyelenggara," kata Ida kepada ANTARA melalui pesan singkat, Senin.
Konten-konten warganet banyak mengkritisi penembakan gas air mata yang tidak sesuai standar FIFA (Federasi Sepak Bola Internasional) hingga penyelenggara yang mengabaikan kapasitas serta waktu main yang diundur.
Tak sedikit juga warganet menyayangkan sikap sebagian kecil suporter yang pada akhir pertandingan justru mengejar pemain klub lainnya setelah klub kesayangannya kalah karena menandakan tidak bisa memahami rivalitas yang sehat.
Dengan adanya konten-konten yang membangun tersebut diharapkan proses evaluasi yang dijanjikan Pemerintah terhadap tragedi Kanjuruhan bisa lebih terarah dan bisa cepat ditemukan titik terangnya.
Meski begitu, warganet diharapkan dapat bijak dalam membagikan konten terkait tragedi Kanjuruhan dengan tidak membagikan konten terkait korban.
Hal itu untuk menjaga agar keluarga dari korban maupun korban tidak berakhir trauma.
"Di era digital, kontrol atau membatasi distribusi informasi tidak mudah, namun selayaknya ada pembelajaran kolektif, bukan salah menyalahkan, atau merasa benar," ujar wanita yang juga Kepala Departemen Sosiologi FISIP UI itu.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10), insiden itu bermula dari kericuhan yang terjadi setelah pertandingan Liga I antara Arema FC melawan Persebaya berakhir dengan skor 2-3.
Kekalahan yang terjadi di kandang Arema itu membuat sejumlah suporter masuk ke dalam area lapangan.
Kondisi itu semakin ricuh setelah sejumlah benda-benda seperti flare dan botol minum dilemparkan ke arah lapangan.
Petugas keamanan sebenarnya sudah berusaha menghalau agar para suporter tidak memanas.
Di tengah kondisi itu, petugas akhirnya melakukan tembakan gas air mata dan kondisi justru semakin memanas sehingga akhirnya berdasarkan data dari tim DVI Polri menelan korban jiwa lebih dari 130 orang.