Palembang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mendorong pekebun karet untuk menjual hasil olahan karet di Unit Pengelola dan Pemasaran Bokar (UPPB) karena menawarkan harga yang lebih tinggi.

Analisis Madya Prasarana dan Sarana Pertanian Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Aprian di Palembang, Minggu, mengatakan, harga bahan olahan karet (bokar) di UPPB berkisar Rp9.000 per kilogram untuk kadar karet kering 50 persen sementara jika menjual ke pihak lain (tengkulak) hanya Rp6.000-Rp7.000 per kilogram.

“Saat ini sudah banyak petani yang beralih ke UPPB, tapi masih ada juga yang menjual ke tengkulak karena terkait persoalan ekonomi,” kata dia.

Ia menjelaskan, sejumlah pekebun terkadang sudah memiliki perjanjian jual beli dengan tengkulak. Jika membutuhkan  dana untuk kebutuhan sehari-hari maka tengkulak yang akan memberikan pinjaman.

Lantaran itu pula, pekebun karet tak memiliki posisi tawar yang baik sehingga harga ditentukan oleh tengkulak.

“Ini masalah lama, yang hingga kini sulit dipecahkan,” kata dia.

Selain itu, permasalahan dalam sektor perkebunan karet yakni produktivitas rendah (1,025 ton/Ha/tahun), selain tentunya kualitas bokar yang rendah (KKK 50-60 persen).

Tak bisa dianggap sepele, perkebunan karet Sumsel juga dihadapkan persoalan transportasi dam kelembagaan petani karet lemah.

Oleh karena itu, adanya Unit Pengolah dan Pemasaran Bokar (UPPB) dianggap sebagai solusi atas persoalan tersebut.

Sejauh ini jumlah UPPB tahun 2021 mencapai 759 dari 680 tahun 2020, yang mana Sumsel menjadi yang terbanyak dengan jumlah 342 unit, disusul Kalsel 179 unit dan Jambi 83 unit.

Dari UPPB tersebut, jumlah yang teregistrasi pada 2021 mencapai 620 unit secara nasional atau meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2020 yang mencapai 328 unit.

Sumsel menjadi provinsi yang paling banyak teregistrasi sebanyak 329 unit, disusul Kalsel 179 unit dan Riau 27 unit.

Dengan adanya UPPB maka rantai pemasaran semakin pendek karena pengurus UPPB menjual ke pabrik atau pasar lelang.

Selain itu, tujuan didirikan UPPB ini untuk menghasilkan bokar bersih sehingga pengurus UPPB harus melakukan pengawasan terhadap mutu bokar yang dihasilkan anggotanya.

“Ini juga demi memperbaiki citra produk karet asal Indonesia,” kata dia.

Ke depan, tak hanya mendorong penambahan UPPB, Sumsel juga terus berupaya untuk hilirisasi untuk membuat produk turunan karet.
 

Pewarta : Dolly Rosana
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024