Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Indonesia di kota Malmö, Swedia Selatan pada Sabtu (23/4) merayakan Hari Bumi dengan menampilkan kebudayaan Kalimantan, khususnya Dayak.
Acara peringatan Hari Bumi yang dihadiri oleh masyarakat Indonesia di Swedia itu diinisiasi oleh organisasi nirlaba, The Swedish Indonesia Bagus Association, atau disingkat Bagus, menurut keterangan KBRI Stockholm yang diterima di Jakarta, Senin.
Acara peringatan Hari Bumi itu bertajuk Stories and Sounds from Borneo dan berlangsung selama dua jam di Studiefrämjandet, yakni sebuah lembaga pendidikan Swedia yang telah lima tahun bekerja sama dengan Bagus.
"Masyarakat Dayak hidup di paru-paru dunia. Selama ribuan tahun mereka hidup secara harmonis dengan hutan. Karena itulah Bagus sangat antusias mempromosikan budaya Dayak," kata Ketua Bagus, Hans Hansson.
Dalam acara Hari Bumi itu, sembilan anak berusia 5 -13 tahun dari organisasi Bagus membawakan tarian Gantar.
Mereka adalah anak-anak warga Indonesia yang sedang mengikuti orang tuanya bekerja dan bersekolah di Swedia, anak-anak campuran Indonesia-Swedia, serta anak-anak yang berasal dari negara lain.
Puncak acara tu adalah penampilan musik Sape oleh Laetania Belai Djandam, yakni seorang mahasiswi Indonesia berusia 20 tahun yang sedang menempuh pendidikan Kesehatan Masyarakat di Universitas Sheffield, Inggris.
Belai memainkan lagu Lan e dan Leleng yang diiringi tarian oleh seorang anggota Bagus bernama Amra Crupic.
Selanjutnya, Belai -- gadis Dayak yang aktif dalam organisasi Climate Reality Indonesia -- bercerita tentang kondisi hutan Kalimantan dulu dan kini, serta berbagi tentang cara dan upaya seharusnya dalam melindungi hutan tropis di Kalimantan.
Belai yang masih belia itu terlihat tak kuasa menahan air matanya saat menceritakan kondisi hutan dan ancaman kerusakan lingkungan tempat tinggal masyarakat Dayak.
Dalam acara itu, Bagus juga bekerja sama dengan para mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam persatuan pelajar Indonesia (PPI) di Scania, Swedia Selatan.
Para mahasiswa dan mahasiswi dari Universitas Lund menampilkan tarian Burung Enggang yang dinamis untuk memukau penonton. Selain itu, para mahasiswa lainnya menyanyikan lagu Cik-Cik Periuk dan Ampar-Ampar Pisang sambil diiringi permainan piano.
Menurut keterangan KBRI Stockholm, para penonton yang hadir dalam kegiatan peringatan Hari Bumi itu menyatakan kekagumannya terhadap acara Sounds and Stories from Borneo.
"Program yang sangat bagus, musiknya bagus juga tari-tariannya memukau. Saya sangat menikmati," kata Simon Olsson (30), seorang pria asli Swedia.
Acara itu ditutup dengan tarian Manari Manasai yang diikuti oleh para penonton dengan menari bersama berkeliling aula pertunjukan.
Acara peringatan Hari Bumi yang dihadiri oleh masyarakat Indonesia di Swedia itu diinisiasi oleh organisasi nirlaba, The Swedish Indonesia Bagus Association, atau disingkat Bagus, menurut keterangan KBRI Stockholm yang diterima di Jakarta, Senin.
Acara peringatan Hari Bumi itu bertajuk Stories and Sounds from Borneo dan berlangsung selama dua jam di Studiefrämjandet, yakni sebuah lembaga pendidikan Swedia yang telah lima tahun bekerja sama dengan Bagus.
"Masyarakat Dayak hidup di paru-paru dunia. Selama ribuan tahun mereka hidup secara harmonis dengan hutan. Karena itulah Bagus sangat antusias mempromosikan budaya Dayak," kata Ketua Bagus, Hans Hansson.
Dalam acara Hari Bumi itu, sembilan anak berusia 5 -13 tahun dari organisasi Bagus membawakan tarian Gantar.
Mereka adalah anak-anak warga Indonesia yang sedang mengikuti orang tuanya bekerja dan bersekolah di Swedia, anak-anak campuran Indonesia-Swedia, serta anak-anak yang berasal dari negara lain.
Puncak acara tu adalah penampilan musik Sape oleh Laetania Belai Djandam, yakni seorang mahasiswi Indonesia berusia 20 tahun yang sedang menempuh pendidikan Kesehatan Masyarakat di Universitas Sheffield, Inggris.
Belai memainkan lagu Lan e dan Leleng yang diiringi tarian oleh seorang anggota Bagus bernama Amra Crupic.
Selanjutnya, Belai -- gadis Dayak yang aktif dalam organisasi Climate Reality Indonesia -- bercerita tentang kondisi hutan Kalimantan dulu dan kini, serta berbagi tentang cara dan upaya seharusnya dalam melindungi hutan tropis di Kalimantan.
Belai yang masih belia itu terlihat tak kuasa menahan air matanya saat menceritakan kondisi hutan dan ancaman kerusakan lingkungan tempat tinggal masyarakat Dayak.
Dalam acara itu, Bagus juga bekerja sama dengan para mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam persatuan pelajar Indonesia (PPI) di Scania, Swedia Selatan.
Para mahasiswa dan mahasiswi dari Universitas Lund menampilkan tarian Burung Enggang yang dinamis untuk memukau penonton. Selain itu, para mahasiswa lainnya menyanyikan lagu Cik-Cik Periuk dan Ampar-Ampar Pisang sambil diiringi permainan piano.
Menurut keterangan KBRI Stockholm, para penonton yang hadir dalam kegiatan peringatan Hari Bumi itu menyatakan kekagumannya terhadap acara Sounds and Stories from Borneo.
"Program yang sangat bagus, musiknya bagus juga tari-tariannya memukau. Saya sangat menikmati," kata Simon Olsson (30), seorang pria asli Swedia.
Acara itu ditutup dengan tarian Manari Manasai yang diikuti oleh para penonton dengan menari bersama berkeliling aula pertunjukan.