Jakarta (ANTARA) - Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menekankan pentingnya mengarahkan kebijakan untuk mengoptimalkan diversifikasi sistem pangan nasional yang dapat berkontribusi kepada peningkatan status gizi masyarakat.
"Sementara pertanian domestik di Indonesia menghadapi tantangan dalam memproduksi pangan yang terdiversifikasi dalam jumlah yang cukup, impor masih terbatas. Selain itu, pilihan dan akses terhadap makanan yang terjangkau, bergizi, dan berkualitas masih terbatas untuk sebagian besar penduduk Indonesia," kata Felippa Amanta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, transformasi sistem pangan dibutuhkan untuk dapat berkontribusi pada peningkatan status gizi masyarakat. Transformasi sistem pangan perlu memperhatikan keragaman pangan, mutu, keterjangkauan, serta keberlanjutan produksi pertanian.
Terlepas dari kemajuan yang signifikan, ia mengingatkan Indonesia menghadapi beban tiga kali lipat dari malnutrisi, meningkatnya tingkat obesitas, dan tingkat kekurangan zat gizi mikro yang tinggi. Salah satu faktor penentunya adalah tidak terjangkaunya pola makan sehat.
Ia mengingatkan harga pangan juga masih dinilai relatif tinggi di Indonesia dan rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk makanan adalah 56 persen dari total pengeluaran. Rumah tangga berpenghasilan rendah bahkan menghabiskan 64 persen pendapatannya untuk makanan, proporsi yang sangat tinggi.
"Konsumsi makanan masyarakat Indonesia masih didominasi oleh karbohidrat dan semakin banyak makanan ultra-processed yang diproduksi dan dikonsumsi. Konsumsi buah, sayur dan makanan sumber hewani tergolong rendah. Artinya, meski orang sudah merasa kenyang, kebutuhan nutrisi yang optimal tidak terpenuhi," kata Felippa.
Disebutkan, kebijakan pangan dalam negeri, termasuk pembatasan impor, telah berkontribusi membuat diet sehat yang tidak terjangkau. Berkurangnya daya beli masyarakat akibat pandemi COVID-19 semakin mengurangi keterjangkauan mereka pada pangan yang sehat.
Sebagaimana diwartakan Kementerian Pertanian (Kementan) mengedukasi masyarakat untuk melakukan diversifikasi pangan lokal di antaranya talas beneng, yang merupakan sumber pangan alternatif dan tumbuh subur sebagai tanaman liar maupun hasil budi daya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangannya yang diterima di Depok, Jabar, Senin (7/3), mengatakan Indonesia sangat kaya pangan lokal.
"Di Indonesia, semua daerah memiliki pangan lokal. Oleh karena itu, kita mengajak masyarakat memanfaatkan diversifikasi pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan pangan, termasuk memanfaatkan talas beneng," katanya.
Mentan menambahkan, tugas pihaknya adalah memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat dan kebutuhan pangan itu bisa dipenuhi dengan memaksimalkan diversifikasi pangan lokal.
"Sementara pertanian domestik di Indonesia menghadapi tantangan dalam memproduksi pangan yang terdiversifikasi dalam jumlah yang cukup, impor masih terbatas. Selain itu, pilihan dan akses terhadap makanan yang terjangkau, bergizi, dan berkualitas masih terbatas untuk sebagian besar penduduk Indonesia," kata Felippa Amanta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, transformasi sistem pangan dibutuhkan untuk dapat berkontribusi pada peningkatan status gizi masyarakat. Transformasi sistem pangan perlu memperhatikan keragaman pangan, mutu, keterjangkauan, serta keberlanjutan produksi pertanian.
Terlepas dari kemajuan yang signifikan, ia mengingatkan Indonesia menghadapi beban tiga kali lipat dari malnutrisi, meningkatnya tingkat obesitas, dan tingkat kekurangan zat gizi mikro yang tinggi. Salah satu faktor penentunya adalah tidak terjangkaunya pola makan sehat.
Ia mengingatkan harga pangan juga masih dinilai relatif tinggi di Indonesia dan rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk makanan adalah 56 persen dari total pengeluaran. Rumah tangga berpenghasilan rendah bahkan menghabiskan 64 persen pendapatannya untuk makanan, proporsi yang sangat tinggi.
"Konsumsi makanan masyarakat Indonesia masih didominasi oleh karbohidrat dan semakin banyak makanan ultra-processed yang diproduksi dan dikonsumsi. Konsumsi buah, sayur dan makanan sumber hewani tergolong rendah. Artinya, meski orang sudah merasa kenyang, kebutuhan nutrisi yang optimal tidak terpenuhi," kata Felippa.
Disebutkan, kebijakan pangan dalam negeri, termasuk pembatasan impor, telah berkontribusi membuat diet sehat yang tidak terjangkau. Berkurangnya daya beli masyarakat akibat pandemi COVID-19 semakin mengurangi keterjangkauan mereka pada pangan yang sehat.
Sebagaimana diwartakan Kementerian Pertanian (Kementan) mengedukasi masyarakat untuk melakukan diversifikasi pangan lokal di antaranya talas beneng, yang merupakan sumber pangan alternatif dan tumbuh subur sebagai tanaman liar maupun hasil budi daya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangannya yang diterima di Depok, Jabar, Senin (7/3), mengatakan Indonesia sangat kaya pangan lokal.
"Di Indonesia, semua daerah memiliki pangan lokal. Oleh karena itu, kita mengajak masyarakat memanfaatkan diversifikasi pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan pangan, termasuk memanfaatkan talas beneng," katanya.
Mentan menambahkan, tugas pihaknya adalah memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat dan kebutuhan pangan itu bisa dipenuhi dengan memaksimalkan diversifikasi pangan lokal.