Mataram (ANTARA) - Pernah dengar kisah Nabi Musa AS, dengan mukjizatnya membelah laut untuk menyelamatkan umatnya?. Kira-kira seperti itulah kondisi jalan menuju Pulau Bungin di Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Bungin bermakna pasir putih yang muncul di tengah lautan. Nama yang cocok untuk sebuah pulau yang muncul di tengah lautan.
Untuk sampai ke Pulau Bungin, membutuhkan waktu sekitar enam jam dari Kota Mataram, termasuk perjalanan menyeberang dari Pelabuhan Kayangan, Pulau Lombok, menuju Pelabuhan Poto Tano, Pulau Sumbawa.
"Setelah sampai ke Pelabuhan Poto Tano, kita tinggal melanjutkan perjalan darat sekitar 1-1,5 jam menuju Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa," kata Balqis salah seorang wisatawan dari Jakarta.
Salah satu keunikan dan yang membuat penasaran ke Pulau Bungin ini adalah, melintasi jalan "terbelah" sepanjang sekitar tiga kilometer menuju pulau tersebut yang menjadi ikon bagi Pulau Bungin.
""Sungguh luar menakjubkan," kata Balqis spontan melihat jalan yang menghubungkan daratan Pulau Sumbawa dengan Pulau Bungin.
"Ini seperti cerita Nabi Musa AS, yang membelah lautan," katanya sambil memandang takjub.
Restoran apung
Jalan penghubung ke Pulau Bungin memang tidak seperti lokasi-lokasi lainnya, dimana pemerintah membangun jembatan untuk membuat akses jalan dari satu wilayah ke wilayah lain, namun untuk ke Pulau Bungin ini, pemerintah setempat membendung dua sisi lautan (seperti terbelah) untuk membuat jalan.
Sebelumnya, untuk menuju Pulau Bungin masyarakat dan wisatawan harus naik perahu sekitar 15-20 menit. Namun kini, masyarakat bisa mengakses jalan tersebut dengan kendaraan apapun karena lebar jalan sekitar 15 meter.
Meskipun kondisi jalan belum di hotmix, namun keberadaan jalan tersebut bisa mempercepat akses masyarakat untuk menjualbelikan hasil tangkapan laut mereka sehingga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Apalagi, hampir semua penduduk di pulau ini berprofesi sebagai nelayan dan mereka menempati rumah panggung, sebagai ciri khas penduduk yang berada di pesisir.
Pulau Bungin merupakan pulau terpencil dengan luas wilayah sekitar 8,5 hektar, namun pulau ini diklaim menjadi pulau terpadat sebab dengan luas wilayah tersebut jumlah penduduknya mencapai sekitar 5.000 jiwa (data BPS 2014).
Di sisi lain, wisatawan perlu tahu bahwa di Pulau Bungin ada sebuah restoran apung yang menyajikan berbagai kuliner khas menu laut (seafood) mulai dari ikan, lobster, cumi, udang, kerang dan lainnya yang masih segar.
Uniknya lagi, wisatawan bisa memilih langsung jenis makanan laut yang akan dikonsumsi, dengan mengambil langsung dari tambak yang ada di areal Resto Apung Pulau Bungin.
Jadi pedagang tinggal memasak makanan laut yang sudah dipilih pengunjung sesuai selera yang diinginkan.
Minim fasilitas umum
Tapi satu tips untuk wisatawan yang akan berwisata kuliner ke Restoran Apung Pulau Bungin, harus datang sebelum pukul 17.00 WITA. Jika lewat dari itu, pemilik restoran tidak bisa menerima tamu lantaran khawatir sampai malam.
Restoran apung yang telah buka sejak hampir dua tahun itu, belum memiliki fasilitas listrik sehingga mereka tidak bisa menerima tamu sampai malam.
"Untuk menuju restoran apung, kita menyeberang sekitar 10 menit menggunakan perahu pemilik resto. Jadi fasilitas perahu ini diberikan gratis," kata Balqis.
Namun demikian, pengunjung lainnya Intan menyayangkan minimnya fasilitas di umum di Pulau Bungin. Salah satunya fasilitas toilet umum.
"Toiletnya ada, tapi sayang tidak terawat dan semuanya rusak," katanya.
Toliet umum ini berada persis di dermaga penyeberangan wisatawan ke Restoran Apung Pulau Bungin, yang juga dimanfaatkan oleh warga secara umum.
Mestinya, fasilitas lima unit toilet umum itu bisa dipelihara dengan baik agar dapat dimanfaatkan baik untuk wisatawan maupun warga sekitar.
Sementara seorang warga di Pulau Bungin Tison Sahabuddin berharap untuk pengembangan di Pulau Bungin, pemerintah bisa serius memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar warga.
"Kebutuhan dasar terkait menyangkut hidup orang banyak, seperti ketersediaan air bersih, penataan sanitasi, dan kebersihan lingkungan," katanya.
Apalagi, katanya, Nusa Tenggara Barat saat ini sudah cukup terkenal setelah adanya Pertamina Mandalika Sirkuit. Harapannya, saat MotoGP berlangsung pada 20 Maret 2022, warga Pulau Bungin bisa kena dampak peningkatan kemakmuran.
"Kita berharap pemerintah bisa 'menyetir' tamu Moto GP, yang dikoordinir perusahaan perjalanan untuk datang ke Pulau Bungin dan sekitarnya. Insyaa Allah, masyarakat siap," katanya.
Menurut Tison yang juga menjadi Ketua Kelompok Budidaya Ikan Pulau Bungin, air bersih di Pulau Bungin disuplai dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dengan titik sentra dari Alas.
Jaringan instalasi pipa bawah tanah memang sudah ada, hanya saja airnya masih minim bahkan kadang ada dan tidak.
"Karena itu, kita sangat berharap ada keseriusan pemerintah secara permanen terhadap ketersediaan air bersih untuk kami di pulau ini," kata
Sementara kebutuhan jangka panjang, kata Tison, jika pemerintah serius menjadikan Pulau Bungin sebagai salah satu destinasi wisata maka berbagai masalah kebutuhan dasar itu harus dipenuhi dengan baik.
Begitu juga dengan pengentasan kemiskinan, perluasan wilayah serta peningkatan kesejahteraan nelayan.
Karena, hakikat dari pengembangan wisata itu untuk masyarakat setempat agar mereka tidak menjadi penonton di rumah sendiri.*
Bungin bermakna pasir putih yang muncul di tengah lautan. Nama yang cocok untuk sebuah pulau yang muncul di tengah lautan.
Untuk sampai ke Pulau Bungin, membutuhkan waktu sekitar enam jam dari Kota Mataram, termasuk perjalanan menyeberang dari Pelabuhan Kayangan, Pulau Lombok, menuju Pelabuhan Poto Tano, Pulau Sumbawa.
"Setelah sampai ke Pelabuhan Poto Tano, kita tinggal melanjutkan perjalan darat sekitar 1-1,5 jam menuju Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa," kata Balqis salah seorang wisatawan dari Jakarta.
Salah satu keunikan dan yang membuat penasaran ke Pulau Bungin ini adalah, melintasi jalan "terbelah" sepanjang sekitar tiga kilometer menuju pulau tersebut yang menjadi ikon bagi Pulau Bungin.
""Sungguh luar menakjubkan," kata Balqis spontan melihat jalan yang menghubungkan daratan Pulau Sumbawa dengan Pulau Bungin.
"Ini seperti cerita Nabi Musa AS, yang membelah lautan," katanya sambil memandang takjub.
Restoran apung
Jalan penghubung ke Pulau Bungin memang tidak seperti lokasi-lokasi lainnya, dimana pemerintah membangun jembatan untuk membuat akses jalan dari satu wilayah ke wilayah lain, namun untuk ke Pulau Bungin ini, pemerintah setempat membendung dua sisi lautan (seperti terbelah) untuk membuat jalan.
Sebelumnya, untuk menuju Pulau Bungin masyarakat dan wisatawan harus naik perahu sekitar 15-20 menit. Namun kini, masyarakat bisa mengakses jalan tersebut dengan kendaraan apapun karena lebar jalan sekitar 15 meter.
Meskipun kondisi jalan belum di hotmix, namun keberadaan jalan tersebut bisa mempercepat akses masyarakat untuk menjualbelikan hasil tangkapan laut mereka sehingga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Apalagi, hampir semua penduduk di pulau ini berprofesi sebagai nelayan dan mereka menempati rumah panggung, sebagai ciri khas penduduk yang berada di pesisir.
Pulau Bungin merupakan pulau terpencil dengan luas wilayah sekitar 8,5 hektar, namun pulau ini diklaim menjadi pulau terpadat sebab dengan luas wilayah tersebut jumlah penduduknya mencapai sekitar 5.000 jiwa (data BPS 2014).
Di sisi lain, wisatawan perlu tahu bahwa di Pulau Bungin ada sebuah restoran apung yang menyajikan berbagai kuliner khas menu laut (seafood) mulai dari ikan, lobster, cumi, udang, kerang dan lainnya yang masih segar.
Uniknya lagi, wisatawan bisa memilih langsung jenis makanan laut yang akan dikonsumsi, dengan mengambil langsung dari tambak yang ada di areal Resto Apung Pulau Bungin.
Jadi pedagang tinggal memasak makanan laut yang sudah dipilih pengunjung sesuai selera yang diinginkan.
Minim fasilitas umum
Tapi satu tips untuk wisatawan yang akan berwisata kuliner ke Restoran Apung Pulau Bungin, harus datang sebelum pukul 17.00 WITA. Jika lewat dari itu, pemilik restoran tidak bisa menerima tamu lantaran khawatir sampai malam.
Restoran apung yang telah buka sejak hampir dua tahun itu, belum memiliki fasilitas listrik sehingga mereka tidak bisa menerima tamu sampai malam.
"Untuk menuju restoran apung, kita menyeberang sekitar 10 menit menggunakan perahu pemilik resto. Jadi fasilitas perahu ini diberikan gratis," kata Balqis.
Namun demikian, pengunjung lainnya Intan menyayangkan minimnya fasilitas di umum di Pulau Bungin. Salah satunya fasilitas toilet umum.
"Toiletnya ada, tapi sayang tidak terawat dan semuanya rusak," katanya.
Toliet umum ini berada persis di dermaga penyeberangan wisatawan ke Restoran Apung Pulau Bungin, yang juga dimanfaatkan oleh warga secara umum.
Mestinya, fasilitas lima unit toilet umum itu bisa dipelihara dengan baik agar dapat dimanfaatkan baik untuk wisatawan maupun warga sekitar.
Sementara seorang warga di Pulau Bungin Tison Sahabuddin berharap untuk pengembangan di Pulau Bungin, pemerintah bisa serius memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar warga.
"Kebutuhan dasar terkait menyangkut hidup orang banyak, seperti ketersediaan air bersih, penataan sanitasi, dan kebersihan lingkungan," katanya.
Apalagi, katanya, Nusa Tenggara Barat saat ini sudah cukup terkenal setelah adanya Pertamina Mandalika Sirkuit. Harapannya, saat MotoGP berlangsung pada 20 Maret 2022, warga Pulau Bungin bisa kena dampak peningkatan kemakmuran.
"Kita berharap pemerintah bisa 'menyetir' tamu Moto GP, yang dikoordinir perusahaan perjalanan untuk datang ke Pulau Bungin dan sekitarnya. Insyaa Allah, masyarakat siap," katanya.
Menurut Tison yang juga menjadi Ketua Kelompok Budidaya Ikan Pulau Bungin, air bersih di Pulau Bungin disuplai dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dengan titik sentra dari Alas.
Jaringan instalasi pipa bawah tanah memang sudah ada, hanya saja airnya masih minim bahkan kadang ada dan tidak.
"Karena itu, kita sangat berharap ada keseriusan pemerintah secara permanen terhadap ketersediaan air bersih untuk kami di pulau ini," kata
Sementara kebutuhan jangka panjang, kata Tison, jika pemerintah serius menjadikan Pulau Bungin sebagai salah satu destinasi wisata maka berbagai masalah kebutuhan dasar itu harus dipenuhi dengan baik.
Begitu juga dengan pengentasan kemiskinan, perluasan wilayah serta peningkatan kesejahteraan nelayan.
Karena, hakikat dari pengembangan wisata itu untuk masyarakat setempat agar mereka tidak menjadi penonton di rumah sendiri.*