Palembang (ANTARA) - Budayawan bersama pencinta seni budaya di Palembang, Sumatera Selatan yang tergabung dalam Komunitas Budaya Batanghari Sembilan (Kobar 9) melakukan edukasi wisata sejarah dan budaya bagi masyarakat umum dan pelajar.
Budayawan Vebri Al-Lintani di Palembang, Senin, mengatakan dia bersama tim Kobar 9 beberapa hari ini melakukan kegiatan edukasi sejarah di kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) dan pertunjukan seni di stasiun LRT samping jembatan Ampera Palembang.
Dalam kegiatan edukasi sejarah itu dijelaskan mengenai seni dan budaya peninggalan zaman Kesultanan Palembang.
Kemudian digelar pertunjukan seni dan kunjungan ke situs makam pendiri kerajaan dan Kesultanan Palembang Darussalam yang merupakan jejak sejarah yang harus dijaga bersama.
Salah satu makam yang dikunjungi adalah makam Ki Gede Ing Suro.
Makam atau situs tersebut ditemukan oleh Belanda pada tahun 1934 setelah kemerdekaan ada jedah dan pengelolaannya diambil alih Balai Cagar Budaya yang belokasi di Jambi.
Ki Gede Ing Suro merupakan tokoh utama di balik berdirinya kerajaan atau Kesultanan Palembang.
Setelah wafat pada tahun 1587, beliau dimakamkan di sebuah daerah yang kini berada di Kelurahan I Ilir, Kota Palembang.
Setelah dimakamkan Ki Gede Ing Suro, di lokasi pemakaman itu berturut-turut dimakamkan para pembesar Demak dan keluarganya yang jumlahnya mencapai 38 makam.
Kompleks pemakaman Ki Gede Ing Suro berupa bangunan fondasi yang terdiri dari tiga bangunan utama.
Bangunan pertama memiliki luas 54 meter persegi, dengan tinggi 1,2 meter. Bangunan tersebut berdiri di atas dua lapik, lapik pertama berukuran 7 X 3,7 meter, lapik kedua berukuran 16 X 11 meter yang di atasnya berdiri batur dengan tangga masuk yang berada di sisi selatan.
Kemudian pada dinding batur terdapat panil berbentuk bujur sangkar berpola hias geometris, dan pada teras makam terdapat dua nisan dari kayu persegi pipih.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat mendukung pelestarian seni dan budaya agar ke depannya generasi muda menjadi lebih peduli akan sejarah nenek moyang mereka yang telah bersusah payah menorehkan sejarah berdiri Kota Palembang, serta bisa memetik pelajaran dari para pendiri untuk diterapkan dalam kehidupan sehari hari, kata Budayawan Vebri.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel Aufa Syahrizal mengatakan pihaknya mendukung kegiatan yang dilakukan Kobar 9 dan mengharapkan bisa diikuti oleh komunitas serta masyarakat lainnya.
Untuk melakukan edukasi wisata sejarah serta melestarikan seni budaya warisan leluhur memerlukan partisipasi dari semua pihak dan lapisan masyarakat karena pihaknya memiliki keterbatasan personel dan dana, ujar Kadisbudpar.
Budayawan Vebri Al-Lintani di Palembang, Senin, mengatakan dia bersama tim Kobar 9 beberapa hari ini melakukan kegiatan edukasi sejarah di kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) dan pertunjukan seni di stasiun LRT samping jembatan Ampera Palembang.
Dalam kegiatan edukasi sejarah itu dijelaskan mengenai seni dan budaya peninggalan zaman Kesultanan Palembang.
Kemudian digelar pertunjukan seni dan kunjungan ke situs makam pendiri kerajaan dan Kesultanan Palembang Darussalam yang merupakan jejak sejarah yang harus dijaga bersama.
Salah satu makam yang dikunjungi adalah makam Ki Gede Ing Suro.
Makam atau situs tersebut ditemukan oleh Belanda pada tahun 1934 setelah kemerdekaan ada jedah dan pengelolaannya diambil alih Balai Cagar Budaya yang belokasi di Jambi.
Ki Gede Ing Suro merupakan tokoh utama di balik berdirinya kerajaan atau Kesultanan Palembang.
Setelah wafat pada tahun 1587, beliau dimakamkan di sebuah daerah yang kini berada di Kelurahan I Ilir, Kota Palembang.
Setelah dimakamkan Ki Gede Ing Suro, di lokasi pemakaman itu berturut-turut dimakamkan para pembesar Demak dan keluarganya yang jumlahnya mencapai 38 makam.
Kompleks pemakaman Ki Gede Ing Suro berupa bangunan fondasi yang terdiri dari tiga bangunan utama.
Bangunan pertama memiliki luas 54 meter persegi, dengan tinggi 1,2 meter. Bangunan tersebut berdiri di atas dua lapik, lapik pertama berukuran 7 X 3,7 meter, lapik kedua berukuran 16 X 11 meter yang di atasnya berdiri batur dengan tangga masuk yang berada di sisi selatan.
Kemudian pada dinding batur terdapat panil berbentuk bujur sangkar berpola hias geometris, dan pada teras makam terdapat dua nisan dari kayu persegi pipih.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat mendukung pelestarian seni dan budaya agar ke depannya generasi muda menjadi lebih peduli akan sejarah nenek moyang mereka yang telah bersusah payah menorehkan sejarah berdiri Kota Palembang, serta bisa memetik pelajaran dari para pendiri untuk diterapkan dalam kehidupan sehari hari, kata Budayawan Vebri.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel Aufa Syahrizal mengatakan pihaknya mendukung kegiatan yang dilakukan Kobar 9 dan mengharapkan bisa diikuti oleh komunitas serta masyarakat lainnya.
Untuk melakukan edukasi wisata sejarah serta melestarikan seni budaya warisan leluhur memerlukan partisipasi dari semua pihak dan lapisan masyarakat karena pihaknya memiliki keterbatasan personel dan dana, ujar Kadisbudpar.