Palembang (ANTARA) - Pemerintah Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, mendorong petani menerapkan sistem resi gudang untuk memperkuat daya tawar menawar petani kopi serta menciptakan efisiensi dalam bisnis.
Wali Kota Pagaralam Alpian Maskoni di Pagaralam, Sabtu, mengatakan melalui sistem resi gudang ini petani bisa menunda penjualan kopi setelah panen sambil menunggu harga membaik dengan menyimpan hasil panen di gudang-gudang tertentu yang memenuhi persyaratan.
Dan apabila petani ingin melanjutkan kegiatan bercocok tanamnya, maka kebutuhan modal petani bisa dicukupi dengan adanya mekanisme pembiayaan dari perbankan dari sistem resi gudang ini.
"Sistem ini yang kami dorong untuk kesejahteraan petani, karena seperti diketahui komoditas kopi ini merupakan andalan Pagaralam," kata dia.
Sejauh ini, di Kota Pagaralam sudah berdiri kafe sekaligus resi gudang yang diinisiasi Koperasi Produsen Mandiri Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) Kota Pagaralam.
Kehadiran kafe dan resi gudang ini diharapkan memberikan dampak positif untuk lebih mempromosikan kopi Pagaralam.
Petani juga termotivasi untuk menjaga mutu produksinya agar kopi Pagaralam ini bisa naik kelas dari level dari kopi asalan (petik pelangi) menjadi kopi premium.
Untuk itu, ia mengajak semua pihak untuk terus bekerja sama guna meningkatkan berbagai sumber komoditas dan ekonomi bagi masyarakat serta memberikan dampak yang besar bagi kemajuan Kota Pagar Alam.
Saat ini harga kopi asal Pagaralam terus terkerek naik karena dipengaruhi tingginya permintaan seiring dengan semakin populernya kopi dari daerah ini.
Apalagi sejak meraih pengakuan internasional atas citarasa uniknya dalam ajang kontes kopi dunia AVPA (Agency for the Valorization of the Agricultural Products) Gourmet Product 2020 di Paris, Prancis.
Kristian Tri Purnomo (38), petani kopi setempat mengatakan, saat ini harga biji Kopi Pagaralam untuk petik pelangi Rp20.000 per kilogram atau naik dari Rp17.000 per kilogram-18.000 per kilogram. Sementara untuk petik merah seharga Rp34.000 per kilogram.
Dengan kenaikan harga ini terutama untuk biji kopi (green bean) petik merah, menurutnya, petani kopi semakin bersemangat untuk menyasar pasar ekspor biji kopi premium yang menawarkan harga lebih tinggi dibandingkan pasar lokal.
"Ada perbedaan yang cukup jauh sehingga saat ini banyak petani yang tertarik," kata dia.
Hanya saja, belum seluruh petani kopi di Pagaralam mau menjual produk premiun lantaran mereka harus mengubah kebiasaan dalam kegiatan setelah panen.
Pembeli menerapkan aturan yang cukup ketat terkait kegiatan usai panen ini mengingat produk biji kopi ini akan diekspor ke luar negeri.
Abdurahman Are, petani kopi lainnya, mengatakan biasanya dalam dua pekan, petani sudah mendapatkan uang dari pengepul, kini dengan metode pengolahan setelah panen secara higienis itu maka mereka harus menunggu hingga 30 hari.
"Masih banyak yang belum mau berubah, tapi sudah banyak juga yang mau ikut karena harganya lebih mahal," kata dia.
Wali Kota Pagaralam Alpian Maskoni di Pagaralam, Sabtu, mengatakan melalui sistem resi gudang ini petani bisa menunda penjualan kopi setelah panen sambil menunggu harga membaik dengan menyimpan hasil panen di gudang-gudang tertentu yang memenuhi persyaratan.
Dan apabila petani ingin melanjutkan kegiatan bercocok tanamnya, maka kebutuhan modal petani bisa dicukupi dengan adanya mekanisme pembiayaan dari perbankan dari sistem resi gudang ini.
"Sistem ini yang kami dorong untuk kesejahteraan petani, karena seperti diketahui komoditas kopi ini merupakan andalan Pagaralam," kata dia.
Sejauh ini, di Kota Pagaralam sudah berdiri kafe sekaligus resi gudang yang diinisiasi Koperasi Produsen Mandiri Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) Kota Pagaralam.
Kehadiran kafe dan resi gudang ini diharapkan memberikan dampak positif untuk lebih mempromosikan kopi Pagaralam.
Petani juga termotivasi untuk menjaga mutu produksinya agar kopi Pagaralam ini bisa naik kelas dari level dari kopi asalan (petik pelangi) menjadi kopi premium.
Untuk itu, ia mengajak semua pihak untuk terus bekerja sama guna meningkatkan berbagai sumber komoditas dan ekonomi bagi masyarakat serta memberikan dampak yang besar bagi kemajuan Kota Pagar Alam.
Saat ini harga kopi asal Pagaralam terus terkerek naik karena dipengaruhi tingginya permintaan seiring dengan semakin populernya kopi dari daerah ini.
Apalagi sejak meraih pengakuan internasional atas citarasa uniknya dalam ajang kontes kopi dunia AVPA (Agency for the Valorization of the Agricultural Products) Gourmet Product 2020 di Paris, Prancis.
Kristian Tri Purnomo (38), petani kopi setempat mengatakan, saat ini harga biji Kopi Pagaralam untuk petik pelangi Rp20.000 per kilogram atau naik dari Rp17.000 per kilogram-18.000 per kilogram. Sementara untuk petik merah seharga Rp34.000 per kilogram.
Dengan kenaikan harga ini terutama untuk biji kopi (green bean) petik merah, menurutnya, petani kopi semakin bersemangat untuk menyasar pasar ekspor biji kopi premium yang menawarkan harga lebih tinggi dibandingkan pasar lokal.
"Ada perbedaan yang cukup jauh sehingga saat ini banyak petani yang tertarik," kata dia.
Hanya saja, belum seluruh petani kopi di Pagaralam mau menjual produk premiun lantaran mereka harus mengubah kebiasaan dalam kegiatan setelah panen.
Pembeli menerapkan aturan yang cukup ketat terkait kegiatan usai panen ini mengingat produk biji kopi ini akan diekspor ke luar negeri.
Abdurahman Are, petani kopi lainnya, mengatakan biasanya dalam dua pekan, petani sudah mendapatkan uang dari pengepul, kini dengan metode pengolahan setelah panen secara higienis itu maka mereka harus menunggu hingga 30 hari.
"Masih banyak yang belum mau berubah, tapi sudah banyak juga yang mau ikut karena harganya lebih mahal," kata dia.