Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Akibat ekspor ilegal benur lobster laut yang dilakukan oknum pengepul benur di Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat mengakibatkan negara merugi hingga ratusan juta rupiah setiap minggunya.
"Dari hasil pemeriksaan terhadap dua tersangka yang merupakan pegawai dari pengepul benur lobster laut H dan A yang ditangkap di wilayah Kecamatan Surade, setiap hari sedikitnya seribu ekor benur yang diselundupkan ke luar negeri atau rata-rata 7 ribu ekor benur," kata Kapolres Sukabumi AKBP Dedy Darmawansyah Nawiputra, di Sukabumi, Minggu.
Selain itu, sesuai keterangan dari RN dan RA tersangka lainnya yang ditangkap di wilayah Kecamatan Ciemas, kepada penyidik mengaku setiap ekor benur lobster jenis mutiara dihargai Rp13 ribu dan untuk jenis pasir Rp9 ribu.
Menurut Dedy, jika dikalkulasikan dampak dari bisnis ilegal ini negara merugi setiap pekannya mencapai ratusan juta rupiah. Ini baru dari kasus yang berhasil diungkap oleh jajarannya, belum ditambah kasus serupa yang belum terungkap.
Jika penjualan benur secara ilegal ini tidak dihentikan atau dicegah, maka kerugian negara akan terus bertambah besar dan dampak lainnya populasi sumber daya laut bernilai ekonomi tinggi ini terus berkurang, bahkan tidak menutup kemungkinan akan habis akibat penangkapan liar.
Karena itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar membantu kepolisian dalam mengungkap bisnis ilegal penjualan benur lobster laut ke luar negeri. Selain itu, Polres Sukabumi masih terus mengembangkan kasus penangkapan liar dan penjualan ilegal bayi lobster ini.
"Keberadaan benur lobster ini harus dijaga, agar masyarakat khususnya nelayan bisa memanfaatkan sumber daya laut tersebut secara berkesinambungan," ujarnya pula.
Ia mengatakan dasar hukum penangkapan empat tersangka dengan rincian masing-masing dua tersangka ditangkap di Kecamatan Surade dan Ciemas pada kasus penjualan ilegal benur lobster, yakni Imbauan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Nomor 523 Tahun 2020 tanggal 30 November tentang Imbauan Tidak Menangkap Benur untuk Ekspor.
"Keempatnya terancama hukuman kurungan penjara maksimal delapan tahun, dan kami pun saat ini masih memburu pelaku atau otak dari bisnis ilegal tersebut," katanya lagi.
"Dari hasil pemeriksaan terhadap dua tersangka yang merupakan pegawai dari pengepul benur lobster laut H dan A yang ditangkap di wilayah Kecamatan Surade, setiap hari sedikitnya seribu ekor benur yang diselundupkan ke luar negeri atau rata-rata 7 ribu ekor benur," kata Kapolres Sukabumi AKBP Dedy Darmawansyah Nawiputra, di Sukabumi, Minggu.
Selain itu, sesuai keterangan dari RN dan RA tersangka lainnya yang ditangkap di wilayah Kecamatan Ciemas, kepada penyidik mengaku setiap ekor benur lobster jenis mutiara dihargai Rp13 ribu dan untuk jenis pasir Rp9 ribu.
Menurut Dedy, jika dikalkulasikan dampak dari bisnis ilegal ini negara merugi setiap pekannya mencapai ratusan juta rupiah. Ini baru dari kasus yang berhasil diungkap oleh jajarannya, belum ditambah kasus serupa yang belum terungkap.
Jika penjualan benur secara ilegal ini tidak dihentikan atau dicegah, maka kerugian negara akan terus bertambah besar dan dampak lainnya populasi sumber daya laut bernilai ekonomi tinggi ini terus berkurang, bahkan tidak menutup kemungkinan akan habis akibat penangkapan liar.
Karena itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar membantu kepolisian dalam mengungkap bisnis ilegal penjualan benur lobster laut ke luar negeri. Selain itu, Polres Sukabumi masih terus mengembangkan kasus penangkapan liar dan penjualan ilegal bayi lobster ini.
"Keberadaan benur lobster ini harus dijaga, agar masyarakat khususnya nelayan bisa memanfaatkan sumber daya laut tersebut secara berkesinambungan," ujarnya pula.
Ia mengatakan dasar hukum penangkapan empat tersangka dengan rincian masing-masing dua tersangka ditangkap di Kecamatan Surade dan Ciemas pada kasus penjualan ilegal benur lobster, yakni Imbauan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Nomor 523 Tahun 2020 tanggal 30 November tentang Imbauan Tidak Menangkap Benur untuk Ekspor.
"Keempatnya terancama hukuman kurungan penjara maksimal delapan tahun, dan kami pun saat ini masih memburu pelaku atau otak dari bisnis ilegal tersebut," katanya lagi.