Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakomodasi kebutuhan sektor industri dan komersial untuk memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan pemerintah telah memfasilitasi klausul penurunan biaya paralel kapasitas untuk pelanggan industri dari 40 jam menjadi lima jam per bulan yang telah diberlakukan sejak 2019.
"Peran berbagai pihak termasuk sektor komersial dan industri sangat penting untuk pencapaian target iklim Indonesia, sekaligus mendorong daya saing operasi dan produk yang hijau," katanya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa sektor komersial dan industri akan menghadapi tantangan global ke depan, terutama bila diterapkan carbon border tax oleh Uni Eropa pada 2026.
Menurut dia, ekonomi ke depan akan tumbuh ke arah yang lebih hijau didukung dengan green industry.
Saat ini, RUPTL memuat 51 persen pembangkit yang akan dibangun adalah pembangkit energi baru terbarukan (EBT). "Dalam masa transisi, industri didorong untuk mengimbangkan dengan penggunaan PLTS atap," ujar Chrisnawan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM hingga Agustus 2021 terdapat 4.133 pengguna PLTS atap di berbagai sektor dengan total kapasitas 36,74 megawatt peak (MWp).
Jawa Barat sebagai provinsi dengan memiliki kapasitas daya terbesar pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di Indonesia yakni mencapai 9,02 MWp.
Setelah Jawa Barat, empat provinsi penyumbang energi surya terbesar adalah Jakarta Raya 7,27 MWp, Jawa Tengah dan Yogyakarta 5,88 MWp, Jawa Timur 4,80 MWp, dan Banten 2,37 MWp.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan sektor industri dan komersial dapat mengidentifikasi kebutuhan dan strategi melaksanakan transisi energi dengan memiliki peta jalan transisi energi untuk bisa mewujudkan upaya dekarbonisasi dan pengendalian iklim.
"Termasuk pemanfaatan PLTS atap dan mendorong kolaborasi dan sinergi berbagai pihak sehingga terciptanya rantai pasok untuk menghasilkan green product yang kompetitif," terang Fabby.
Di Indonesia, daerah yang aktif mendorong sektor industri dan komersial untuk terlibat aktif dalam pemanfaatan energi surya adalah Jawa Tengah.
Pada 2019 lalu, pemerintah setempat telah mendeklarasikan Central Java Solar Province. Hingga pertengahan September 2021, kapasitas PLTS terpasang dari sektor komersial dan industri mencapai 4,3 MWp dari total kapasitas terpasang 8,8 MWp atau setara 48 persen.
Paket kebijakan dan regulasi yang mendukung juga telah disiapkan, di antaranya Rencana Umum Energi Daerah (RUED), Rencana Strategis Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, dan Surat Edaran Gubernur untuk pemanfaatan PLTS atap di bangunan pemerintah, publik, komersial, dan industri.
"Permintaan pasar karena tuntutan global untuk menurunkan emisi gas rumah kaca efektif untuk mendorong sektor industri menuju industri hijau yang menggunakan sumber energi terbarukan," pungkas Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan pemerintah telah memfasilitasi klausul penurunan biaya paralel kapasitas untuk pelanggan industri dari 40 jam menjadi lima jam per bulan yang telah diberlakukan sejak 2019.
"Peran berbagai pihak termasuk sektor komersial dan industri sangat penting untuk pencapaian target iklim Indonesia, sekaligus mendorong daya saing operasi dan produk yang hijau," katanya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa sektor komersial dan industri akan menghadapi tantangan global ke depan, terutama bila diterapkan carbon border tax oleh Uni Eropa pada 2026.
Menurut dia, ekonomi ke depan akan tumbuh ke arah yang lebih hijau didukung dengan green industry.
Saat ini, RUPTL memuat 51 persen pembangkit yang akan dibangun adalah pembangkit energi baru terbarukan (EBT). "Dalam masa transisi, industri didorong untuk mengimbangkan dengan penggunaan PLTS atap," ujar Chrisnawan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM hingga Agustus 2021 terdapat 4.133 pengguna PLTS atap di berbagai sektor dengan total kapasitas 36,74 megawatt peak (MWp).
Jawa Barat sebagai provinsi dengan memiliki kapasitas daya terbesar pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di Indonesia yakni mencapai 9,02 MWp.
Setelah Jawa Barat, empat provinsi penyumbang energi surya terbesar adalah Jakarta Raya 7,27 MWp, Jawa Tengah dan Yogyakarta 5,88 MWp, Jawa Timur 4,80 MWp, dan Banten 2,37 MWp.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan sektor industri dan komersial dapat mengidentifikasi kebutuhan dan strategi melaksanakan transisi energi dengan memiliki peta jalan transisi energi untuk bisa mewujudkan upaya dekarbonisasi dan pengendalian iklim.
"Termasuk pemanfaatan PLTS atap dan mendorong kolaborasi dan sinergi berbagai pihak sehingga terciptanya rantai pasok untuk menghasilkan green product yang kompetitif," terang Fabby.
Di Indonesia, daerah yang aktif mendorong sektor industri dan komersial untuk terlibat aktif dalam pemanfaatan energi surya adalah Jawa Tengah.
Pada 2019 lalu, pemerintah setempat telah mendeklarasikan Central Java Solar Province. Hingga pertengahan September 2021, kapasitas PLTS terpasang dari sektor komersial dan industri mencapai 4,3 MWp dari total kapasitas terpasang 8,8 MWp atau setara 48 persen.
Paket kebijakan dan regulasi yang mendukung juga telah disiapkan, di antaranya Rencana Umum Energi Daerah (RUED), Rencana Strategis Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, dan Surat Edaran Gubernur untuk pemanfaatan PLTS atap di bangunan pemerintah, publik, komersial, dan industri.
"Permintaan pasar karena tuntutan global untuk menurunkan emisi gas rumah kaca efektif untuk mendorong sektor industri menuju industri hijau yang menggunakan sumber energi terbarukan," pungkas Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko.