Sumatera Selatan (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membantah keterangan terdakwa Juarsah (Bupati Muara Enim nonaktif) yang menyatakan dirinya tidak pernah menerima uang suap dari 16 paket proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) daerah itu.
Terdakwa Juarsah membantah keterangan keterangan saksi dalam sidang lanjutan secara langsung yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sahlan Efendi di Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, Kamis.
Ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi Asri Irawan di Palembang, Kamis, mengatakan, pihaknya tetap mengacu pada dakwaan dan keterangan saksi yang mengatakan terdakwa Juarsah turut menerima sejumlah dana dari 16 paket proyek untuk kepentingan pribadinya.
“Sikap kami tetap kokoh pada dakwaan dan keterangan saksi,”kata dia.
Dalam sidang tersebut JPU kembali menghadirkan dua orang saksi yakni, tenaga honorer Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Hendri Oktariansyah dan Manager PT Indo Paser Beton Rahmadi.
Dihadapan majelis hakim mereka memberikan keterangan yang membenarkan Juarsah ikut terima sejumlah uang dari pembagian dana 16 paket proyek pembuatan jalan.
Hendri Oktariansyah bersaksi, bahwa dia pernah bersama dengan Elfin Muchtar (mantan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen PUPR Kabupaten Muara Enim) mengantarkan uang untuk Juarsah.
“Uang dibungkus dalam paperback (kantong kertas) usai dari rumah pak Ramlan Suryadi,” kata dia.
Lalu saksi Rahmadi juga mengungkapkan, ia pernah diperintahkan oleh Robi Okta Fahlefi (kontraktor pemegang tender proyek) yang merupakan atasannya untuk memberikan uang kepada Juarsah.
“Selain kasih ke Ahmad Yani (terpidana) yang masih menjabat sebagai bupati, juga diperintahkan oleh Robi kasih uang ke Juarsah selaku Wakil Bupati,” ujarnya.
Sebab, menurut Rahmadi, atasanya menginginkan tidak ada kecemburuan diantara keduanya.
“Saya berikan sejumlah uang supaya Juarsah tidak menjadi duri dalam daging,” ungkapnya dalam persidangan.
Namun, Juarsah membantah semua keterangan saksi tersebut dengan ngatakan sama sekali tidak menerima uang yang dimaksud.
“Saya merasa tidak terlibat dalam kasus ini, kalau ia kenapa pada saat OTT lalu saya tidak langsung ditangkap,” kilahnya.
Pada sidang sebelumnya dengan agenda yang sama, saksi Ramlan Suryadi juga menyampaikan bahwa Juarsa menerima uang bahkan mengungkap uang yang diberikan untuk keperluan pencalonan dewan legislatif Istri dan anak terdakwa.
“Pernah yang mulia dia bilang butuh uang untuk anak dan istri maju caleg, tapi tidak disebutkan berapa, pada saat itu saya bilang sama Elfin bantulah terdakwa juarsah. Menurut pak Elfin terdakwa sudah menerima Rp4 miliar,” ungkapnya dalam persidangan.
Dalam kasus tersebut terpidana Robi Okta Fahlefi memberikan 35 ribu dolar kepada Elfin. Lalu untuk terdakwa Juarsah selaku Wakil Bupati Muara Enim Rp4 miliar ada tambahan Rp6 miliar jadi total Rp10 milar.
“Pak Elvin bilang ke saya digenapkan Rp10 miliar itu permintaan Juarsah, saya sampaikan ke Elfin atur saja sedangkan yang tersisa dari dana realisasi itu baru Rp4 milar kata Elvin, 10 miliar itu jatah untuk setahun tapi belum genap Rp10 miliar ada operasi tanggkap tangan (OTT) KPK 2018 lalu,” ujarnya.
Dari pengakuan saksi-saksi tersebut satu sama lain saling berkaitan dan memberatkan terdakwa Juarsah, Majelis Hakim menutup jalannya sidang dan menerima semua kesaksian tersebut sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan saksi dan ahli.
Adapun kasus terungkap saat KPK melakukan operasi tangkap tanggan (OTT) terhadap Ahmad Yani mantan Bupati Kabupaten Muara Enim 2018-2019 dan diiringi oleh enam orang terpidana lainnya yaitu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim Ramlan Suryadi, Ketua Badan Pendapatan Daerah Rinaldo dan Ketua Proyek Ilham Sudiono, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen PU PR Muara Enim Elfin Muchtar, dan Robi Okta Fahlefi pemenang tender 16 proyek dan Ketua DPRD Muara Enim Aries HB.
Mereka dinyatakan bersalah dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Setalah pengembagan terhadap kasus tersebut KPK juga menangkap Bupati Kabupaten Muara Enim (non aktif) Juarsah tepat 66 hari pasca dilantik definitif oleh Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, yang saat ini sedang diadili atas perbuatannya.
Atas keterlibatan dua orang Bupati Muara Enim dalam kasus ini, tampuk kepemimpinan pemerintahan Kabupaten tersebut dipengang oleh penjabat Bupati Nasrun Umar sejak, Selasa (11/5) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri.