Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan perdagangan online lintas negara menjadi peluang dan ancaman tersendiri bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri.
Kendati perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) tidak bisa dielakkan di tengah era global saat ini, ia menilai disrupsi tersebut seharusnya bisa memberi keuntungan, serta mendorong terobosan-terobosan baru guna menciptakan pelaku usaha yang tangguh.
"Jadi sama (punya peluang dan ancaman). Contoh opportunity (peluang), dari Rp4.600 triliun perdagangan makanan dan minuman di Indonesia, yang online baru (tergarap) Rp18 triliun. Artinya peluangnya besar sekali. Disrupsi teknologi jadi sesuatu yang tidak bisa dielakkan," katanya dalam Dialog KADIN dan Shopee Indonesia - UMKM Indonesia Menuju Pasar Global yang digelar secara virtual, Senin.
Mendag mencontohkan, di tengah panen semangka di suatu daerah di Indonesia, ada pelaku UMKM yang memanfaatkannya untuk bisa mengekspor buah tersebut ke Uni Emirat Arab (UEA) yang tengah mengalami musim panas.
"Dia tahu semangka itu laku di UEA karena lagi musim panas, 43 derajat di sana. Jadi mereka jual, taruh kotak bagus, begitu masuk UEA langsung pajang di supermarket. Itu menghasilkan sales (penjualan) seminggu Rp2 miliar sekali shipment (pengiriman)," katanya.
Peluang tersebut, tentu harus terus dimanfaatkan melalui keberadaan marketplace (lokapasar) oleh para UMKM. Namun, ia mengingatkan, meski ada peluang, tetap tidak boleh melakukan kegiatan yang melanggar asas-asas perdagangan yang ada.
Mendag mengakui tengah memperbaiki aturan perdagangan agar tidak terjadi kecurangan yang merugikan UMKM dalam negeri atas praktik perdagangan lintas negara. Ia pun mengaku tengah melakukan perbaikan aturan bersama Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki soal hal tersebut.
"Saya akan perbaiki aturannya supaya perdagangan yang kita kerjakan hari ini tidak ada kecurangan-kecurangan. Kita tidak bisa bersaing dengan situasi yang tidak berimbang. Yang terpenting dari semuanya, perdagangan ini mesti jadi perdagangan yang bermanfaat. Karena harus bermanfaat, artinya mesti fair (adil). Jadi bukan free trade (perdagangan bebas) tapi fair trade (perdagangan adil)," katanya.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia pun tidak pernah akan melakukan proteksi karena hal itu bukan solusi yang tepat. Pemerintah menilai kolaborasi dan persaingan yang adil justru akan membuat produk Indonesia bisa menang di pasar global.
Mendag juga mengatakan pemerintah akan terus memperkuat UMKM, mulai dari mendorong para pelaku UMKM bisa memiliki izin formal sehingga bisa memperbesar usaha hingga menyokong usaha UMKM itu sendiri.
Selama ini banyak pelaku UMKM kesulitan mendapatkan pendanaan karena tak memiliki izin formal. Oleh karena itu, kini perizinan untuk UMKM pun semakin dipermudah.
Tidak hanya itu, meski ekspor Indonesia didominasi UMKM, namun secara nilai masih sangat rendah. Pada 2020 saja, ekspor dari UMKM hanya sebesar 5 miliar dolar AS.
"Kalau lihat jumlah value eksponya, 95 persen adalah usaha besar. Jumlahnya masih timpang. Artinya usaha kecil menengah untuk ekspor itu adalah usaha yang masih ringkih. Tugas saya sebagai wasit dalam perdagangan ini menjaga mereka. Kalau belum kuat, mereka sudah disamber, habis oleh yang lain-lain," pungkasnya.
Kendati perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) tidak bisa dielakkan di tengah era global saat ini, ia menilai disrupsi tersebut seharusnya bisa memberi keuntungan, serta mendorong terobosan-terobosan baru guna menciptakan pelaku usaha yang tangguh.
"Jadi sama (punya peluang dan ancaman). Contoh opportunity (peluang), dari Rp4.600 triliun perdagangan makanan dan minuman di Indonesia, yang online baru (tergarap) Rp18 triliun. Artinya peluangnya besar sekali. Disrupsi teknologi jadi sesuatu yang tidak bisa dielakkan," katanya dalam Dialog KADIN dan Shopee Indonesia - UMKM Indonesia Menuju Pasar Global yang digelar secara virtual, Senin.
Mendag mencontohkan, di tengah panen semangka di suatu daerah di Indonesia, ada pelaku UMKM yang memanfaatkannya untuk bisa mengekspor buah tersebut ke Uni Emirat Arab (UEA) yang tengah mengalami musim panas.
"Dia tahu semangka itu laku di UEA karena lagi musim panas, 43 derajat di sana. Jadi mereka jual, taruh kotak bagus, begitu masuk UEA langsung pajang di supermarket. Itu menghasilkan sales (penjualan) seminggu Rp2 miliar sekali shipment (pengiriman)," katanya.
Peluang tersebut, tentu harus terus dimanfaatkan melalui keberadaan marketplace (lokapasar) oleh para UMKM. Namun, ia mengingatkan, meski ada peluang, tetap tidak boleh melakukan kegiatan yang melanggar asas-asas perdagangan yang ada.
Mendag mengakui tengah memperbaiki aturan perdagangan agar tidak terjadi kecurangan yang merugikan UMKM dalam negeri atas praktik perdagangan lintas negara. Ia pun mengaku tengah melakukan perbaikan aturan bersama Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki soal hal tersebut.
"Saya akan perbaiki aturannya supaya perdagangan yang kita kerjakan hari ini tidak ada kecurangan-kecurangan. Kita tidak bisa bersaing dengan situasi yang tidak berimbang. Yang terpenting dari semuanya, perdagangan ini mesti jadi perdagangan yang bermanfaat. Karena harus bermanfaat, artinya mesti fair (adil). Jadi bukan free trade (perdagangan bebas) tapi fair trade (perdagangan adil)," katanya.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia pun tidak pernah akan melakukan proteksi karena hal itu bukan solusi yang tepat. Pemerintah menilai kolaborasi dan persaingan yang adil justru akan membuat produk Indonesia bisa menang di pasar global.
Mendag juga mengatakan pemerintah akan terus memperkuat UMKM, mulai dari mendorong para pelaku UMKM bisa memiliki izin formal sehingga bisa memperbesar usaha hingga menyokong usaha UMKM itu sendiri.
Selama ini banyak pelaku UMKM kesulitan mendapatkan pendanaan karena tak memiliki izin formal. Oleh karena itu, kini perizinan untuk UMKM pun semakin dipermudah.
Tidak hanya itu, meski ekspor Indonesia didominasi UMKM, namun secara nilai masih sangat rendah. Pada 2020 saja, ekspor dari UMKM hanya sebesar 5 miliar dolar AS.
"Kalau lihat jumlah value eksponya, 95 persen adalah usaha besar. Jumlahnya masih timpang. Artinya usaha kecil menengah untuk ekspor itu adalah usaha yang masih ringkih. Tugas saya sebagai wasit dalam perdagangan ini menjaga mereka. Kalau belum kuat, mereka sudah disamber, habis oleh yang lain-lain," pungkasnya.