Palembang (ANTARA) - Purun merupakan jenis tumbuhan endemik yang secara liar hidup di area tertentu seperti di lebak rawa gambut dengan kedalaman 1-3 meter.
Purun (Lepironia articulata) adalah sejenis rumput anggota suku teki-tekian (Cyperaceae) yang sering dimanfaatkan sebagai bahan anyaman.
Keberadaan purun terutama di lahan rawa gambut pada setiap musim kemarau, selalu menimbulkan masalah karena ketika airnya mengering bisa memicu terjadinya kebakaran lahan dan hutan (karhutla) yang berpotensi menimbulkan bencana kabut asap.
Untuk mencegah timbulnya bencana kabut asap yang menjadi masalah setiap tahun, Badan Restorasi Gambut (BRG) berupaya mendorong masyarakat yang berada di desa kawasan lahan gambut untuk memanfaatkan purun menjadi aneka kerajinan dengan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Salah satu kawasan lahan gambut yang menjadi sasaran BRG untuk mendorong masyarakatnya mengoptimalkan pemanfaatan purun melalui pengembangan kerajinan, yakni Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan.
Pedamaran Timur merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, dengan luasan 464.79 kilometer persegi, meliputi tujuh desa, yakni Desa Pulau Geronggang, Sumber Hidup, Gading Raja, Maribaya, Pancawarna, Tanjung Makmur, dan Kayu Labu.
Dari luasan wilayah Kecamatan Pedamaran Timur itu ada sekitar 10 persen rawa gambut yang terdapat di dua desa, yakni Desa Pulau Geronggang dan Desa Kayu Labu.
Rawa gambut tersebut menjadi salah satu sumber penghidupan dengan sumber mata pencarian masyarakat. Mereka secara umum mencari ikan, bertani, beternak, dan mengambil purun untuk diolah menjadi bahan kerajinan anyaman.
Masyarakat di dua desa tersebut adalah keturunan Suku Melayu Penesak yang tidak dapat dipisahkan dari ciri khas atau identitas kegiatan perempuannya menganyam tikar dari bahan baku purun.
Bagi masyarakat Pedamaran Timur, khususnya Desa Pulau Geronggang, rawa gambut dan purun memiliki hubungan kearifan lokal yang sangat erat.
Baca juga: Rumah purun bantuan Norwegia dibangun di Kabupaten OKI
Selain sebagai tempat nelayan mencari ikan, juga tempat mengambil bahan baku untuk menganyam tikar purun.
Anyaman tikar purun sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Desa Pulau Geronggang. Perkiraannya, anyaman purun sejak sebelum zaman kemerdekaan, sekitar tahun 1900-an.
Deputi III Badan Restorasi Gambut Myrna Asnawati Safitri, salah satu pejabat yang cukup sering berkunjung ke kawasan lahan gambut tersebut.
Dalam setiap kunjungan, selain memonitor perkembangan program restorasi gambut dan mengedukasi masyarakat dalam melakukan berbagai upaya pencegahan perambahan serta kebakaran hutan dan lahan, dia selalu memotivasi masyarakat agar memanfaatkan potensi ekonomi lahan gambut melalui pengembangan kerajinan anyaman purun.
"Kami selalu melakukan pendekatan yang dapat menyadarkan masyarakat bahwa lahan gambut yang berada di sekitar desa mereka menyediakan potensi yang mampu meningkatkan ekonomi dan taraf kesejahteraan hidup," ujar dia.
Potensi purun lahan gambut tersebut kurang dilirik masyarakat disebabkan produk kerajinan yang dihasilkan belum signifikan meningkatkan taraf hidup masyarakat karena kurangnya ragam dan kualitas produk tersebut.
Untuk mendorong pemanfaatan purun secara maksimal, BRG berupaya melakukan pengembangan kerajinan melalui program pelatihan dan inkubator dengan menggandeng perusahaan yang bergerak di bidang fesyen, seperti PT Eco Fesyen Indonesia (EFI).
Dengan bantuan desainer dari PT EFI, purun bisa diolah menjadi aneka produk fesyen ramah lingkungan, seperti aksesoris, tas, sandal, sepatu, dan pakaian.
Bantu pengembangan
Tim dari PT Eco Fesyen Indonesia berupaya membantu pengembangan kerajinan purun di Desa Pulau Geronggang, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
"Selama ini purun yang banyak tumbuh di lahan gambut Desa Pulau Geronggang, hanya dijadikan masyarakat untuk kerajinan tikar. Padahal bisa dikembangkan menjadi aneka kerajinan lainnya dan produk fesyen yang memiliki nilai ekonomi tinggi," kata Founder and CEO PT Eco Fesyen Indonesia Median Sefnat Sihombing ketika berkunjung ke Desa Pulau Geronggang, Senin (7/6).
Untuk membantu pengembangan kerajinan purun dan mendorong pengembangan usaha atau bisnis purun yang berkelanjutan serta bisa menembus pasar internasional, dibuat program inkubator Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Baca juga: Eco Fesyen Indonesia bantu pengembangan kerajinan purun Sumsel
Baca juga: Milenial OKI buat kerajinan berbahan purun
Program inkubator BRGM di Desa Pulau Geronggang, Kecamatan Pedamaran Timur itu didanai pemerintah Norwegia dan dikelola oleh United Nations Office for Project Services (UNOPS) serta dilaksanakan oleh PT Eco Fesyen Indonesia.
Melalui kegiatan itu, diharapkan bisa memberikan penguatan kelompok, pengembangan kapasitas bagi para perajin purun, serta penyediaan sarana dan prasarana produksi kerajinan purun.
Untuk menambah sarana dan prasarana produksi kerajinan purun serta memudahkan tim desainer PT EFI melakukan pendampingan pengembangan produk, dibangun rumah purun.
Rumah purun sebagai tempat pembinaan perajin dan pengembangan produk anyaman yang terbuat dari purun atau tanaman rawa itu, dibangun di kawasan lahan gambut Desa Pulau Geronggang, dimulai pada pekan pertama Juni ini dan ditargetkan bisa selesai sebelum akhir Juli 2021.
Rumah purun tersebut akan dilengkapi dengan beberapa alat kerja yang akan menjadi sarana produksi dan pengembangan kerajinan purun bagi para perajin purun. Disiapkan pula sebagai sarana pendidikan sekaligus mendorong pariwisata purun.
Dunia fesyen mulai melirik bahan yang ramah lingkungan untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan dari limbah produk fesyen.
Produk fesyen yang berasal dari serat alam/purun dengan pewarna alami memiliki kualitas dan nilai jual tinggi.
Perajin anyaman purun dengan bahan baku berlimpah yang didapat dari lahan gambut di sekitar desa mereka, tinggal diarahkan dan dibina.
Melalui sentuhan desainer, diharapkan perajin purun bisa membuat aneka kerajinan dan berbagai produk fesyen ramah lingkungan yang bisa diterima berbagai lapisan masyarakat dalam dan luar negeri.
Purun (Lepironia articulata) adalah sejenis rumput anggota suku teki-tekian (Cyperaceae) yang sering dimanfaatkan sebagai bahan anyaman.
Keberadaan purun terutama di lahan rawa gambut pada setiap musim kemarau, selalu menimbulkan masalah karena ketika airnya mengering bisa memicu terjadinya kebakaran lahan dan hutan (karhutla) yang berpotensi menimbulkan bencana kabut asap.
Untuk mencegah timbulnya bencana kabut asap yang menjadi masalah setiap tahun, Badan Restorasi Gambut (BRG) berupaya mendorong masyarakat yang berada di desa kawasan lahan gambut untuk memanfaatkan purun menjadi aneka kerajinan dengan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Salah satu kawasan lahan gambut yang menjadi sasaran BRG untuk mendorong masyarakatnya mengoptimalkan pemanfaatan purun melalui pengembangan kerajinan, yakni Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan.
Pedamaran Timur merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, dengan luasan 464.79 kilometer persegi, meliputi tujuh desa, yakni Desa Pulau Geronggang, Sumber Hidup, Gading Raja, Maribaya, Pancawarna, Tanjung Makmur, dan Kayu Labu.
Dari luasan wilayah Kecamatan Pedamaran Timur itu ada sekitar 10 persen rawa gambut yang terdapat di dua desa, yakni Desa Pulau Geronggang dan Desa Kayu Labu.
Rawa gambut tersebut menjadi salah satu sumber penghidupan dengan sumber mata pencarian masyarakat. Mereka secara umum mencari ikan, bertani, beternak, dan mengambil purun untuk diolah menjadi bahan kerajinan anyaman.
Masyarakat di dua desa tersebut adalah keturunan Suku Melayu Penesak yang tidak dapat dipisahkan dari ciri khas atau identitas kegiatan perempuannya menganyam tikar dari bahan baku purun.
Bagi masyarakat Pedamaran Timur, khususnya Desa Pulau Geronggang, rawa gambut dan purun memiliki hubungan kearifan lokal yang sangat erat.
Baca juga: Rumah purun bantuan Norwegia dibangun di Kabupaten OKI
Selain sebagai tempat nelayan mencari ikan, juga tempat mengambil bahan baku untuk menganyam tikar purun.
Anyaman tikar purun sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Desa Pulau Geronggang. Perkiraannya, anyaman purun sejak sebelum zaman kemerdekaan, sekitar tahun 1900-an.
Deputi III Badan Restorasi Gambut Myrna Asnawati Safitri, salah satu pejabat yang cukup sering berkunjung ke kawasan lahan gambut tersebut.
Dalam setiap kunjungan, selain memonitor perkembangan program restorasi gambut dan mengedukasi masyarakat dalam melakukan berbagai upaya pencegahan perambahan serta kebakaran hutan dan lahan, dia selalu memotivasi masyarakat agar memanfaatkan potensi ekonomi lahan gambut melalui pengembangan kerajinan anyaman purun.
"Kami selalu melakukan pendekatan yang dapat menyadarkan masyarakat bahwa lahan gambut yang berada di sekitar desa mereka menyediakan potensi yang mampu meningkatkan ekonomi dan taraf kesejahteraan hidup," ujar dia.
Potensi purun lahan gambut tersebut kurang dilirik masyarakat disebabkan produk kerajinan yang dihasilkan belum signifikan meningkatkan taraf hidup masyarakat karena kurangnya ragam dan kualitas produk tersebut.
Untuk mendorong pemanfaatan purun secara maksimal, BRG berupaya melakukan pengembangan kerajinan melalui program pelatihan dan inkubator dengan menggandeng perusahaan yang bergerak di bidang fesyen, seperti PT Eco Fesyen Indonesia (EFI).
Dengan bantuan desainer dari PT EFI, purun bisa diolah menjadi aneka produk fesyen ramah lingkungan, seperti aksesoris, tas, sandal, sepatu, dan pakaian.
Bantu pengembangan
Tim dari PT Eco Fesyen Indonesia berupaya membantu pengembangan kerajinan purun di Desa Pulau Geronggang, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
"Selama ini purun yang banyak tumbuh di lahan gambut Desa Pulau Geronggang, hanya dijadikan masyarakat untuk kerajinan tikar. Padahal bisa dikembangkan menjadi aneka kerajinan lainnya dan produk fesyen yang memiliki nilai ekonomi tinggi," kata Founder and CEO PT Eco Fesyen Indonesia Median Sefnat Sihombing ketika berkunjung ke Desa Pulau Geronggang, Senin (7/6).
Untuk membantu pengembangan kerajinan purun dan mendorong pengembangan usaha atau bisnis purun yang berkelanjutan serta bisa menembus pasar internasional, dibuat program inkubator Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Baca juga: Eco Fesyen Indonesia bantu pengembangan kerajinan purun Sumsel
Baca juga: Milenial OKI buat kerajinan berbahan purun
Program inkubator BRGM di Desa Pulau Geronggang, Kecamatan Pedamaran Timur itu didanai pemerintah Norwegia dan dikelola oleh United Nations Office for Project Services (UNOPS) serta dilaksanakan oleh PT Eco Fesyen Indonesia.
Melalui kegiatan itu, diharapkan bisa memberikan penguatan kelompok, pengembangan kapasitas bagi para perajin purun, serta penyediaan sarana dan prasarana produksi kerajinan purun.
Untuk menambah sarana dan prasarana produksi kerajinan purun serta memudahkan tim desainer PT EFI melakukan pendampingan pengembangan produk, dibangun rumah purun.
Rumah purun sebagai tempat pembinaan perajin dan pengembangan produk anyaman yang terbuat dari purun atau tanaman rawa itu, dibangun di kawasan lahan gambut Desa Pulau Geronggang, dimulai pada pekan pertama Juni ini dan ditargetkan bisa selesai sebelum akhir Juli 2021.
Rumah purun tersebut akan dilengkapi dengan beberapa alat kerja yang akan menjadi sarana produksi dan pengembangan kerajinan purun bagi para perajin purun. Disiapkan pula sebagai sarana pendidikan sekaligus mendorong pariwisata purun.
Dunia fesyen mulai melirik bahan yang ramah lingkungan untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan dari limbah produk fesyen.
Produk fesyen yang berasal dari serat alam/purun dengan pewarna alami memiliki kualitas dan nilai jual tinggi.
Perajin anyaman purun dengan bahan baku berlimpah yang didapat dari lahan gambut di sekitar desa mereka, tinggal diarahkan dan dibina.
Melalui sentuhan desainer, diharapkan perajin purun bisa membuat aneka kerajinan dan berbagai produk fesyen ramah lingkungan yang bisa diterima berbagai lapisan masyarakat dalam dan luar negeri.