Belitung, Babel (ANTARA) - Warga keturunan Tionghoa di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menggelar tradisi "cheng beng" atau sembahyang kubur guna menghormati arwah para leluhur yang telah meninggal dunia.
"Perayaan Ceng Beng adalah sebuah budaya masyarakat Tionghoa untuk menghormati para leluhur yang telah pergi mendahului," kata tokoh masyarakat Tionghoa Belitung, Ayie Gardiansyah di komplek perkuburan marga Tjong, Minggu pagi.
Menurut dia, pada perayaan "Cheng Beng" warga Tionghoa beserta keluarga menggelar sembahyang kubur secara bersama-sama di makam para leluhurnya dengan membawa aneka macam sajian seperti buah-buahan dan makanan.
"Jadi bulan ini kami wajib mengunjungi, memperingati dan menghormati leluhur," katanya.
Ayie menambahkan, tradisi Cheng Beng biasanya diawali dengan membersihkan area perkuburan leluhur keluarga dan mempersiapkannya untuk melakukan ritual sembahyang.
"Sembahyang cheng beng efektif dilakukan dari 5 Maret hingga 5 April jadi ada memang rentang waktunya sekitar satu bulan," katanya.
Ia menjelaskan mengingat masih berada di tengah situasi pandemi COVID-19 maka perayaan tradisi sembahyang kubur dilaksanakan dengan sederhana dan tetap mematuhi protokol kesehatan.
"Kondisinya sangat jauh berbeda karena sekarang masih pandemi COVID-19 kalau biasanya banyak keluarga dari luar daerah yang pulang kampung demi melakukan sembahyang kubur," katanya.
Sementara itu, Ketua Marga Tjong Belitung, Min Tet mengatakan meskipun ditengah pandemi COVID-19 perayaan Cheng Beng tetap dilaksanakan dengan meriah.
"Meski sudah tahun lebih pandemi ini tidak mengurangi makna dari pada tradisi yang sudah beratus tahun memang agak ada yang sedikit berkurang sebelum pandemi," katanya.
Jika pada tahun sebelumnya, kata dia, banyak sanak keluarga yang berada di luar kota bahkan luar negeri pulang kampung dan berkumpul dengan keluarga namun tahun ini jumlahnya terbatas.
"Karena mungkin faktor ketakutan jangan sampai membawa virus ke kampung halaman," demikian Min Tet.
"Perayaan Ceng Beng adalah sebuah budaya masyarakat Tionghoa untuk menghormati para leluhur yang telah pergi mendahului," kata tokoh masyarakat Tionghoa Belitung, Ayie Gardiansyah di komplek perkuburan marga Tjong, Minggu pagi.
Menurut dia, pada perayaan "Cheng Beng" warga Tionghoa beserta keluarga menggelar sembahyang kubur secara bersama-sama di makam para leluhurnya dengan membawa aneka macam sajian seperti buah-buahan dan makanan.
"Jadi bulan ini kami wajib mengunjungi, memperingati dan menghormati leluhur," katanya.
Ayie menambahkan, tradisi Cheng Beng biasanya diawali dengan membersihkan area perkuburan leluhur keluarga dan mempersiapkannya untuk melakukan ritual sembahyang.
"Sembahyang cheng beng efektif dilakukan dari 5 Maret hingga 5 April jadi ada memang rentang waktunya sekitar satu bulan," katanya.
Ia menjelaskan mengingat masih berada di tengah situasi pandemi COVID-19 maka perayaan tradisi sembahyang kubur dilaksanakan dengan sederhana dan tetap mematuhi protokol kesehatan.
"Kondisinya sangat jauh berbeda karena sekarang masih pandemi COVID-19 kalau biasanya banyak keluarga dari luar daerah yang pulang kampung demi melakukan sembahyang kubur," katanya.
Sementara itu, Ketua Marga Tjong Belitung, Min Tet mengatakan meskipun ditengah pandemi COVID-19 perayaan Cheng Beng tetap dilaksanakan dengan meriah.
"Meski sudah tahun lebih pandemi ini tidak mengurangi makna dari pada tradisi yang sudah beratus tahun memang agak ada yang sedikit berkurang sebelum pandemi," katanya.
Jika pada tahun sebelumnya, kata dia, banyak sanak keluarga yang berada di luar kota bahkan luar negeri pulang kampung dan berkumpul dengan keluarga namun tahun ini jumlahnya terbatas.
"Karena mungkin faktor ketakutan jangan sampai membawa virus ke kampung halaman," demikian Min Tet.