Jayapura (ANTARA) - Provinsi Papua sebagai salah satu daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak saja memiliki kekayaan sumber daya alam, namun juga punya keragaman seni budaya yang sudah dikenal hingga ke mancanegara.

Salah satunya adalah alat musik tradisional Tifa, yang merupakan identitas daerah dan hingga saat ini masih tetap lestari keasliannya bagi masyarakat adat Papua.

Alat musik tradisonal Tifa ini cukup unik, menarik dan merupakan ciri khas dari keragaman budaya masyarakat Papua yang tidak ditemui di negara manapun.

Tifa, sebagai salah satu kekayaan alat musik tradisional yang berasal dari Indonesia bagian timur telah menjadi identitas, khususnya bagi warga asli orang Papua (OAP) dan juga Maluku. Alat musik ini biasanya dimainkan oleh para laki-laki dewasa dengan cara dipukul yang menyerupai kendang.

Namun, hanya segelintir orang saja yang dapat mengetahui makna dari permainan alat musik tradisional Tifa bagi masyarakat adat Papua.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Jayapura  2015-2019 Chris K.Tokoro menyebut musik tradisional Tifa tidak dapat sembarang dimainkan sebagai alat tabuh bagi suku-suku tertentu di Papua.

Alat musik ini, lanjutnya, selalu digunakan sebagai alat untuk mengiringi masyarakat dalam tarian-tarian baik itu dalam pesta adat, menyambut tamu atau tarian perang.

Alat kesenian Tifa merupakan salah satu alat musik yang terkenal dari daerah Papua dan juga Maluku. Bagi suku-suku di Papua, salah satunya suku Asmat, musik Tifa sudah seperti "oksigen" yang mereka butuhkan setiap hari untuk bernapas.

Bukan hanya bagi para suku Asmat, Tifa ini juga sudah seperti identitas bagi suku lainnya, seperti suku Malin Anim, Biak, Sentani, Timenabuan dan suku-suku lainnya di Papua. Penamaan Tifa ini juga berbeda di tiap-tiap suku.

Bagi suku Malin Anim Tifa dikenal dengan nama kandara, Biak terkenal dengan sirep atau sandio, Sentani disebut dengan wachu, di Timenabuan tifa dinamai dengan kalin kla, sedangkan di suku Asmat sendiri Tifa dikenal dengan eme.

Papua merupakan salah satu daerah yang kental dengan acara-acara ritual yang akan disandingkan dengan musik ritual sebagai pendukungnya.

Irama tabuh Tifa yang dimainkan pastinya akan terasa sangat sakral dan akan menjadi prioritas utama di setiap kegiatan yang mereka gelar.

Tifa merupakan salah satu alat musik yang wajib ada dan perannya akan cukup mendominasi. Hal ini dikarenakan Tifa menentukan ritme dan menghasilkan tabuhan-tabuhan yang membuat ritual yang ada semakin khusuk.

Selain Tifa sebagai alat pengiring musik dan tarian, alat ini juga mempunyai makna sosial berdasarkan fungsi dan bentuk hiasan ukiran pada badan tifa tersebut.

Seperti pada suku Malin Anim, untuk setiap klan mempunyai bentuk dan motif serta nama tersendiri untuk masing-masing tifa. Demikian pula dengan suku Biak, Waropen.

Ukiran-ukiran serta motif yang ada pada alat musik Tifa itu menunjukkan status pemiliknya sebagai pakas anem atau masyarakat biasa.

Salah satu pengrajin Tifa asal Kampung Nafri, Distrik Abepura, Kota Jayapura Abraham Mebry mengaku tertarik membuat Tifa karena selain hobi, juga untuk mempertahankan identitas budaya Papua.

Selain itu,  yang terpenting dengan memroduksi Tifa, ia dapat menambah penghasilan perekonomian kebutuhan keluarganya.

"Dari kecil saya sudah diajar membuat Tifa. Harganya bisa mencapai ratusan ribu, tergantung kerumitan motif, bahan dan lama membuatnya," katanya.

Abraham Mebry berharap pemerintah bisa membantu untuk memasarkan agar alat musik Tifa sehingga semakin dikenal masyarakat umum.

Dalam situasi perkembangan teknologi saat ini, ia tetap berharap alat musik tradisional asli tanah Papua ini tetap lestari sepanjang waktu bagi generasi muda orang asli Papua.

"Pengaruh kemajuan zaman teknologi saat ini maka produksi alat musik tifa harus tetap terjaga keasliannya walaupun proespek pemasaran hasilnya masih belum maksimal," katanya.

Dalam berbagai referensi, diketahui kegunaan alat musik Tifa dipakai untuk mengiringi berbagai acara penyambutan tamu di Papua, pesta adat, hingga tari-tarian khas, seperti perang, Asmat, Gatsi, dan tari tradisional Papua lainnya.

Alat musik Tifa biasanya menjadi bunyi pendukung dari alat musik yang lain atau dikenal sebagai musik pengiring sehingga suara yang dihasilkan akan lebih indah dan enak didengar.

Suara tak bernada itu nyaring terdengar di telinga. Tak hanya satu suara, namun ada beberapa dan saling bersahut-sahutan. Sekilas terdengar seperti gendang, alat musik khas Jawa yang dimainkan dengan cara dipukul.

Namun, tampaknya suara khas Tifa Papua ini lebih ringan terdengar daripada gendang. Suara ritmik yang keluar dari sebuah alat musik Tifa mempunyai keindahan sendiri.

Upacara adat

Tifa merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kayu berbentuk tabung. Bagian tengah kayu akan dilubangi dan dibiarkan kosong.

Kemudian, salah satu sisinya ditutup dengan menggunakan kulit biawak atau soa-soa, namun di beberapa wilayah lain kulit rusa juga dipakai sebagai lapisan penutup lubang yang akan menghasilkan suara.

Tifa sendiri terbuat dari kayu yang sangat tebal dan bulat, biasanya kayu yang dipakai adalah kayu Lenggua. Kayu khas Papua ini terkenal sangat kuat dan memiliki kualitas kayu nomor satu.

Untuk membuat Tifa semakin menarik maka pembuatnya biasa memberikan ornamen-ornamen ukiran di sepanjang badan alat musik tersebut.

Ukiran ornamen yang dibuat dalam alat musik Tifa umumnya bercerita tentang hal-hal di seputar kehidupan alam dan ungkapan syukur sang pembuat Tifa.

Suara seperti kendang adalah suara yang biasa diengar dari alat musik Tifa. Secara umum karakteristik suaranya sama saja dengan gendang, namun warna dari suara ini akan ditentukan oleh ukuran Tifa itu sendiri.

Yang pasti kualitas suara Tifa ditentukan oleh setelan lapisan kulit yang akan dipukul. Semakin kering lapisan kulit yang dipasang ini, maka suara yang akan dihasilkan dari alat musik khas Papua Tifa pun semakin enak didengar.

Bagi masyarakat Papua, Tifa biasanya dimainkan di dalam upacara-upacara besar dan peringatan tertentu di lingkungan masyarakat adat Papua.

Tifa secara umum merupakan alat musik khas Indonesia Timur. Keberadaannya dapat ditemukan baik di Papua maupun Maluku. Namun, tifa dari kedua wilayah ini memiliki perbedaan mencolok pada bentuknya.

Untuk Tifa asli Papua memiliki bentuk menyerupai permen dan memiliki pegangan di sampingnya. Sedangkan, Tifa asli Maluku hanya berbentuk tabung biasa tanpa ada gagang untuk pegangan di sampingnya.

Tifa juga biasa dimainkan untuk mengiringi tarian-tarian seperti tari Gatsi, tarian Asmat, dan tarian tradisional lainnya. Tifa juga memiliki jenis berbeda seperti Tifa Jekir, Tifa Potong, Tifa Dasar, maupun Tifa Bas. Semua ditentukan oleh daerah asalnya yang memiliki ciri masing-masing.

Alat musik pukul khas Indonesia timur yang begitu populer dan terkenal hingga ke mancanegara memiliki banyak cerita dan kandungan budaya yang kental di dalamnya.

Budayawan Kabupaten Biak Mikha Ronsumbre dalam suatu kesempatan mengatakan bunyi dari tabuhan alat musik Tifa mengeluarkan alunan nada ritmik yang khas.

Bahkan,sejak dulu hingga kini, menurut budayawan Mikha, terus memberikan warna dan keindahan bagi kekayaan alam dimiliki bumi Papua.

Sampai saat saat ini alat musik Tifa di Papua, lanjutnya, masih tetap eksis dan kelestarianya terjaga oleh masyarakat adat di tanah Papua.

"Alat musik tradisional tifa merupakan bagian identitas masyarakat adat Papua sehingga sampai kapanpun akan hidup dan lestari sepanjang waktu," katanya.

Kehadiran alat musik Tifa ini, lanjutnya, dapat disaksikan setiap upacara adat, pertunjukan musik atau tari budaya masyarakat adat di tanah Papua maka alat musik Tifa ini masih tetap dimainkan oleh kawula muda mudi yang menabuh Tifa dengan mengeluarkan suara khas.


Lindungi budaya Papua

Seiring kemajuan perkembangan zaman maka alat musik Tifa harus tetap terjaga kelestarianya, terlebih bagi generasi milenial orang asli Papua sebagai warisan tak benda kekayaan alam dan seni budaya di tanah Papua.

Pemerintah Provinsi Papua sejalan diberlakukan UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua telah mengeluarkan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 19 tahun 2008 tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual orang asli Papua sebagai perlindungan, menjaga dan memelihara keaslian kekayaan intelektual budaya asli Papua.

Di masa pemerintahan Gubernur Papua Barnabas Suebu telah mengeluarkan Perdasus No 19 tahun 2008 tentang Perlindungan Hak Kekayaaan Intelektual Papua.

Perdasus tentang Hak Kekayaan Intelektual Papua ditetapkan pada 23 Desember 2008 oleh Gubernur Papua ketika itu Barnabas Suebu dan Sekretaris Daerah Papua Tedjo Suprapto sebagai bentuk proteksi untuk melindungi, menjaga dan melindungi hasil karya intelektual orang asli Papua.

Hak cipta Orang Asli Papua yang termuat dalam pasal 7 merupakan setiap hasil karya cipta orang asli Papua, baik seorang atau beberapa orang secara bersama-sama, atas inspirasi atau gagasannya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan intelektualnya, dituangkan ke dalam bentuk yang asli, khas Papua, dan bersifat pribadi di bidang ilmu pengetahuan seni, dan sastra.

Bahkan, dalam pasal 8 ayat 1 disebutkan hak cipta yang dilindungi itu meliputi buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu sertaalat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks,drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomin.

Selain itu, juga seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan, arsitektur,peta,seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lainnya.

Adanya Perdasus tentang hak kekayaan intelektual itu agaknya menjadi hal mendasar sebagai bentuk proteksi dari pemerintah dalam upaya menjaga, melindungi dan melestarikan kebudayaan asli orang Papua, sebagai kekayaan dari budaya bangsa Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pewarta : Muhsidin
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024