Palembang (ANTARA) - Kopi asal Kota Pagaralam, Provinsi Sumatera Selatan, meraih pengakuan internasional atas citarasa uniknya dalam ajang kontes kopi dunia AVPA (Agency for the Valorization of the Agricultural Products) Gourmet Product tahun 2020 di Paris, Prancis.
Ketua Dewan Kopi Sumsel M Zain Ismed di Palembang, Kamis, mengatakan, keberhasilan ini sangat membanggakan karena Kopi Pagaralam ini berhasil bersaing diantara 130 produk yang dikirimkan 15 negara produsen kopi di dunia.
“Hanya 74 produk yang diakui meraih Gourmet Medal pada kontes tahun ini, dan salah satunya Kopi Pagaralam. Pengumuman resmi kami terima pada 18 November malam, setelah kontes dilakukan 23 Oktober lalu,” kata Zain.
Pada kontes itu, selain kopi asal Pagaralam, Indonesia juga meraih penghargaan untuk Kopi Kintamani (Bali), tiga jenis kopi asal Jawa Barat dan kopi asal Pasuruan (Jawa Timur).
Menurut Zain, Kopi Pagaralam yang berjenis robusta ini dipilih dewan juri karena memiliki keunggulan dari sisi rasa berupa ‘strong bitter’. Rasa pahit yang unik ini didapatkan karena tanaman kopinya ditanam di ketinggian 1.000-1.4000 mdpl, yang berdampingan dengan jenis tanaman lain yakni cengkih, kayu manis, dan petai. Sebagaimana diketahui bahwa tanaman kopi itu menyerap saripati tanaman yang ada di sekitarnya.
Keunggulan lainnya, Kopi Pagaralam ini telah melalui proses pembuatan yang higienis, mulai dari pemetikan, perendaman, penjemuran, pengorengan (roasting) dan penyortiran.
Pola pembuatan kopi yang berstandar dunia ini dilakukan Dewa Wisata Sekolah Kopi (Dewasekopi Basemah) yang membina sejumlah desa di Kelurahan Talang Darat dan Kelurahan Agung Lawangan di Kecamatan Dempo Utara, atau menyasar sekitar 206 petani kopi binaan.
“Uniknya pula dalam kontes ini, tidak seperti kontes kopi lain di dunia, roasting-nya dilakukan sendiri oleh petani lokal (dikirim ke panitia lomba sudah diroasting), jadi dari sisi kompetisi memang jauh lebih fear,” kata dia.
Baca juga: Kopi robusta asal Pagaralam raih sertifikat indikasi geografis
Baca juga: Pagaralam miliki desa wisata sekolah kopi
Sementara itu, Abdurahman Are, salah seorang petani kopi asal Pagaralam yang menjadi anggota Dewasekopi Basemah mengatakan dirinya sangat bangga atas keberhasilan ini.
Kopi Pagaralam sudah berhasil mendapatkan pengakuan internasional, sehingga ia berharap dapat berdampak pada kesejahteraan petani karena akan semakin banyak peminat yang ingin merasakan citarasanya.
Namun, untuk meningkatkan kesejahteraan tersebut bukan perkara mudah karena sejauh ini, hampir sebagian besar petani kopi di Pagaralam masih menerapkan pola ‘lama’ dalam pemprosesan pasca panennya, seperti petik asalan (tidak petik merah).
Oleh karena itu harga di tingkat petani terbilang rendah yakni Rp19.000/Kg. Padahal, jika menerapkan pola baru dalam pasca panennya maka harga mencapai Rp34.000/Kg karena dapat menyasar pembeli kelas premium.
“Di Pagaralam itu, 90 persen penduduk adalah petani kopi. Jika ada perubahan mindset, saya yakin akan ada perubahan besar di Pagaralam karena petani kopinya semakin sejahtera,” kata dia.
Kota Pagaralam sejak lama dikenal sebagai salah satu daerah produsen biji kopi di Sumsel. Hanya saja, secara brand kurang dikenal karena umumnya kopi asal Sumsel yang lebih dikenal itu yakni Kopi Semendo, Lahat.
Sementara ini, jalur perdagangan kopi di daerah yang menghasilkan sekitar 900 ton biji kopi per tahun ini pada umumnya melalui Pelabuhan Lampung sehingga kerap dikenal dengan brand Kopi Lampung.
Baca juga: Harumnya bisnis kedai kopi
Baca juga: Kopi sumsel harus mendunia dengan identitas sendiri
Ketua Dewan Kopi Sumsel M Zain Ismed di Palembang, Kamis, mengatakan, keberhasilan ini sangat membanggakan karena Kopi Pagaralam ini berhasil bersaing diantara 130 produk yang dikirimkan 15 negara produsen kopi di dunia.
“Hanya 74 produk yang diakui meraih Gourmet Medal pada kontes tahun ini, dan salah satunya Kopi Pagaralam. Pengumuman resmi kami terima pada 18 November malam, setelah kontes dilakukan 23 Oktober lalu,” kata Zain.
Pada kontes itu, selain kopi asal Pagaralam, Indonesia juga meraih penghargaan untuk Kopi Kintamani (Bali), tiga jenis kopi asal Jawa Barat dan kopi asal Pasuruan (Jawa Timur).
Menurut Zain, Kopi Pagaralam yang berjenis robusta ini dipilih dewan juri karena memiliki keunggulan dari sisi rasa berupa ‘strong bitter’. Rasa pahit yang unik ini didapatkan karena tanaman kopinya ditanam di ketinggian 1.000-1.4000 mdpl, yang berdampingan dengan jenis tanaman lain yakni cengkih, kayu manis, dan petai. Sebagaimana diketahui bahwa tanaman kopi itu menyerap saripati tanaman yang ada di sekitarnya.
Keunggulan lainnya, Kopi Pagaralam ini telah melalui proses pembuatan yang higienis, mulai dari pemetikan, perendaman, penjemuran, pengorengan (roasting) dan penyortiran.
Pola pembuatan kopi yang berstandar dunia ini dilakukan Dewa Wisata Sekolah Kopi (Dewasekopi Basemah) yang membina sejumlah desa di Kelurahan Talang Darat dan Kelurahan Agung Lawangan di Kecamatan Dempo Utara, atau menyasar sekitar 206 petani kopi binaan.
“Uniknya pula dalam kontes ini, tidak seperti kontes kopi lain di dunia, roasting-nya dilakukan sendiri oleh petani lokal (dikirim ke panitia lomba sudah diroasting), jadi dari sisi kompetisi memang jauh lebih fear,” kata dia.
Baca juga: Kopi robusta asal Pagaralam raih sertifikat indikasi geografis
Baca juga: Pagaralam miliki desa wisata sekolah kopi
Sementara itu, Abdurahman Are, salah seorang petani kopi asal Pagaralam yang menjadi anggota Dewasekopi Basemah mengatakan dirinya sangat bangga atas keberhasilan ini.
Kopi Pagaralam sudah berhasil mendapatkan pengakuan internasional, sehingga ia berharap dapat berdampak pada kesejahteraan petani karena akan semakin banyak peminat yang ingin merasakan citarasanya.
Namun, untuk meningkatkan kesejahteraan tersebut bukan perkara mudah karena sejauh ini, hampir sebagian besar petani kopi di Pagaralam masih menerapkan pola ‘lama’ dalam pemprosesan pasca panennya, seperti petik asalan (tidak petik merah).
Oleh karena itu harga di tingkat petani terbilang rendah yakni Rp19.000/Kg. Padahal, jika menerapkan pola baru dalam pasca panennya maka harga mencapai Rp34.000/Kg karena dapat menyasar pembeli kelas premium.
“Di Pagaralam itu, 90 persen penduduk adalah petani kopi. Jika ada perubahan mindset, saya yakin akan ada perubahan besar di Pagaralam karena petani kopinya semakin sejahtera,” kata dia.
Kota Pagaralam sejak lama dikenal sebagai salah satu daerah produsen biji kopi di Sumsel. Hanya saja, secara brand kurang dikenal karena umumnya kopi asal Sumsel yang lebih dikenal itu yakni Kopi Semendo, Lahat.
Sementara ini, jalur perdagangan kopi di daerah yang menghasilkan sekitar 900 ton biji kopi per tahun ini pada umumnya melalui Pelabuhan Lampung sehingga kerap dikenal dengan brand Kopi Lampung.
Baca juga: Harumnya bisnis kedai kopi
Baca juga: Kopi sumsel harus mendunia dengan identitas sendiri