Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, memeriksa Direktur sekaligus Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred (HA) sebagai tersangka kasus korupsi terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.
"Pemeriksaan sebagai tersangka, penundaan yang lalu," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Baca juga: PP 25/2020 penting bagi operasional Tapera, solusi mengatasi backlog perumahan dengan penyediaan dana murah
Sebelumnya, KPK telah mengingatkan tersangka Hong Artha kooperatif memenuhi panggilan penyidik hari ini setelah pada Senin (13/7) tidak memenuhi panggilan.
Hong Artha telah diumumkan sebagai tersangka pada 2 Juli 2018 lalu, namun KPK belum menahan yang bersangkutan.
Baca juga: Kementerian PUPR evaluasi bank pelaksana FLPP bekerja di bawah target
Hong Artha merupakan tersangka ke-12 dalam kasus di Kementerian PUPR tersebut.
Ia memberikan suap kepada mantan Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary senilai Rp10,6 miliar pada Agustus 2015.
Selain itu, ia juga memberikan suap kepada mantan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar pada November 2015.
Baca juga: PUPR minta netizen abaikan foto hoaks longsor di Tol Semarang-Solo
Dalam kasus itu, Amran telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider 4 bulan kurungan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.
Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp1 miliar.
Hong Artha disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Pemeriksaan sebagai tersangka, penundaan yang lalu," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Baca juga: PP 25/2020 penting bagi operasional Tapera, solusi mengatasi backlog perumahan dengan penyediaan dana murah
Sebelumnya, KPK telah mengingatkan tersangka Hong Artha kooperatif memenuhi panggilan penyidik hari ini setelah pada Senin (13/7) tidak memenuhi panggilan.
Hong Artha telah diumumkan sebagai tersangka pada 2 Juli 2018 lalu, namun KPK belum menahan yang bersangkutan.
Baca juga: Kementerian PUPR evaluasi bank pelaksana FLPP bekerja di bawah target
Hong Artha merupakan tersangka ke-12 dalam kasus di Kementerian PUPR tersebut.
Ia memberikan suap kepada mantan Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary senilai Rp10,6 miliar pada Agustus 2015.
Selain itu, ia juga memberikan suap kepada mantan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar pada November 2015.
Baca juga: PUPR minta netizen abaikan foto hoaks longsor di Tol Semarang-Solo
Dalam kasus itu, Amran telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider 4 bulan kurungan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.
Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp1 miliar.
Hong Artha disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.