Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berharap makin banyak bermunculan perusahaan rintisan (startup) di Indonesia, tapi yang inovatif dan memberikan solusi, bukan yang hanya meniru yang sudah ada, sehingga bisa berkembang berkelanjutan serta tahan lama secara bisnis.
Direktur Aplikasi dan Tata Kelola Ekonomi Digital Kemenparekraf, Muhammad Neil El Himam, mengatakan banyak startup di Indonesia yang latah dan meniru perusahaan rintisan lain.
"Akibatnya tidak tahan lama. Salah satu kekurangannya di kita adalah kurangnya budaya mendefinisikan masalah," kata Neil dalam konferensi pers Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif for Startup (BEKUP) 2020 di Jakarta, Selasa.
Dia berharap, akan ada semakin banyak startup lokal penyedia layanan berupa solusi yang betul-betul dibutuhkan masyarakat. Di tengah kondisi pandemi COVID-19, misalnya, startup di bidang kesehatan jadi salah satu yang dicari.
"Saya harap makin banyak teknologi kesehatan, tapi jangan sama persis dengan yang sudah ada, telemedicine lagi, kita butuh lebih dari itu," ujar dia.
Startup yang bisa berhasil adalah mereka yang dapat betul-betul mengenali masalah besar masyarakat, kemudian menyediakan jalan keluar, kata Plt. Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Josua Puji Mulia Simanjuntak.
Dia mencontohkan, protokol kesehatan pada fase normal baru membuat pekerja kantor harus melewati beberapa pemeriksaan sebelum memasuki gedung. Solusi seperti teknologi yang menggabungkan proses pengecekan suhu, absen dan hand sanitizer bisa bermanfaat dan dicari oleh banyak pihak.
"Sederhana, cuma punya sensitivitas untuk melihat masalah dan mencari solusi."
Sementara Co-Founder sekaligus Chief Marketing Officer tiket.com Gaery Undarsa mengatakan, ada kalanya masalah yang dihadapi adalah ide awal dianggap bagus oleh sang wirausaha, tapi ternyata ide itu bukan hal yang dicari orang lain.
"Itu salah satu kunci kegagalan karena ide itu buat kita bagus, belum tentu ada yang mau beli. Kita pastikan ide kita apa, apakah ada masalah yang cukup sulit dipecahkan sampai orang berani bayar (untuk mengeksekusi ide)?" kata Gaery.
Langkah pertama yang krusial sebelum membuat perusahaan rintisan adalah mendefinisikan masalah, baru setelah itu mencari ide untuk membuat solusi.
Berkaca dari pengalamannya mendirikan biro perjalanan daring hampir satu dekade lalu, Gaery mengungkapkan ia ingin memberi kemudahan kepada konsumen di industri pariwisata dan transportasi Indonesia. Dia ingin membuat proses bepergian dari satu tempat ke tempat lain, meski menggunakan moda transportasi berbeda, jadi lebih mudah dan mulus.
Tak seperti sekarang, informasi transportasi untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain bertahun-tahun lalu lebih sulit dicari.
"Tahun 2013, kami lumayan bangga bisa ikut serta dalam membantu sistem tiket online kereta api," katanya.
Kunci lain agar startup bisa bertahan lama adalah kemampuan beradaptasi. Tantangan yang ia hadapi satu dekade lalu berbeda dengan sekarang.
"Kita berusaha selesaikan masalah yang selalu baru dan selalu berevolusi," ujar dia.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif meresmikan program Baparekraf (Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) for Startup atau BEKUP.
Tahun ini, BEKUP menyoroti kebutuhan untuk membangkitkan lagi industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang terdampak pandemi COVID-19.
BEKUP 2020 didukung oleh jejaring coworking di Indonesia.
Presiden Coworking Indonesia, Faye Alund, menuturkan startup yang mengikuti program BEKUP 2020 akan diajari cara menjawab permasalahan di tengah masyarakat sehingga dapat langsung menerapkan solusi ketika program itu rampung.
Program ini akan dilaksanakan dalam 5 batch di 5 kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Bali, Medan, dan Makassar.
Lebih dari 500 startup ditargetkan untuk berpartisipasi dalam program BEKUP 2020. Setelah melalui proses seleksi, startup ini akan dibina untuk kemudian dipilih menjadi 40 terbaik yang akan masuk ke tahap inkubasi dengan mentor-mentor ternama di industri startup digital Indonesia.
Direktur Aplikasi dan Tata Kelola Ekonomi Digital Kemenparekraf, Muhammad Neil El Himam, mengatakan banyak startup di Indonesia yang latah dan meniru perusahaan rintisan lain.
"Akibatnya tidak tahan lama. Salah satu kekurangannya di kita adalah kurangnya budaya mendefinisikan masalah," kata Neil dalam konferensi pers Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif for Startup (BEKUP) 2020 di Jakarta, Selasa.
Dia berharap, akan ada semakin banyak startup lokal penyedia layanan berupa solusi yang betul-betul dibutuhkan masyarakat. Di tengah kondisi pandemi COVID-19, misalnya, startup di bidang kesehatan jadi salah satu yang dicari.
"Saya harap makin banyak teknologi kesehatan, tapi jangan sama persis dengan yang sudah ada, telemedicine lagi, kita butuh lebih dari itu," ujar dia.
Startup yang bisa berhasil adalah mereka yang dapat betul-betul mengenali masalah besar masyarakat, kemudian menyediakan jalan keluar, kata Plt. Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Josua Puji Mulia Simanjuntak.
Dia mencontohkan, protokol kesehatan pada fase normal baru membuat pekerja kantor harus melewati beberapa pemeriksaan sebelum memasuki gedung. Solusi seperti teknologi yang menggabungkan proses pengecekan suhu, absen dan hand sanitizer bisa bermanfaat dan dicari oleh banyak pihak.
"Sederhana, cuma punya sensitivitas untuk melihat masalah dan mencari solusi."
Sementara Co-Founder sekaligus Chief Marketing Officer tiket.com Gaery Undarsa mengatakan, ada kalanya masalah yang dihadapi adalah ide awal dianggap bagus oleh sang wirausaha, tapi ternyata ide itu bukan hal yang dicari orang lain.
"Itu salah satu kunci kegagalan karena ide itu buat kita bagus, belum tentu ada yang mau beli. Kita pastikan ide kita apa, apakah ada masalah yang cukup sulit dipecahkan sampai orang berani bayar (untuk mengeksekusi ide)?" kata Gaery.
Langkah pertama yang krusial sebelum membuat perusahaan rintisan adalah mendefinisikan masalah, baru setelah itu mencari ide untuk membuat solusi.
Berkaca dari pengalamannya mendirikan biro perjalanan daring hampir satu dekade lalu, Gaery mengungkapkan ia ingin memberi kemudahan kepada konsumen di industri pariwisata dan transportasi Indonesia. Dia ingin membuat proses bepergian dari satu tempat ke tempat lain, meski menggunakan moda transportasi berbeda, jadi lebih mudah dan mulus.
Tak seperti sekarang, informasi transportasi untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain bertahun-tahun lalu lebih sulit dicari.
"Tahun 2013, kami lumayan bangga bisa ikut serta dalam membantu sistem tiket online kereta api," katanya.
Kunci lain agar startup bisa bertahan lama adalah kemampuan beradaptasi. Tantangan yang ia hadapi satu dekade lalu berbeda dengan sekarang.
"Kita berusaha selesaikan masalah yang selalu baru dan selalu berevolusi," ujar dia.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif meresmikan program Baparekraf (Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) for Startup atau BEKUP.
Tahun ini, BEKUP menyoroti kebutuhan untuk membangkitkan lagi industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang terdampak pandemi COVID-19.
BEKUP 2020 didukung oleh jejaring coworking di Indonesia.
Presiden Coworking Indonesia, Faye Alund, menuturkan startup yang mengikuti program BEKUP 2020 akan diajari cara menjawab permasalahan di tengah masyarakat sehingga dapat langsung menerapkan solusi ketika program itu rampung.
Program ini akan dilaksanakan dalam 5 batch di 5 kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Bali, Medan, dan Makassar.
Lebih dari 500 startup ditargetkan untuk berpartisipasi dalam program BEKUP 2020. Setelah melalui proses seleksi, startup ini akan dibina untuk kemudian dipilih menjadi 40 terbaik yang akan masuk ke tahap inkubasi dengan mentor-mentor ternama di industri startup digital Indonesia.