Jakarta (ANTARA) - Data terbaru yang dilaporkan oleh WHO, UNESCO, UNICEF menyebutkan separuh dari total populasi anak di dunia atau sekitar satu miliar anak mengalami kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikologis, cedera, menjadi disabilitas dan meninggal dunia.
Berdasarkan siaran pers dari laman resmi WHO yang dikutip di Jakarta, Jumat, kekeran terhadap anak tersebut dikarenakan negara gagal mengimplementasikan strategi dan kebijakan yang telah dibuat untuk melindungi anak-anak.
Dalam laporan bertajuk Laporan Status Global tentang Pencegahan Kekerasan terhadap Anak Tahun 2020 terungkap 88 persen atau hampir semua negara di dunia telah memiliki undang-undang perlindungan anak dari kekerasan. Namun hanya kurang dari separuhnya atau 47 persen negara yang mengatakan penegakan hukum telah dijalankan.
"Tidak pernah ada alasan untuk kekerasan terhadap anak-anak. Kami memiliki alat berbasis bukti untuk mencegahnya, yang kami minta kepada semua negara untuk menerapkannya. Melindungi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak adalah inti dari melindungi kesehatan dan kesejahteraan kita bersama, sekarang dan untuk masa depan,” kata Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dalam laporan itu disebutkan sebanyak 40.150 anak usia 0 sampai 17 tahun meninggal dunia akibat kekerasan secara global. Sebanyak 28.160 anak laki-laki dan 11.190 adalah anak perempuan.
Hampir tiga dari empat anak atau sekitar 300 juta anak-anak mengalami hukuman fisik atau kekerasan psikologis yang didapatinya dari orang tua ataupun pengasuh.
Laporan itu juga mengungkap seperempat anak di dunia dengan usia di bawah lima tahun tinggal bersama ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Satu dari tiga anak usia 11 sampai 15 tahun mengalami perundungan dalam sebulan terakhir di sekolahnya. Sedangkan anak usia 13 sampai 15 tahun mengalami perkelahian fisik dalam satu tahun terakhir. Paling banyak dilakukan oleh anak laki-laki sebesar 45 persen dan anak perempuan 25 persen.
Selanjutnya laporan itu juga mengungkap sebanyak 120 juta anak perempuan dan remaja putri di bawah 20 tahun mengalami pelecehan seksual. Orang dewasa yang pernah mengalami kekerasan fisik, seksual, dan psikologis saat anak-anak memiliki kemungkinan tujuh kali lebih banyak untuk terlibat dalam tindakan yang sama sebagai pelaku. Atau memiliki kemungkinan 30 kali lebih banyak untuk melakukan percobaan bunuh diri.
Ketika orang dewasa pernah mengalami kekerasan pada masa anak-anak, laki-laki dewasa memiliki kemungkinan 14 kali lebih besar untuk jadi pelaku kekerasan fisik atau seksual kepada pasangannya. Sementara perempuan dewasa memiliki kemungkinan 16 kali lebih banyak untuk mendapatkan kekerasan fisik dan seksual dari pasangannya.
Berdasarkan siaran pers dari laman resmi WHO yang dikutip di Jakarta, Jumat, kekeran terhadap anak tersebut dikarenakan negara gagal mengimplementasikan strategi dan kebijakan yang telah dibuat untuk melindungi anak-anak.
Dalam laporan bertajuk Laporan Status Global tentang Pencegahan Kekerasan terhadap Anak Tahun 2020 terungkap 88 persen atau hampir semua negara di dunia telah memiliki undang-undang perlindungan anak dari kekerasan. Namun hanya kurang dari separuhnya atau 47 persen negara yang mengatakan penegakan hukum telah dijalankan.
"Tidak pernah ada alasan untuk kekerasan terhadap anak-anak. Kami memiliki alat berbasis bukti untuk mencegahnya, yang kami minta kepada semua negara untuk menerapkannya. Melindungi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak adalah inti dari melindungi kesehatan dan kesejahteraan kita bersama, sekarang dan untuk masa depan,” kata Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dalam laporan itu disebutkan sebanyak 40.150 anak usia 0 sampai 17 tahun meninggal dunia akibat kekerasan secara global. Sebanyak 28.160 anak laki-laki dan 11.190 adalah anak perempuan.
Hampir tiga dari empat anak atau sekitar 300 juta anak-anak mengalami hukuman fisik atau kekerasan psikologis yang didapatinya dari orang tua ataupun pengasuh.
Laporan itu juga mengungkap seperempat anak di dunia dengan usia di bawah lima tahun tinggal bersama ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Satu dari tiga anak usia 11 sampai 15 tahun mengalami perundungan dalam sebulan terakhir di sekolahnya. Sedangkan anak usia 13 sampai 15 tahun mengalami perkelahian fisik dalam satu tahun terakhir. Paling banyak dilakukan oleh anak laki-laki sebesar 45 persen dan anak perempuan 25 persen.
Selanjutnya laporan itu juga mengungkap sebanyak 120 juta anak perempuan dan remaja putri di bawah 20 tahun mengalami pelecehan seksual. Orang dewasa yang pernah mengalami kekerasan fisik, seksual, dan psikologis saat anak-anak memiliki kemungkinan tujuh kali lebih banyak untuk terlibat dalam tindakan yang sama sebagai pelaku. Atau memiliki kemungkinan 30 kali lebih banyak untuk melakukan percobaan bunuh diri.
Ketika orang dewasa pernah mengalami kekerasan pada masa anak-anak, laki-laki dewasa memiliki kemungkinan 14 kali lebih besar untuk jadi pelaku kekerasan fisik atau seksual kepada pasangannya. Sementara perempuan dewasa memiliki kemungkinan 16 kali lebih banyak untuk mendapatkan kekerasan fisik dan seksual dari pasangannya.