Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai proses penangkapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua tersangka terkait kasus suap di Kabupaten Muara Enim bukan hal yang begitu membanggakan untuk kepemimpinan Firli Bahuri.

KPK, Senin telah mengumumkan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB (AHB) dan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi (RS) sebagai tersangka baru dalam pengembangan perkara dugaan suap terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun Anggaran 2019.

"Sebab, kasus ini sejatinya merupakan pengembangan dari kepemimpinan KPK era sebelumnya," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangannya di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan sejak Firli Bahuri cs dilantik menjadi pimpinan KPK sebenarnya belum ada satu pun penindakan yang benar-benar didasari penyelidikan di era ia memimpin lembaga antirasuah itu.

"Mulai dari OTT (operasi tangkap tangan) Komisioner KPU, Bupati Sidoarjo, anggota DPRD Sumatera Utara, dan Muara Enim. Keseluruhan kasus ini merupakan pengembangan dari pimpinan KPK era sebelumnya," ungkap dia.

Selain itu, ia juga menyebut bahwa tudingan beberapa pihak yang menyatakan bahwa KPK era-era sebelumnya menciptakan kegaduhan merupakan kekeliruan yang mendasar.

Sebab, pemberian informasi ke publik dalam setiap langkah KPK merupakan prinsip dasar nilai-nilai yang ada di KPK, yakni keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.

"Lagi pun, ketika ada kegaduhan sebenarnya itu bukan bersumber dari KPK, akan tetapi dari para pelaku korupsi yang selalu mencari celah agar terbebas dari jerat hukum dengan melakukan cara-cara di luar hukum," tuturnya.

Ia pun menyoroti langkah KPK saat ini yang sering menjadi sorotan publik.

"Bagaimana tidak, lebih dari tiga bulan Firli Bahuri dilantik menjadi pimpinan KPK, praktis tidak ada kelanjutan penanganan kasus-kasus besar. Mulai dari skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pengadaan KTP-elektronik, dan bailout Bank Century," ujar Kurnia.

Selain itu, dalam kasus lain KPK saat ini pun mengalami kemunduran yang luar biasa, misalnya dua buronan yang sepertinya tidak mampu ditangkap, yaitu mantan Caleg PDIP Harun Masiku dan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

"Waktu pencarian sudah terlalu panjang dan berlarut-larut. Tidak salah jika publik menilai bahwa KPK bukan tidak mampu menangkap mereka, akan tetapi memang tidak mau," kata Kurnia.

Sebelumnya, Aries dan Ramlan ditangkap pada Minggu (26/4) di Palembang, Sumatera Selatan. KPK menangkap tersangka Ramlan pada pukul 07.00 WIB di rumah pribadinya di Perumahan Citra Grand City, Palembang.

Kemudian secara paralel, KPK menangkap tersangka Aries pukul 08.30 WIB di rumah orang tuanya di Jalan Urip Sumoharjo, Palembang.

Setelah diamankan, dua tersangka itu kemudian dibawa ke kantor Kepolisian Daerah Sumatera Selatan untuk pemeriksaan awal. Selanjutnya, diberangkatkan ke gedung KPK, Jakarta dan tiba pada Senin 27 April 2020 sekitar pukul 08.30 WIB untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.

Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun Anggaran 2019.

Bersamaan dengan dilakukannya penyidikan sejak 3 Maret 2020, KPK selanjutnya menetapkan dua tersangka tersebut saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Senin sore.

Aries HB diduga terima suap Rp3,031 miliar dari Robi Okta Fahlefi (ROF) dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari berhubungan dengan "commitment fee" perolehan Robi atas 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim.

Sedangkan Robi juga diduga melakukan pemberian sebesar Rp1,115 miliar kepada Ramlan dan juga diduga memberikan satu unit telepon genggam merk Samsung Note 10.

Robi telah ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka bersama Bupati Muara Enim Ahmad Yani (AYN) dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar (EM).

Robi telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palembang dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Ahmad Yani dan Elfin masih menjalani persidangan.***2***
 

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024