Makassar (ANTARA) - Ketua Bidang Maritim dan Kelautan DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali mengevaluasi tol laut sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang menyelimuti program tersebut.
"Barang-barang yang diangkut tol laut ini sepertinya tidak pernah dikontrol dan akhirnya dilepas ke mekanisme pasar. Seharusnya Pak Jokowi dan Pak Menko Maritim perlu turun ke bawah untuk mengecek langsung," ujar Bambang melalui siaran persnya yang diterima, Sabtu.
Ia menyebutkan berdasarkan infomasi yang diperoleh, barang yang diangkut seharusnya merupakan 11 komoditas pokok, namun pada kenyataannya tol laut turut mengangkut komoditas lainnya seperti barang elektronik dan sepeda.
Selain itu, mantan anggota DPR Komisi V itu mengatakan sudah sejak awal program ini terdapat banyak kendala dan menjadi salah kaprah dalam perjalanannya. Bila tidak segera dievaluasi, ia menyarankan sebaiknya di tutup saja.
"Kalau dibilang program ini bisa menurunkan disparitas harga itu omong kosong. Tol laut ini malah banyak menyedot banyak subsidi dari APBN," ujarnya.
Tidak hanya itu, program unggulan Presiden Jokowi pada 2014 itu dalam perjalanannya banyak terganjal berbagai kendala. Mulai dari konsepnya belum jelas hingga sinergitas antarlembaga tidak berjalan mulus.
Berkaitan dengan komentar Presiden Jokowi yang mengeluhkan tidak optimalnya sasaran yang dicapai pada program tol laut, karena ada pihak swasta yang memonopoli tol laut, sehingga tujuan yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan, ia mengatakan tidak sependapat.
Menurutnya, selama ini justru pihak swasta malah tidak diberikan kesempatan yang besar. Ia menyebut program tersebut lebih didominasi oleh BUMN seperti PT Pelni.
Bambang pun menawarkan opsi lain agar tidak terjadi ketimpangan, mengingat ada 26 ribu kapal yang dioperasikan oleh kurang lebih 3.000 perusahaan nasional siap untuk mengangkut barang lewat angkutan laut.
Biaya angkut transportasi laut, tambah dia, hanya berpengaruh kecil terhadap harga komoditas diangkut yang bisa mengakibatkan disparitas, tetapi kecil rata-rata hanya sekitar 3 persen.
"Bila dimisalkan ongkos angkut satu kontainer dari Surabaya-Makassar hanya sekitar Rp4 juta, sedangkan bila diisi 20 ton beras (@Rp10 ribu) nilai komoditi sekitar Rp200 juta berarti hanya sekitar 2 persen saja," tambahnya.
"Barang-barang yang diangkut tol laut ini sepertinya tidak pernah dikontrol dan akhirnya dilepas ke mekanisme pasar. Seharusnya Pak Jokowi dan Pak Menko Maritim perlu turun ke bawah untuk mengecek langsung," ujar Bambang melalui siaran persnya yang diterima, Sabtu.
Ia menyebutkan berdasarkan infomasi yang diperoleh, barang yang diangkut seharusnya merupakan 11 komoditas pokok, namun pada kenyataannya tol laut turut mengangkut komoditas lainnya seperti barang elektronik dan sepeda.
Selain itu, mantan anggota DPR Komisi V itu mengatakan sudah sejak awal program ini terdapat banyak kendala dan menjadi salah kaprah dalam perjalanannya. Bila tidak segera dievaluasi, ia menyarankan sebaiknya di tutup saja.
"Kalau dibilang program ini bisa menurunkan disparitas harga itu omong kosong. Tol laut ini malah banyak menyedot banyak subsidi dari APBN," ujarnya.
Tidak hanya itu, program unggulan Presiden Jokowi pada 2014 itu dalam perjalanannya banyak terganjal berbagai kendala. Mulai dari konsepnya belum jelas hingga sinergitas antarlembaga tidak berjalan mulus.
Berkaitan dengan komentar Presiden Jokowi yang mengeluhkan tidak optimalnya sasaran yang dicapai pada program tol laut, karena ada pihak swasta yang memonopoli tol laut, sehingga tujuan yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan, ia mengatakan tidak sependapat.
Menurutnya, selama ini justru pihak swasta malah tidak diberikan kesempatan yang besar. Ia menyebut program tersebut lebih didominasi oleh BUMN seperti PT Pelni.
Bambang pun menawarkan opsi lain agar tidak terjadi ketimpangan, mengingat ada 26 ribu kapal yang dioperasikan oleh kurang lebih 3.000 perusahaan nasional siap untuk mengangkut barang lewat angkutan laut.
Biaya angkut transportasi laut, tambah dia, hanya berpengaruh kecil terhadap harga komoditas diangkut yang bisa mengakibatkan disparitas, tetapi kecil rata-rata hanya sekitar 3 persen.
"Bila dimisalkan ongkos angkut satu kontainer dari Surabaya-Makassar hanya sekitar Rp4 juta, sedangkan bila diisi 20 ton beras (@Rp10 ribu) nilai komoditi sekitar Rp200 juta berarti hanya sekitar 2 persen saja," tambahnya.