Jakarta (ANTARA) - Peneliti bidang sosial The Indonesian Institute (TII) Center for Public Policy, Vunny Wijaya, memandang Presiden Jokowi perlu segera membentuk Badan Otorita Pengelola Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur.
"Menurut saya, Presiden Jokowi harus segera membentuk Badan Otorita Pengelola Pemindahan Ibu Kota yang independen, memiliki rekam jejak yang baik atau bersih dan profesional," kata Vunny saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan pemerintah juga harus memastikan sinergi kementerian dan lembaga terkait persiapan pemindahan ibu kota, tidak hanya dari sisi sarana dan prasarana, namun kesiapan SDM, terutama perangkat pemerintah ke ibu kota baru.
Dia mengatakan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur bagaimanapun akan menimbulkan arus urbanisasi, tidak hanya dari Kalimantan tapi juga luar Kalimantan, mengingat selama ini Jakarta berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi.
Dia mengatakan, seperti yang disampaikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro pada acara "Youth Talks: Yuk Pindah Ibu Kota" di Bappenas, 20 Agustus 2019, ibu kota baru akan memiliki konsep smart, green, dan beautiful city, yang berdaya saing nasional dan internasional.
Melihat konsep itu, diperkirakan akan banyak sarana prasarana dan tenaga yang akan dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan ibu kota baru.
"Pembangunan permukiman warga akan diitingkatkan, pembangunan sekolah dan universitas dan lain-lain. Lapangan kerja akan banyak dibuka seiring pembangunan bertahap yang dilaksanakan," jelas dia.
Menurutnya, hal tersebut akan menarik masyarakat di luar Pulau Kalimantan untuk datang ke ibu kota baru. Kalimantan Timur diprediksi akan mengalami kemajuan yang pesat.
Namun demikian, kata dia, kajian yang mendalam dalam menyusun masterplan pemindahan ibu kota dan adanya kebijakan pengembangan kawasan perkotaan yang lebih komprehensif sangat diperlukan untuk menghindari arus urbanisasi yang tinggi. Hal ini penting untuk mematangkan konsep pembangunan ibu kota dari awal.
Bappenas dan kementerian/lembaga di antaranya Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dinilai perlu membangun kesepahaman terlebih dahulu, membicarakan secara intensif terkait perencanaan pengembangan tata kota.
Penataan komprehensif calon ibu kota baru sangat penting untuk tidak mengulangi masalah yang sama seperti di Jakarta dan lebih matang dalam memfasilitasi fungsinya sebagai ibu kota.
Misalnya, kata dia, terkait tata ruang, saluran air, jalur transportasi, transportasi umum yang terintegrasi, ruang hijau, ruang publik, keamanan dan kenyamanan, kawasan permukiman dan komersil, tempat pembuangan sampah, fasilitas umum (kesehatan, pendidikan, pasar), sarana yang ramah anak, perempuan, lansia maupun penyandang disabilitas, fasilitas Internet, dan sebagainya.
"Menurut saya, ibu kota baru berpeluang besar untuk dirancang dengan baik dan komprehensif sejak awal selain belajar dari pengalaman di Jakarta," jelasnya.
Selanjutnya, Bappenas dan pemangku kepentingan terkait lainnya harus mampu secara cermat memilih aktor-aktor yang akan dilibatkan. Misalnya, mengumpulkan para ahli untuk membahas lebih jauh rencana pengembangan kota termasuk melibatkan sektor swasta dan masyarakat.
Pelibatan masyarakat secara aktif dipandang sangat penting, khususnya agar masyarakat juga memahami konsep ibu kota baru sehingga mampu mendukung pembangunan yang akan berjalan.
Untuk saat ini, menurutnya, setiap perencanaan termasuk pembuatan masterplan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah harus mulai dikawal.