Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menyampaikan keberatan terkait diskriminasi produk minyak kelapa sawit dan turunannya kepada Uni Eropa (UE) melalui surat yang ditandatangani bersama oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara Coffee Morning bersama wartawan di Jakarta, Senin, mengatakan surat tersebut telah ditandatangani pada Minggu (7/4/2019).
"Kemarin Presiden sudah menandatangani surat bersama antara Presiden Jokowi dan PM Mahathir tentang keberatan kita mengenai rencana Uni Eropa mem-banned sawit dunia. Mereka tulis bersama, tanda tangan bersama dan dikirim ke UE," jelasnya.
Luhut menuturkan isi surat itu berisi keberatan Indonesia dan Malaysia sebagai negara utama pemasok sawit dunia atas diskriminasi oleh Uni Eropa. Namun, ia enggan menjelaskan secara rinci poin keberatan dalam surat tersebut.
"Biar dibaca sana (UE) dulu. Surat itu cukup tegas," tuturnya.
Menurut Luhut, keberatan yang disampaikan Pemerintah Indonesia dan Malaysia merupakan sikap yang ditegaskan demi kepentingan petani sawit yang menggantungkan hidup mereka pada industri tersebut.
"Itu menyangkut sekitar 20 juta petani langsung dan tidak langsung, jadi pemerintah bersikap," katanya.
Mantan Menko Polhukam itu menegaskan industri sawit juga merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk menekan impor minyak yang membuat neraca transaksi berjalan terganggu.
Minyak kelapa sawit dapat dikonversi menjadi energi berupa bensin, diesel, hingga avtur dengan teknologi yang ada. "Maka itu (sawit) kita perjuangkan karena tak hanya petani, tapi berdampaknya juga kepada rakyat Indonesia karena menyangkut energi yang bisa kita dapat," katanya.
Luhut menambahkan terkait isu lingkungan yang merusak citra sawit, ia meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk bisa lebih memahami kondisi yang ada.
Pasalnya, mantan Kepala Staf Presiden (KSP) itu menyebut masalah lingkungan juga menjadi prioritas pemerintah. Ia mengambil contoh soal perbaikan lingkungan di sekitar Sungai Citarum yang kini semakin baik demi kebaikan generasi mendatang.
Menurut dia, pemerintah tidak akan membuat kebijakan yang akan merusak generasi yang akan datang, terlebih mengenai lingkungan.
"Itu LSM kita mbok ya nasionalismenya itu dibangkitkan. Itu 20 juta rakyat Indonesia, petani, smallholders itu yang langsung dan tidak langsung terlibat (dalam industri sawit). Nanti lama-lama kita audit juga nih mereka," ujarnya sambil sedikit berseloroh.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara Coffee Morning bersama wartawan di Jakarta, Senin, mengatakan surat tersebut telah ditandatangani pada Minggu (7/4/2019).
"Kemarin Presiden sudah menandatangani surat bersama antara Presiden Jokowi dan PM Mahathir tentang keberatan kita mengenai rencana Uni Eropa mem-banned sawit dunia. Mereka tulis bersama, tanda tangan bersama dan dikirim ke UE," jelasnya.
Luhut menuturkan isi surat itu berisi keberatan Indonesia dan Malaysia sebagai negara utama pemasok sawit dunia atas diskriminasi oleh Uni Eropa. Namun, ia enggan menjelaskan secara rinci poin keberatan dalam surat tersebut.
"Biar dibaca sana (UE) dulu. Surat itu cukup tegas," tuturnya.
Menurut Luhut, keberatan yang disampaikan Pemerintah Indonesia dan Malaysia merupakan sikap yang ditegaskan demi kepentingan petani sawit yang menggantungkan hidup mereka pada industri tersebut.
"Itu menyangkut sekitar 20 juta petani langsung dan tidak langsung, jadi pemerintah bersikap," katanya.
Mantan Menko Polhukam itu menegaskan industri sawit juga merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk menekan impor minyak yang membuat neraca transaksi berjalan terganggu.
Minyak kelapa sawit dapat dikonversi menjadi energi berupa bensin, diesel, hingga avtur dengan teknologi yang ada. "Maka itu (sawit) kita perjuangkan karena tak hanya petani, tapi berdampaknya juga kepada rakyat Indonesia karena menyangkut energi yang bisa kita dapat," katanya.
Luhut menambahkan terkait isu lingkungan yang merusak citra sawit, ia meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk bisa lebih memahami kondisi yang ada.
Pasalnya, mantan Kepala Staf Presiden (KSP) itu menyebut masalah lingkungan juga menjadi prioritas pemerintah. Ia mengambil contoh soal perbaikan lingkungan di sekitar Sungai Citarum yang kini semakin baik demi kebaikan generasi mendatang.
Menurut dia, pemerintah tidak akan membuat kebijakan yang akan merusak generasi yang akan datang, terlebih mengenai lingkungan.
"Itu LSM kita mbok ya nasionalismenya itu dibangkitkan. Itu 20 juta rakyat Indonesia, petani, smallholders itu yang langsung dan tidak langsung terlibat (dalam industri sawit). Nanti lama-lama kita audit juga nih mereka," ujarnya sambil sedikit berseloroh.