Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Facebook Indonesia bermitra dengan firma konsultan manajemen Bain & Co mengadakan riset mengenai kelas menengah di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, hasilnya mereka menemukan karakter unik mengenai orang-orang yang hanya memiliki kuota internet sedikit.
"Orang yang cuma punya data sedikit biasanya lebih pintar (berhemat data)," kata Country Director Facebook Indonesia, Sri Widowati, saat jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Mereka yang hanya memiliki akses kuota data internet sedikit, sering memanfaatkan sambungan Wi-Fi, jika sedang berada di sebuah tempat, untuk mengakses media sosial.
Data yang mereka miliki akan mereka gunakan lain waktu, ketika sudah tidak ada Wi-Fi, misalnya saat di rumah.
Facebook juga melihat ada perbedaan penggunaan aplikasi antara pengguna yang punya sedikit kuota internet dengan mereka yang banyak kuota. Instagram, identik dengan orang-orang yang punya akses data internet besar karena aplikasi tersebut terkenal banyak mengonsumsi data.
Sementara aplikasi Facebook dan WhatsApp bisa digunakan siapa pun karena penggunaan data cenderung ringan.
Perbedaan karakter kelas menengah dalam menggunakan internet juga dipengaruhi oleh lokasi dan latar belakang kultural. Facebook Indonesia memberi contoh perbedaan penggunaan internet di Sumatera dengan Sulawesi.
Di Sumatera, mereka menilai masyarakatnya cenderung tertutup dan lebih suka berada di dalam rumah, akibatnya, penggunaan media sosial cenderung lebih banyak ketika warganet berada di rumah.
Sementara di Makassar, menurut survei mereka, orang-orang senang berkumpul dan mereka tetap mengakses media sosial meski pun sedang bersama teman. Obrolan mereka pun membahas apa yang sedang terjadi di dunia maya.
Studi "The Rising Wave" dari Facebook dan Bain & Co melihat masyarakat kelas menengah saat ini memiliki kesempatan yang berbeda dengan generasi sebelum mereka dalam hal menentukan identita, memilih komunitas, mengejar cita-cita dan memilih pengalaman yang akan memberi dampak baik bagi mereka.
Teknologi dan dunia digital memegang peranan dalam hal tersebut, seperti memberikan kesempatan belajar dan peluang ekonomi, seperti belajar melalui video dan membuka toko online sambil tetap menjadikan keluarga sebagai prioritas utama.
Studi ini dilakukan selama April-Juni 2018 melalui 12.000 survei di Asia Tenggara. Indonesia memiliki porsi yang cukup besar dalam survei ini, mencakup 9 dari 21 kota di Asia Tenggara yang diteliti, yaitu Jakarta, Bekasi, Tangerang, Palembang, Makassar, Malang, Medan, Surabaya dan Bandung.
"Orang yang cuma punya data sedikit biasanya lebih pintar (berhemat data)," kata Country Director Facebook Indonesia, Sri Widowati, saat jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Mereka yang hanya memiliki akses kuota data internet sedikit, sering memanfaatkan sambungan Wi-Fi, jika sedang berada di sebuah tempat, untuk mengakses media sosial.
Data yang mereka miliki akan mereka gunakan lain waktu, ketika sudah tidak ada Wi-Fi, misalnya saat di rumah.
Facebook juga melihat ada perbedaan penggunaan aplikasi antara pengguna yang punya sedikit kuota internet dengan mereka yang banyak kuota. Instagram, identik dengan orang-orang yang punya akses data internet besar karena aplikasi tersebut terkenal banyak mengonsumsi data.
Sementara aplikasi Facebook dan WhatsApp bisa digunakan siapa pun karena penggunaan data cenderung ringan.
Perbedaan karakter kelas menengah dalam menggunakan internet juga dipengaruhi oleh lokasi dan latar belakang kultural. Facebook Indonesia memberi contoh perbedaan penggunaan internet di Sumatera dengan Sulawesi.
Di Sumatera, mereka menilai masyarakatnya cenderung tertutup dan lebih suka berada di dalam rumah, akibatnya, penggunaan media sosial cenderung lebih banyak ketika warganet berada di rumah.
Sementara di Makassar, menurut survei mereka, orang-orang senang berkumpul dan mereka tetap mengakses media sosial meski pun sedang bersama teman. Obrolan mereka pun membahas apa yang sedang terjadi di dunia maya.
Studi "The Rising Wave" dari Facebook dan Bain & Co melihat masyarakat kelas menengah saat ini memiliki kesempatan yang berbeda dengan generasi sebelum mereka dalam hal menentukan identita, memilih komunitas, mengejar cita-cita dan memilih pengalaman yang akan memberi dampak baik bagi mereka.
Teknologi dan dunia digital memegang peranan dalam hal tersebut, seperti memberikan kesempatan belajar dan peluang ekonomi, seperti belajar melalui video dan membuka toko online sambil tetap menjadikan keluarga sebagai prioritas utama.
Studi ini dilakukan selama April-Juni 2018 melalui 12.000 survei di Asia Tenggara. Indonesia memiliki porsi yang cukup besar dalam survei ini, mencakup 9 dari 21 kota di Asia Tenggara yang diteliti, yaitu Jakarta, Bekasi, Tangerang, Palembang, Makassar, Malang, Medan, Surabaya dan Bandung.