Banda Aceh (ANTARA News Sumsel) - Ketua DPR Aceh Tgk Muharuddin mendukung kebijakan Bupati Bireuen Saifannur mengimbau perempuan tidak duduk semeja dengan dengan laki-laki bukan muhrimnya di warung kopi atau kafetaria .
"Kami mendukung imbauan larangan ini. Kebijakan ini sangat bagus, mengingat Aceh merupakan daerah syariat Islam. Larangan ini untuk menegakkan syariat Islam," kata Tgk Muharuddin di Banda Aceh, Kamis.
Menurut Tgk Muharuddin, tentunya kebijakan tersebut diterbitkan setelah Bupati Bireuen melihat kehidupan sehari-hari di wilayahnya. Kebijakan diterbitkan untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran syariat Islam di warung kopi maupun kafetaria.
Oleh karena itu, Tgk Muharuddin mengajak seluruh masyarakat Bireuen mematuhi imbauan tersebut. Sebab, imbauan tersebut lebih kepada kebaikan dan penegakan syariat Islam di Aceh.
"Semuanya dikembalikan kepada masyarakat. Kami atas nama DPR Aceh, kami mendukung imbauan Bupati Bireuen tersebut. Kami berharap imbauan ini tidak dibesar-besarkan. Semua pihak harus menghormati bahwa Aceh merupakan daerah syariat Islam," kata Tgk Muharuddin.
Terkait desakan pemberlakuan di seluruh Aceh, Tgk Muharuddin mengatakan hal itu dikembalikan kepada para kepala daerah kabupaten/kota. Apakah mereka mau mengikuti kebijakan Bupati Bireuen atau tidak.
DPR Aceh, kata dia, melalui komisi terkait akan duduk dengan Dinas Syariat Islam dan Majelis Permusyawaratan Ulama mengkaji imbauan ini. Jika menurut para ulama dan dinas terkait perlu diterapkan, maka seruannya akan diberlakukan menyeluruh di Aceh.
"Yang perlu diketahui adalah seruan ini bukan melarang wanita di warung kopi atau kafetaria. Tapi, melarang perempuan mengopi duduk semeja dengan lelaki bukan nonmuhrim. Kalau mengopi dengan wanita atau keluarga, ya tidak masalah," ujar politisi Partai Aceh tersebut.
Sementara itu, Bupati Bireuen Saifannur mengatakan, larangan perempuan mengopi semeja dengan nonmuhrim di warung kopi atau kafetaria hanya sebatas imbauan. Tidak ada sanksi terkait yang melanggar seruan tersebut.
"Kami sebagai kepala daerah bertanggung jawab kepada masyarakat dan kepada Allah SWT. Untuk itu, kami mengimbau wanita tidak duduk semeja di warung kopi atau kafetaria dengan yang bukan muhrim. Apakah salah kami mengajak orang menjalankan Islam secara kaffah," kata Saifannur.
"Kami mendukung imbauan larangan ini. Kebijakan ini sangat bagus, mengingat Aceh merupakan daerah syariat Islam. Larangan ini untuk menegakkan syariat Islam," kata Tgk Muharuddin di Banda Aceh, Kamis.
Menurut Tgk Muharuddin, tentunya kebijakan tersebut diterbitkan setelah Bupati Bireuen melihat kehidupan sehari-hari di wilayahnya. Kebijakan diterbitkan untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran syariat Islam di warung kopi maupun kafetaria.
Oleh karena itu, Tgk Muharuddin mengajak seluruh masyarakat Bireuen mematuhi imbauan tersebut. Sebab, imbauan tersebut lebih kepada kebaikan dan penegakan syariat Islam di Aceh.
"Semuanya dikembalikan kepada masyarakat. Kami atas nama DPR Aceh, kami mendukung imbauan Bupati Bireuen tersebut. Kami berharap imbauan ini tidak dibesar-besarkan. Semua pihak harus menghormati bahwa Aceh merupakan daerah syariat Islam," kata Tgk Muharuddin.
Terkait desakan pemberlakuan di seluruh Aceh, Tgk Muharuddin mengatakan hal itu dikembalikan kepada para kepala daerah kabupaten/kota. Apakah mereka mau mengikuti kebijakan Bupati Bireuen atau tidak.
DPR Aceh, kata dia, melalui komisi terkait akan duduk dengan Dinas Syariat Islam dan Majelis Permusyawaratan Ulama mengkaji imbauan ini. Jika menurut para ulama dan dinas terkait perlu diterapkan, maka seruannya akan diberlakukan menyeluruh di Aceh.
"Yang perlu diketahui adalah seruan ini bukan melarang wanita di warung kopi atau kafetaria. Tapi, melarang perempuan mengopi duduk semeja dengan lelaki bukan nonmuhrim. Kalau mengopi dengan wanita atau keluarga, ya tidak masalah," ujar politisi Partai Aceh tersebut.
Sementara itu, Bupati Bireuen Saifannur mengatakan, larangan perempuan mengopi semeja dengan nonmuhrim di warung kopi atau kafetaria hanya sebatas imbauan. Tidak ada sanksi terkait yang melanggar seruan tersebut.
"Kami sebagai kepala daerah bertanggung jawab kepada masyarakat dan kepada Allah SWT. Untuk itu, kami mengimbau wanita tidak duduk semeja di warung kopi atau kafetaria dengan yang bukan muhrim. Apakah salah kami mengajak orang menjalankan Islam secara kaffah," kata Saifannur.