Banjarmasin (ANTARA News Sumsel) - Salah satu rangkaian Festival Pesona Budaya Borneo ke-2 yang digelar di Kota Banjarmasin, Kalsel dari 11-15 Agustus 2018 akan menampilkan kesaktian suku Dayak memanjat pohon berduri, yakni, pohon Manau.
Salah seorang yang akan menampilkan atraksi panjat pohon manau tanpa alas kaki tersebut akan dilakukan Kepala Suku Dayak Tabalong, Kalsel, Alianto.
Pria yang berusia 54 tahun dari desa Gunung Riut atau Lio di wilayah pegunungan Meratus tersebut mengaku sudah terbiasa memanjat pohon berduri sejak remaja.
"Ini ilmu turun temurun yang saya dapatkan dari moyang," ujarnya saat ikut sebagai peserta karnaval budaya dalam Festival Pesona Budaya Borneo ke-2 di Banjarmasin, Minggu.
Menurut dia, tidak semua orang di sukunya bisa melakukan atraksi ini, bahkan pada keluarganya sendiri.
"Yang mewarisi keahlian ini malah anak saya yang perempuan, dia yang akan mengganti saya," ujarnya.
Alianto menyatakan, atraksi kebal dari diri pohon ini tidak bisa dilakukan begitu saja, namun harus melalui ritual sesuai kepercayaan dalam sukunya.
"Jadi sebelum melakukan itu kita gelar ritual dulu," tuturnya.
Dia bercerita, moyangnya dulu melakukan atraksi ini dalam sebuah sayembara memperebutkan putri raja, di mana yang bisa mempersuntingnya harus melalui ujian memanjat pohon manau yang diketahui berduri tajam.
"Akhirnya moyang kami yang berhasil melalui ujian itu, ilmunya pun diturunkan kepada kami secara temurun," paparnya.
Alianto mengatakan, atraksi panjat pohon berduri sekarang ini hanya sebagai hiburan, bukan untuk kesombongan, karena ini bagian dari budaya kami yang harus tetap ada.
"Kami ingin berbagi budaya kepada sesama bangsa, ini lah kearifan budaya suku kami di Gunung Meratus," paparnya.
Salah seorang yang akan menampilkan atraksi panjat pohon manau tanpa alas kaki tersebut akan dilakukan Kepala Suku Dayak Tabalong, Kalsel, Alianto.
Pria yang berusia 54 tahun dari desa Gunung Riut atau Lio di wilayah pegunungan Meratus tersebut mengaku sudah terbiasa memanjat pohon berduri sejak remaja.
"Ini ilmu turun temurun yang saya dapatkan dari moyang," ujarnya saat ikut sebagai peserta karnaval budaya dalam Festival Pesona Budaya Borneo ke-2 di Banjarmasin, Minggu.
Menurut dia, tidak semua orang di sukunya bisa melakukan atraksi ini, bahkan pada keluarganya sendiri.
"Yang mewarisi keahlian ini malah anak saya yang perempuan, dia yang akan mengganti saya," ujarnya.
Alianto menyatakan, atraksi kebal dari diri pohon ini tidak bisa dilakukan begitu saja, namun harus melalui ritual sesuai kepercayaan dalam sukunya.
"Jadi sebelum melakukan itu kita gelar ritual dulu," tuturnya.
Dia bercerita, moyangnya dulu melakukan atraksi ini dalam sebuah sayembara memperebutkan putri raja, di mana yang bisa mempersuntingnya harus melalui ujian memanjat pohon manau yang diketahui berduri tajam.
"Akhirnya moyang kami yang berhasil melalui ujian itu, ilmunya pun diturunkan kepada kami secara temurun," paparnya.
Alianto mengatakan, atraksi panjat pohon berduri sekarang ini hanya sebagai hiburan, bukan untuk kesombongan, karena ini bagian dari budaya kami yang harus tetap ada.
"Kami ingin berbagi budaya kepada sesama bangsa, ini lah kearifan budaya suku kami di Gunung Meratus," paparnya.