Ekspektasi menggebu-gebu ketika belum sampai lokasi ini sangatlah wajar, karena sebelumnya hanya mendengar atau melihatnya dari media sosial atau informasi daring, namun ketika kaki menginjak lokasi ini perlu kiranya orang berpikir ulang mengenai ekspektasi itu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ekspektasi diartikan sebagai pengharapan, sedangkan dalam artian sesungguhnya adalah bayangan yang kita harapkan bakal menjadi kenyataan, namun pada kenyataannya sering bertolak belakang dengan realitas.

Itulah yang dialami sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke lokasi ini, yakni Kota Terlarang atau dalam bahasa asingnya dikenal dengan "Forbidden City" yang terletak di pusat Ibu Kota China, Beijing.

Pada awalnya, setiap wisatawan ketika sampai lokasi ini akan selalu ingin menikmati semua yang ada di setiap sudut Kota Terlarang, namun karena luasnya wilayah dan ramainya pengunjung, perlu kiranya membuat prioritas tujuan ke lokasi ini.

Untuk dapat menjangkau secara detail satu per satu lokasi ini tidak cukup sehari atau bahkan tiga hari, sebab luas wilayahnya mencapai 720.000 meter persegi atau 80 kali lapangan sepak bola berstandar internasional.

Belum lagi, lorong dan jarak antarpintu gerbang di sisi kiri dan kanan lokasi kerajaan ini cukup luas dan lebar, sehingga butuh energi ekstra bila ingin menjangkau satu per satu pintu di lokasi ini. Tidak ada alat transportasi untuk menjangkau antarpintu dalam Kota Terlarang dan wisatawan hanya diperkenankan jalan kaki dari satu lokasi ke lokasi lain. Tujuannya menjaga dan merawat keaslian lokasi ini.

Sungguh melelahkan, dan itulah sebabnya tidak perlu berekspektasi terlalu tinggi. Cukup siapkan tenaga dan stamina agar mampu menjangkau minimal seperempat tempat wisata yang telah ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia pada 1987.

Kota Terlarang merupakan satu dari sekian banyak destinasi wisata di Tiongkok. Kini lokasi itu murni dijadikan sebagai tempat wisata serta menjadi salah satu "jujugan" utama wisatawan asing ketika berada di negeri yang dikenal dengan minunam teh hijau tersebut, selain Tembok Besar China.

Penjagaan ketat oleh tentara setempat di setiap sudutnya nampak di lokasi ini. Mereka berdiri tegap dan sesekali melirik aktivitas wisawatan yang ingin berswafoto atau foto bersama rombongan.

Tujuan penjagaan untuk membatasi gerak wisatawan agar tidak sampai menjamah atau memegang beberapa situs atau barang peninggalan di istana tersebut, karena di lokasi itu terdapat 800 bangunan dan lebih dari 8.000 ruangan peninggalan Dinasti Ming dan Dinasti Qing.

Secara geografis, Kota Terlarang berada di sebelah utara Lapangan Tiananmen dan merupakan tempat 24 kaisar dari Dinasti Ming dan Qing berada, yakni antara 1406 hingga 1420.

Keberadaan kota dikelilingi tembok setinggi 10 meter. Di dalamnya terdapat pembatas antargerbang setinggi lima meter serta memiliki koleksi struktur kayu kuno terbesar di dunia.

Untuk masuk lokasi wisata ini, wisatawan cukup membayar 40 Yuan pada hari biasa atau setara Rp85 ribu dan 60 Yuan pada hari libur atau setara setara Rp125 ribu.

Batasi Kunjungan Saat ini, pengelola tempat wisata setempat melakukan pembatasan jumlah wisatawan ke lokasi itu dalam satu hari, untuk menghindari berjubelnya para pengunjung ke lokasi wisata yang terletak di Distrik Dongcheng itu.

Objek wisata yang berada di tengah-tengah Ibu Kota China itu kunjungannya dibatasi, tidak boleh lebih dari 80.000 orang per hari, sebab sebelumnya bisa mencapai 100.000 hingga 180.000 orang per hari. Dikutip dari media resmi setempat, pembatasan jumlah pengunjung bertujuan agar barang-barang peninggalan tetap lestari dan pengunjung tetap nyaman.

"Kami akan meningkatkan pola manajemen dan menjalankan mekanisme penjualan tiket pada periode tertentu mulai tahun depan," kata Direktur Museum Istana Kota Terlarang, Shan Jixiang.

Kota Terlarang yang merupakan situs budaya terkenal di dunia dan tempat bagi peninggalan tak ternilai itu pada 2017 telah menerima 16,7 juta pengunjung.

Sebelumnya, pewarta Antara Biro Jatim mendapat undangan ke China dari Konsulat Jenderal (Konjen) China di Surabaya untuk mengunjungi empat kota di negara tersebut, yakni Beijing, Yinchuan Ningxia, Suzhou Jiangsu, dan Shanghai.

Tujuannya untuk lebih mengenal dan melihat dari dekat kondisi negara "Tirai Bambu" itu, ssebab secara Produk Domestik Bruto (PDB) peringkat China saat naik dari 10 besar dunia ke peringkat dua dunia.

Kunjungan delegasi media ke China itu diharapkan bisa membagikan kabar perkembangan kondisi China ke seluruh Indonesia dan mengetahui lebih dekat hubungan baik antara Indonesia dengan China.

Dalam kunjungan ke Beijing itu, delegasi wartawan berkunjung ke Kantor Radio dan Televisi China di area Lugu dan beribadah di Masjid Niujie, serta akan meliput ke Badaling Great Wall (Chang Cheng) atau Tembok Besar China.

Para delegasi media itu, juga akan mengunjungi Ibu Kota Provinsi Ningxia di RRT, yakni Yinehuan Ningxia, yang merupakan wilayah minoritas muslim di China dengan populasi 736.300 jiwa, dan pernah menjadi ibu kota Kerajaan Xia Barat, yaitu kerajaan yang didirikan Suku Tangut dan Tibet.

Setelah itu, para delegasi media juga mengunjungi Suzhou Jiangsu yang merupakan satu kota yang paling terkenal di Republik Rakyat Tiongkok dengan jembatan batu melengkung, pagoda, dan taman-tamannya.

Kunjungan terakhir, ke Shanghai yang merupakan kota terbesar Republik Rakyat Tiongkok dan terletak di tepi delta Changjiang, serta menjadi pusat ekonomi, perdagangan, finansial, dan komunikasi terpenting China.

Pewarta : A. Malik Ibrahim
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024