Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Sebagian orang merasa kegiatan merokok tidak akan merugikan dirinya dan orang lain karena menganggap rokok yang dia isap adalah rokok putih dengan kadar nikotin dan tar yang rendah.
Ada juga orang yang merasa tidak masalah hidup bersama seorang perokok sehingga membiarkan dirinya menjadi perokok pasif dan terkena paparan asap rokok.
Padahal, nikotin pada rokok menyebabkan kecanduan. Meskipun kadarnya rendah, karena sifatnya yang menyebabkan kecanduan, seseorang akan terus merokok dan kesulitan untuk berhenti.
Begitu pula dampak dari perokok pasif. Kampanye kesehatan yang dilakukan Kementerian Kesehatan kerap menampilkan korban rokok akibat dari perokok pasif.
Anggota Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) Darmawan Budi Setyanto mengatakan bahwa tidak ada kata aman untuk paparan asap rokok, baik perokok aktif maupun perokok pasif.
"Rokok jelas berbahaya bagi perokok, itu urusan mereka. Jadi, masalah bagi orang-orang di sekitarnya yang menjadi perokok tangan kedua maupun ketiga," kata Darmawan.
Darmawan menyebutkan terdapat tiga tipe perokok, yaitu perokok aktif yang disebut perokok tangan pertama dan perokok pasif yang terdiri atas perokok tangan kedua dan tangan ketiga.
Perokok tangan kedua adalah perokok pasif yang terkena paparan asap rokok karena berada di sekitar perokok.
Perokok tangan ketiga adalah perokok pasif yang terkena paparan asap rokok dari endapan yang menempel pada badan, pakaian, maupun barang-barang yang ada di dalam ruangan yang digunakan untuk merokok.
Asap rokok akan menempel dan mengendap di badan, pakaian, dan perabot-perabot di sekitar, seperti sofa atau gorden. Endapan yang bisa bertahan selama beberapa pekan itu terus memancarkan racun yang tidak kalah berbahaya dengan asap rokok, Oleh karena itu, Darmawan menyebut bahaya yang mengintai para perokok tangan ketiga itu sebagai "bahaya yang terselubung" karena tidak terlihat.
"Dampaknya terutama terhadap janin dan anak-anak, yaitu bisa memengaruhi tumbuh kembangnya. Dampaknya tidak kalah mengerikan dibandingkan perokoknya langsung," katanya.
Menurut Darmawan, makin muda janin di dalam kandungan terkena paparan asap rokok maka dampaknya semakin terlihat pada masa depan.
Gangguan Janin Sebelum diwajibkan menampilkan peringatan kesehatan bergambar, kemasan rokok wajib mencantumkan peringatan kesehatan berupa tulisan dengan bunyi "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan ganguan kehamilan dan janin".
Ketua Bidang Organisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A.(K) mengatakan bahwa bayi dari ibu hamil yang merokok lebih berisiko mengalami kelainan jantung bawaan.
"Ibu hamil yang merokok 44 persen lebih berisiko memiliki anak dengan defek septum daripada yang tidak merokok," kata Piprim.
Defek septum ventrikel adalah kelainan jantung bawaan berupa lubang di dinding pemisah antara bilik kanan dan bilik kiri jantung. Pada kebanyakan kasus, defek septum ventrikel muncul di bagian bawah katup aorta.
Piprim mengatakan bahwa tidak ada bukti signifikan terhadap hubungan dosis respons antara kebiasaan merokok pada ibu hamil dan penyakit jantung bawaan secara keseluruhan pada anak keturunannya.
"Satu-satunya bukti terdapat efek dosis respon ditunjukkan pada defek septum," ujarnya.
Menurut Piprim, sebanyak 11 persen ibu dari anak dengan penyakit jantung bawaan memiliki kebiasaan merokok selama hamil.
Oleh karena itu, mengurangi kebiasaan merokok selama hamil dapat memperbaiki luaran reproduksi dan berkontribusi terhadap penurunan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak.
Penyakit jantung bawaan merupakan penyakit yang serius dan berdampak besar, yaitu rawat inap dan tindakan berulang di rumah sakit.
Salah satu pemicu penyakit jantung bawaan adalah ibu perokok dan paparan terhadap tembakau. Efek samping dari paparan tembakau adalah lahir prematur, kelainan bawaan lain, dan lahir mati atau keguguran.
Gangguan Jiwa Kecanduan merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa. Namun, masih banyak orang yang menganggap kecanduan rokok merupakan sesuatu yang normal dan tidak menjadi masalah.
Direktur Eksekutif Indonesia Neuroscience Institute dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, Sp.K.J. mengatakan bahwa kecanduan rokok, sebagaimana bentuk kecanduan narkotika yang lain, merupakan salah satu gangguan jiwa.
"Nikotin yang dikandung rokok itu sama persis dengan narkoba lainnya. Tingkat kecanduannya nomor tiga setelah heroin dan kokain," kata Adhi.
Psikiater Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan itu mengatakan bahwa tingkat kecanduan nikotin lebih tinggi daripada sabu-sabu, ganja, dan segala macam narkoba yang lain.
Menurut dia, narkoba terdiri atas dua jenis, yaitu yang legal dan ilegal. Meskipun legal, tetap saja disebut narkoba, termasuk rokok.
"Masalahnya, banyak orang yang tidak tahu kalau rokok termasuk narkoba sehingga perilaku merokok dianggap normal," tuturnya.
Karena memiliki tingkat kecanduan yang tinggi, Adhi memandang perlu niat yang tinggi bagi seorang pecandu rokok untuk berhenti merokok. Puasa seharusnya dapat menjadi momentum spiritual setiap pribadi untuk menghentikan ketergantungan pada rokok.
Ada juga orang yang merasa tidak masalah hidup bersama seorang perokok sehingga membiarkan dirinya menjadi perokok pasif dan terkena paparan asap rokok.
Padahal, nikotin pada rokok menyebabkan kecanduan. Meskipun kadarnya rendah, karena sifatnya yang menyebabkan kecanduan, seseorang akan terus merokok dan kesulitan untuk berhenti.
Begitu pula dampak dari perokok pasif. Kampanye kesehatan yang dilakukan Kementerian Kesehatan kerap menampilkan korban rokok akibat dari perokok pasif.
Anggota Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) Darmawan Budi Setyanto mengatakan bahwa tidak ada kata aman untuk paparan asap rokok, baik perokok aktif maupun perokok pasif.
"Rokok jelas berbahaya bagi perokok, itu urusan mereka. Jadi, masalah bagi orang-orang di sekitarnya yang menjadi perokok tangan kedua maupun ketiga," kata Darmawan.
Darmawan menyebutkan terdapat tiga tipe perokok, yaitu perokok aktif yang disebut perokok tangan pertama dan perokok pasif yang terdiri atas perokok tangan kedua dan tangan ketiga.
Perokok tangan kedua adalah perokok pasif yang terkena paparan asap rokok karena berada di sekitar perokok.
Perokok tangan ketiga adalah perokok pasif yang terkena paparan asap rokok dari endapan yang menempel pada badan, pakaian, maupun barang-barang yang ada di dalam ruangan yang digunakan untuk merokok.
Asap rokok akan menempel dan mengendap di badan, pakaian, dan perabot-perabot di sekitar, seperti sofa atau gorden. Endapan yang bisa bertahan selama beberapa pekan itu terus memancarkan racun yang tidak kalah berbahaya dengan asap rokok, Oleh karena itu, Darmawan menyebut bahaya yang mengintai para perokok tangan ketiga itu sebagai "bahaya yang terselubung" karena tidak terlihat.
"Dampaknya terutama terhadap janin dan anak-anak, yaitu bisa memengaruhi tumbuh kembangnya. Dampaknya tidak kalah mengerikan dibandingkan perokoknya langsung," katanya.
Menurut Darmawan, makin muda janin di dalam kandungan terkena paparan asap rokok maka dampaknya semakin terlihat pada masa depan.
Gangguan Janin Sebelum diwajibkan menampilkan peringatan kesehatan bergambar, kemasan rokok wajib mencantumkan peringatan kesehatan berupa tulisan dengan bunyi "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan ganguan kehamilan dan janin".
Ketua Bidang Organisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A.(K) mengatakan bahwa bayi dari ibu hamil yang merokok lebih berisiko mengalami kelainan jantung bawaan.
"Ibu hamil yang merokok 44 persen lebih berisiko memiliki anak dengan defek septum daripada yang tidak merokok," kata Piprim.
Defek septum ventrikel adalah kelainan jantung bawaan berupa lubang di dinding pemisah antara bilik kanan dan bilik kiri jantung. Pada kebanyakan kasus, defek septum ventrikel muncul di bagian bawah katup aorta.
Piprim mengatakan bahwa tidak ada bukti signifikan terhadap hubungan dosis respons antara kebiasaan merokok pada ibu hamil dan penyakit jantung bawaan secara keseluruhan pada anak keturunannya.
"Satu-satunya bukti terdapat efek dosis respon ditunjukkan pada defek septum," ujarnya.
Menurut Piprim, sebanyak 11 persen ibu dari anak dengan penyakit jantung bawaan memiliki kebiasaan merokok selama hamil.
Oleh karena itu, mengurangi kebiasaan merokok selama hamil dapat memperbaiki luaran reproduksi dan berkontribusi terhadap penurunan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak.
Penyakit jantung bawaan merupakan penyakit yang serius dan berdampak besar, yaitu rawat inap dan tindakan berulang di rumah sakit.
Salah satu pemicu penyakit jantung bawaan adalah ibu perokok dan paparan terhadap tembakau. Efek samping dari paparan tembakau adalah lahir prematur, kelainan bawaan lain, dan lahir mati atau keguguran.
Gangguan Jiwa Kecanduan merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa. Namun, masih banyak orang yang menganggap kecanduan rokok merupakan sesuatu yang normal dan tidak menjadi masalah.
Direktur Eksekutif Indonesia Neuroscience Institute dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, Sp.K.J. mengatakan bahwa kecanduan rokok, sebagaimana bentuk kecanduan narkotika yang lain, merupakan salah satu gangguan jiwa.
"Nikotin yang dikandung rokok itu sama persis dengan narkoba lainnya. Tingkat kecanduannya nomor tiga setelah heroin dan kokain," kata Adhi.
Psikiater Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan itu mengatakan bahwa tingkat kecanduan nikotin lebih tinggi daripada sabu-sabu, ganja, dan segala macam narkoba yang lain.
Menurut dia, narkoba terdiri atas dua jenis, yaitu yang legal dan ilegal. Meskipun legal, tetap saja disebut narkoba, termasuk rokok.
"Masalahnya, banyak orang yang tidak tahu kalau rokok termasuk narkoba sehingga perilaku merokok dianggap normal," tuturnya.
Karena memiliki tingkat kecanduan yang tinggi, Adhi memandang perlu niat yang tinggi bagi seorang pecandu rokok untuk berhenti merokok. Puasa seharusnya dapat menjadi momentum spiritual setiap pribadi untuk menghentikan ketergantungan pada rokok.