Denpasar (ANTARA News Sumsel) - Kepala Kepolisian Daerah Bali, Irjen (Pol) Petrus R. Golose, menolak upaya melegalkan narkoba jenis tertentu di Pulau Dewata, karena 60,9 persen pengguna narkoba jenis itu merupakan warga asal Bali.
"Atas nama Kapolda Bali, saya tidak menyetujui usulan bahwa Bali dijadikan tempat khusus untuk menggunakan narkotika jenis tertentu, karena hukum di pulau ini harus ditegakkan," ujarnya setelah menerima kunjungan tim rombongan Komisi III DPR saat reses di Bali, Rabu.
Jenderal bintang dua ini juga tidak setuju dengan gagasan melegalkan penggunaan narkoba di Bali, karena perbandingannya penyalahgunaan ganja di negara lain seperti Belanda dan Amerika Serikat yang memperbolehkan hal itu.
"Wacana ini memang disampaikan oleh wakil rakyat, karena dalam kajian juga menarik informasi yang berkaitan dengan KUHP dan terkait perjudian agar dibuatkan tempat khusus di Bali, saya sampaikan memang di Bali ada tabuh rah, namun kami akan mengikuti koridor sesuai Undang-Undang," katanya.
Apabila memang tidak ada aturan atau "legal standing" yang ada, maka Polda Bali tetap menolak wacana yang diusulkan oleh DPR itu, karena dampak dalam jangka panjang akan sangat berbahaya.
"Namun ada hal positif dari usulan ini, bahwa mereka mendengar suara ramai di masyarakat, karena dalam rangka finalisasi KUHP yang merupakan peninggalan sangat lama dari zaman Belanda," katanya.
Dengan adanya perubahan ini, pihaknya ingin melihat apakah Indonesia masih berpijak kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 atau Undang-Undang yang sudah disiapkan sejak lama baru akan disahkan saat ini.
"Saat saya masih di bangku PTIK sudah menerima usulan ini dan belajar tentang perubahan KUHP dan mudah-mudahan dalam waktu dekat Indonesia memiliki KUHP nasional yang baru, bukan peninggalan zaman Belanda," katanya.
Sementara itu, Ketua tim rombongan dari Komisi III DPR, Desmond J Mahesa mengatakan, pihaknya melempar isu ini karena ada pemikiran agar ada tempat khusus dengan pengawasan ketat untuk pengguna narkotika.
"Isu ini kami lempar agar ingin mengetahui respons aparat penegak hukum untuk dijadikan masukan DPR bahwa di Bali tidak bisa dijadikan untuk kegiatan penyalahgunakan narkotika," katanya.
Dengan adanya hal ini, pihaknya ingin merespons pemikiran yang saat ini liar dan dikemukakan dalam pembahasan dengan aparat penegak hukum saat ini. "Artinya kalau di Bali tidak bisa, maka di tempat lain juga tidak bisa," katanya.
Terkait masalah perjudian juga banyak yang berspekulasi agar dibuat pulau khusus untuk ini, karena banyak warga negara Indonesia berjudi di Singapura.
"Kenapa di Indonesia tidak dibuat tempat khusus salah satu juga muncul nama Bali dijadikan tempat ini," katanya.
Namun, kultur budaya di Bali tidak cocok, sehingga undang-undang itu tidak perlu dibahas kembali. "Saya tegaskan, ini hanya usulan, karena ada pemikiran bahwa orang Indonesia banyak berjudi di Singapura sehingga kami sengaja merespons pemikiran liar yang langsung diwacanakan di Bali, ternyata itu tidak cocok," katanya.
(T.KR-SRW/E.M. Yacub)
"Atas nama Kapolda Bali, saya tidak menyetujui usulan bahwa Bali dijadikan tempat khusus untuk menggunakan narkotika jenis tertentu, karena hukum di pulau ini harus ditegakkan," ujarnya setelah menerima kunjungan tim rombongan Komisi III DPR saat reses di Bali, Rabu.
Jenderal bintang dua ini juga tidak setuju dengan gagasan melegalkan penggunaan narkoba di Bali, karena perbandingannya penyalahgunaan ganja di negara lain seperti Belanda dan Amerika Serikat yang memperbolehkan hal itu.
"Wacana ini memang disampaikan oleh wakil rakyat, karena dalam kajian juga menarik informasi yang berkaitan dengan KUHP dan terkait perjudian agar dibuatkan tempat khusus di Bali, saya sampaikan memang di Bali ada tabuh rah, namun kami akan mengikuti koridor sesuai Undang-Undang," katanya.
Apabila memang tidak ada aturan atau "legal standing" yang ada, maka Polda Bali tetap menolak wacana yang diusulkan oleh DPR itu, karena dampak dalam jangka panjang akan sangat berbahaya.
"Namun ada hal positif dari usulan ini, bahwa mereka mendengar suara ramai di masyarakat, karena dalam rangka finalisasi KUHP yang merupakan peninggalan sangat lama dari zaman Belanda," katanya.
Dengan adanya perubahan ini, pihaknya ingin melihat apakah Indonesia masih berpijak kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 atau Undang-Undang yang sudah disiapkan sejak lama baru akan disahkan saat ini.
"Saat saya masih di bangku PTIK sudah menerima usulan ini dan belajar tentang perubahan KUHP dan mudah-mudahan dalam waktu dekat Indonesia memiliki KUHP nasional yang baru, bukan peninggalan zaman Belanda," katanya.
Sementara itu, Ketua tim rombongan dari Komisi III DPR, Desmond J Mahesa mengatakan, pihaknya melempar isu ini karena ada pemikiran agar ada tempat khusus dengan pengawasan ketat untuk pengguna narkotika.
"Isu ini kami lempar agar ingin mengetahui respons aparat penegak hukum untuk dijadikan masukan DPR bahwa di Bali tidak bisa dijadikan untuk kegiatan penyalahgunakan narkotika," katanya.
Dengan adanya hal ini, pihaknya ingin merespons pemikiran yang saat ini liar dan dikemukakan dalam pembahasan dengan aparat penegak hukum saat ini. "Artinya kalau di Bali tidak bisa, maka di tempat lain juga tidak bisa," katanya.
Terkait masalah perjudian juga banyak yang berspekulasi agar dibuat pulau khusus untuk ini, karena banyak warga negara Indonesia berjudi di Singapura.
"Kenapa di Indonesia tidak dibuat tempat khusus salah satu juga muncul nama Bali dijadikan tempat ini," katanya.
Namun, kultur budaya di Bali tidak cocok, sehingga undang-undang itu tidak perlu dibahas kembali. "Saya tegaskan, ini hanya usulan, karena ada pemikiran bahwa orang Indonesia banyak berjudi di Singapura sehingga kami sengaja merespons pemikiran liar yang langsung diwacanakan di Bali, ternyata itu tidak cocok," katanya.
(T.KR-SRW/E.M. Yacub)