Samarinda (Antaranews Sumsel) - Kepala Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Kalimantan Timur Dwi Ariyanto mengatakan, jika pemerintah daerah ingin menerbitkan obligasi daerah dan/atau sukuk daerah, maka diperlukan beberapa syarat dan harus melalui mekanisme.

"Persyaratannya, selain diwajibkan menyampaikan pendaftaran kepada OJK, pemda juga memerlukan persetujuan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)," ujar Dwi Ariyanto di Samarinda, Sabtu.

Aspek tata kelola APBD oleh pemda, lanjutnya, juga perlu menjadi perhatian karena kepercayaan investor sangat tergantung pada bagaimana pemda mengelola APBD dan memanfaatkan dana hasil penerbitan obligasi daerah atau sukuk daerah.

Untuk itu, ia berharap pemda dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan didukung infrastruktur organisasi yang memadai, sehingga dapat mengelola obligasi daerah dengan baik.

Tugas ini tidak hanya berhenti saat diterimanya dana hasil penerbitan obligasi daerah, namun berkelanjutan (debt servicing dan investor relation).

Untuk peraturan yang terkait dengan green bonds, OJK mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No.60/POJK.04/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond).

POJK ini diterbitkan sejalan dengan rencana pembangunan jangka panjang untuk mewujudkan Indonesia asri dan lestari melalui melalui berbagai aspek, antara lain pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan.

POJK diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pembiayaan berkelanjutan yang ramah lingkungan di pasar modal.

Ia menambahkan, penerbitan green bonds oleh perusahaan Indonesia di pasar modal akan menjadi tonggak sejarah yang signifikan untuk menegaskan komitmen Indonesia dalam menangani isu-isu lingkungan melalui produk keuangan ramah lingkungan.

"Ada pula untuk aturan yang terkait dengan E-Registration, yakni Peraturan OJK Nomor 58/POJK.04/2017 tentang Penyampaian Pernyataan Pendaftaran atau Pengajuan Aksi Korporasi Secara Elektronik," katanya.

POJK ini diterbitkan untuk mendukung efektifitas dan efisiensi pelayanan OJK kepada pemangku kepentingan yang lebih efisien dan transparan dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Untuk implementasinya, lanjut Dwi, OJK telah menyiapkan sistem elektronik yang diberi nama Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (Sprint).

Selain mengeluarkan aturan-aturan, OJK juga menginisiasi beberapa kebijakan guna pendalaman pasar modal di Indonesia.

Kebijakan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain kebijakan untuk mengurangi risiko pasar, meningkatkan likuiditas pasar, serta mengakomodir perubahan siklus penyelesaian dalam praktik regional.

"OJK bersama Bursa Efek Indonesia (BEI), PT KSEI, dan PT KPEI juga memiliki program percepatan penyelesaian transaksi bursa dari sebelumnya T+3 menjadi T+2," katanya.

Penerapan Siklus Penyelesaian T+2 memberikan manfaat bagi Industri, yakni meningkatkan harmonisasi antarbursa global sehingga memudahkan transaksi efek lintas, meningkatkan likuiditas melalui percepatan reinvestment dari modal, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengurangi risiko sistemik yang dapat terjadi di pasar modal.


Pewarta : M Ghofar
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024