Jakarta (ANTARA Sumsel) - Bank Indonesia sedang mengkaji untuk memperluas rencana pelonggaran uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) berdasarkan segmen penerima (LTV Targeted), atau bukan hanya pelonggaran uang muka KPR berdasarkan kewilayahan (loan to value/LTV Spasial).
Gubernur BI Agus Martowardojo dalam Pertemuan Tahunan BI (Bankers' Dinner) 2017 di Jakarta, Selasa (28/11) malam, mengatakan bahwa penerapan relaksasi LTV tidak efektif jika hanya berdasarkan wilayah (spasial).
"Kami saat ini masih mengkaji untuk berdasarkan 'targeted'. Ini masih dalam kajian, kami akan meliat hasil riset secara makroprudensial," kata Agus.
Namun, Agus masih belum memastikan apakah akan menghapus rencana LTV Spasial atau menambahnya dengan pelonggaran LTV berdasakan segmen.
Menurut Agus, relaksasi LTV sesuai dengan segmen dapat lebih mencegah risiko terjadinya "bubble" sektor KPR. "Bubble" merupakan gejolak yang ditimbulkan permintaan berlebihan terhadap sektor tertentu yang dapat mengerek drastis harga dan akhirnya mengguncang stabilitas perekonomian.
Relaksi LTV sesuai dengan segmen ini akan mencakup relaksasi KPR pada properti di bidang apartemen, rumah susun, ataupun rumah tinggal yang di atas tanah atau bentuk-bentuk spesifik yang lain.
Sebelumnya, Agus menjelaskan bahwa perluasan relaksasi LTV berdasarkan segmen dilakukan karena pertama LTV untuk properti di Indonesia yang sebesar 85 persen tergolong tinggi.
Dengan LTV 85 persen, uang muka KPR yang dibayarkan nasabah senesar 15 persen. Di negara-negara lain, LTV untuk properti berkisar antara 70 persen dan 80 persen.
Kedua, relaksasi LTV berdasarkan segmen juga untuk mendorong pertumbuhan kredit properti. Jika hanya mengandalan pelonggaran rasio LTV, dampaknya sangat lamban terhadap pertumbuhan kredit.
BI pernah melakukan pengetatan LTV properti pada tahun 2012 menjadi 70 persen dan melakukan pelonggaran pada tahun 2015 dan 2016.
Bank Sentral berencana menerapkan relaksasi LTV ini pada tahun 2018. BI menargetkan pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan pada tahun depan dapat tumbuh 10 s.d. 12 persen (yoy).
Gubernur BI Agus Martowardojo dalam Pertemuan Tahunan BI (Bankers' Dinner) 2017 di Jakarta, Selasa (28/11) malam, mengatakan bahwa penerapan relaksasi LTV tidak efektif jika hanya berdasarkan wilayah (spasial).
"Kami saat ini masih mengkaji untuk berdasarkan 'targeted'. Ini masih dalam kajian, kami akan meliat hasil riset secara makroprudensial," kata Agus.
Namun, Agus masih belum memastikan apakah akan menghapus rencana LTV Spasial atau menambahnya dengan pelonggaran LTV berdasakan segmen.
Menurut Agus, relaksasi LTV sesuai dengan segmen dapat lebih mencegah risiko terjadinya "bubble" sektor KPR. "Bubble" merupakan gejolak yang ditimbulkan permintaan berlebihan terhadap sektor tertentu yang dapat mengerek drastis harga dan akhirnya mengguncang stabilitas perekonomian.
Relaksi LTV sesuai dengan segmen ini akan mencakup relaksasi KPR pada properti di bidang apartemen, rumah susun, ataupun rumah tinggal yang di atas tanah atau bentuk-bentuk spesifik yang lain.
Sebelumnya, Agus menjelaskan bahwa perluasan relaksasi LTV berdasarkan segmen dilakukan karena pertama LTV untuk properti di Indonesia yang sebesar 85 persen tergolong tinggi.
Dengan LTV 85 persen, uang muka KPR yang dibayarkan nasabah senesar 15 persen. Di negara-negara lain, LTV untuk properti berkisar antara 70 persen dan 80 persen.
Kedua, relaksasi LTV berdasarkan segmen juga untuk mendorong pertumbuhan kredit properti. Jika hanya mengandalan pelonggaran rasio LTV, dampaknya sangat lamban terhadap pertumbuhan kredit.
BI pernah melakukan pengetatan LTV properti pada tahun 2012 menjadi 70 persen dan melakukan pelonggaran pada tahun 2015 dan 2016.
Bank Sentral berencana menerapkan relaksasi LTV ini pada tahun 2018. BI menargetkan pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan pada tahun depan dapat tumbuh 10 s.d. 12 persen (yoy).