Gresik (Antarasumsel.com) - Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa menyebut Nyai Gede Pinatih, atau juga akrab disebut Nyai Ageng Pinatih, yang makamnya di Desa Kebungson, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, hingga kini terus didatangi peziarah, merupakan pionir perempuan Indonesia.
"Hidup di era abad ke-15, Nyai Ageng Pinatih adalah saudagar kaya yang kemudian mendapat kepercayaan dari Kerajaan Majapahit sebagai Kepala Kesyahbandaran Pelabuhan Gresik untuk menarik pajak kapal-kapal asing yang berlabuh," katanya kepada wartawan di sela menghadiri haul atau peringatan wafatnya Nyai Gede Pinatih ke- 550 di Gresik, Minggu.
Menurut dia, satu hal yang perlu diteladani, Nyai Gede Pinatih adalah seorang santriwati yang sukses menjalani karir sebagai pengusaha.
"Keilmuannya sangat dalam di bidang agama, perekonomian dan keuangan. Sebagai pengusaha, beliau menguasai perdagangan dalam dan luar negeri. Sehingga dipercaya oleh Kerajaan Majapahit untuk memungut bea cukai bagi pedagang-pedagang yang berlabuh di Kesyahbandaran Pelabuhan Gresik," ujarnya.
Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama ini menilai sangat jarang perempuan Indonesia di era sekarang yang ilmu duniawi dan ukhrawinya berjalan beriringan seperti yang dimiliki Nyai Gede Pinatih.
"Beliau dulu nyantrinya ke Sunan Ampel dan Sunan Malik Ibrahim, dua wali besar yang termasuk dalam Wali Songo. Keilmuan agamanya sama kuat dengan ilmu ekonominya," katanya.
Maka, melalui peringatan Haul Nyai Gede Pinatih ke- 550, Khofifah mengingatkan bahwa di abad ke- 15, sudah ada yang merintis emansipasi wanita.
"Kalau melihat hari ini, berarti ada kemunduran dari kalangan santriwati dan perempuan Indonesia pada umumnya. Padahal di abad ke- 15 Nyai Gede Pinatih sudah merintis emansipasi wanita di bidang perdagangan dan keuangan," ucapnya.
Maka mestinya, lanjut dia, hari ini perempuan di Indonesia sudah meraksasa mengelola perdagangan dan keuangan.
Namun kenapa hal itu tidak terjadi, Khofifah menilai ada mata rantai yang terputus dari sejarah kesuksesan seorang Nyai Gede Pinatih.
"Tiba-tiba perempuan sekarang hanya pasrah mengurusi dapur. Ini kan tertutup kultur. Kebesaran peran Nyai Gede Pinatih tertutup kultur yang sangat patrilineal," ujarnya.
Maka dia menekankan peringatan Haul hari ini sebenarnya membuka kembali perspektif seorang Nyai Gede Pinatih.
"Marilah para orang tua, kalau punya anak perempuan, doronglah agar sekolah setinggi-tingginya, biar seperti Nyai Gede Pinatih, yang pintar agamanya, solehah duniawi dan ukhrawi," tuturnya.
"Hidup di era abad ke-15, Nyai Ageng Pinatih adalah saudagar kaya yang kemudian mendapat kepercayaan dari Kerajaan Majapahit sebagai Kepala Kesyahbandaran Pelabuhan Gresik untuk menarik pajak kapal-kapal asing yang berlabuh," katanya kepada wartawan di sela menghadiri haul atau peringatan wafatnya Nyai Gede Pinatih ke- 550 di Gresik, Minggu.
Menurut dia, satu hal yang perlu diteladani, Nyai Gede Pinatih adalah seorang santriwati yang sukses menjalani karir sebagai pengusaha.
"Keilmuannya sangat dalam di bidang agama, perekonomian dan keuangan. Sebagai pengusaha, beliau menguasai perdagangan dalam dan luar negeri. Sehingga dipercaya oleh Kerajaan Majapahit untuk memungut bea cukai bagi pedagang-pedagang yang berlabuh di Kesyahbandaran Pelabuhan Gresik," ujarnya.
Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama ini menilai sangat jarang perempuan Indonesia di era sekarang yang ilmu duniawi dan ukhrawinya berjalan beriringan seperti yang dimiliki Nyai Gede Pinatih.
"Beliau dulu nyantrinya ke Sunan Ampel dan Sunan Malik Ibrahim, dua wali besar yang termasuk dalam Wali Songo. Keilmuan agamanya sama kuat dengan ilmu ekonominya," katanya.
Maka, melalui peringatan Haul Nyai Gede Pinatih ke- 550, Khofifah mengingatkan bahwa di abad ke- 15, sudah ada yang merintis emansipasi wanita.
"Kalau melihat hari ini, berarti ada kemunduran dari kalangan santriwati dan perempuan Indonesia pada umumnya. Padahal di abad ke- 15 Nyai Gede Pinatih sudah merintis emansipasi wanita di bidang perdagangan dan keuangan," ucapnya.
Maka mestinya, lanjut dia, hari ini perempuan di Indonesia sudah meraksasa mengelola perdagangan dan keuangan.
Namun kenapa hal itu tidak terjadi, Khofifah menilai ada mata rantai yang terputus dari sejarah kesuksesan seorang Nyai Gede Pinatih.
"Tiba-tiba perempuan sekarang hanya pasrah mengurusi dapur. Ini kan tertutup kultur. Kebesaran peran Nyai Gede Pinatih tertutup kultur yang sangat patrilineal," ujarnya.
Maka dia menekankan peringatan Haul hari ini sebenarnya membuka kembali perspektif seorang Nyai Gede Pinatih.
"Marilah para orang tua, kalau punya anak perempuan, doronglah agar sekolah setinggi-tingginya, biar seperti Nyai Gede Pinatih, yang pintar agamanya, solehah duniawi dan ukhrawi," tuturnya.