Pekanbaru (Antarasumsel.com) - Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas, Benny Dwika Leo Nanda berpendapat kebijakan pemerintah yang menaikan tarif penerbitan STNK dan PPKB dinilai memberatkan kelompok masyarakat kelas menengah.
"Beban berat ini diperparah lagi saat ini daya beli masyarakat menurun terkait adanya pemotongan anggaran APBD bagi provinsi, kabupaten dan kota sehingga berdampak pula terhadap menurunnya aktivitas pembangunan," kata Benny dihubungi dari Pekanbaru, Rabu.
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) naik hingga 100 persen mulai 6 Januari 2017, lantaran Polri sudah 7 tahun tidak pernah melakukan penyesuaian tarif.
Menurut Benny, kini kelompok menengah di Indonesia membentuk cirinya dengan hampir setiap rumah diperkotaan mempunyai mobil, dan hampir setiap orang di dalam rumah tersebut mempunyai sepeda motor.
Namun demikian sebagian besar dari mereka berhutang kepada bank dan lembaga keuangan lainnya. Walaupun demikian cara hidup mereka telah berubah.
"Pada sisi lain Pemerintah juga menghadapi beban besar, beban-beban yang tumbuh sebagai akibat dari utang yang besar. Tidak ada jalan lain untuk memenuhi hal tersebut, pemerintah terpaksa menghapus semua subsidi dan menambah hutang untuk menutupi kebutuhan dan target yang telah dicanangkan sebelumnya," katanya.
Ia memandang bahwa kondisi ini pada akhirnya akan berakibat menghabiskan sumber daya manusia dan sumber daya alam Indonesia.
Sementara itu kelompok menengah masyarakat Indonesia terkejut, akibat beban dan tekanan hidup mereka mendadak bertambah besar misalnya atas kenaikan tarif STNK dan PPKB sementara itu daya beli masyarakat makin menurun
"Kondisi ini akan berlangsung terus menerus, dan tidak dapat ditarik kembali ke masa lampau. Sehingga bisa dipastikan Indonesia akan terperangkap resesi berkelanjutan, dan mungkin saja akan mengalami depresi. Produksi akan menurun, dan pengangguran massal akan terjadi," katanya.
Pemerintah sejatinya memilih yakni menurunkan gaji PNS, dan pejabat negara atau membebani masyarakat dengan memperbesar dan memperbanyak objek pajak bukan memperbesar PNBP.
Pemilik usaha warung nasi di Kota Pekanbaru, Ides (46) mengeluh karena beban keuangannya makin besar, setelah membiayai dua anak yang masih sekolah, ditambah lagi naiknya tarif administrasi STNK dan PPKB.
"Beban kami makin berat, sudah lah daya beli masyarakat menurun, ditambah dengan tarif STNK motor yang masih kami kredit itu juga naik 100 persen. Jika ada kenaikan jangan sampai 100 persen lah. Sebesar Rp25.000 saja kami sanggupi," keluhnya.
Andre (52), pemilik usaha pecel lele dan ayam goreng di Pekanbaru mengeluhkan hal yang sama. Kenaikan tarif STNK dan PPKB sebesar 100 persen cukup memberatkan.
"Beban berat ini diperparah lagi saat ini daya beli masyarakat menurun terkait adanya pemotongan anggaran APBD bagi provinsi, kabupaten dan kota sehingga berdampak pula terhadap menurunnya aktivitas pembangunan," kata Benny dihubungi dari Pekanbaru, Rabu.
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) naik hingga 100 persen mulai 6 Januari 2017, lantaran Polri sudah 7 tahun tidak pernah melakukan penyesuaian tarif.
Menurut Benny, kini kelompok menengah di Indonesia membentuk cirinya dengan hampir setiap rumah diperkotaan mempunyai mobil, dan hampir setiap orang di dalam rumah tersebut mempunyai sepeda motor.
Namun demikian sebagian besar dari mereka berhutang kepada bank dan lembaga keuangan lainnya. Walaupun demikian cara hidup mereka telah berubah.
"Pada sisi lain Pemerintah juga menghadapi beban besar, beban-beban yang tumbuh sebagai akibat dari utang yang besar. Tidak ada jalan lain untuk memenuhi hal tersebut, pemerintah terpaksa menghapus semua subsidi dan menambah hutang untuk menutupi kebutuhan dan target yang telah dicanangkan sebelumnya," katanya.
Ia memandang bahwa kondisi ini pada akhirnya akan berakibat menghabiskan sumber daya manusia dan sumber daya alam Indonesia.
Sementara itu kelompok menengah masyarakat Indonesia terkejut, akibat beban dan tekanan hidup mereka mendadak bertambah besar misalnya atas kenaikan tarif STNK dan PPKB sementara itu daya beli masyarakat makin menurun
"Kondisi ini akan berlangsung terus menerus, dan tidak dapat ditarik kembali ke masa lampau. Sehingga bisa dipastikan Indonesia akan terperangkap resesi berkelanjutan, dan mungkin saja akan mengalami depresi. Produksi akan menurun, dan pengangguran massal akan terjadi," katanya.
Pemerintah sejatinya memilih yakni menurunkan gaji PNS, dan pejabat negara atau membebani masyarakat dengan memperbesar dan memperbanyak objek pajak bukan memperbesar PNBP.
Pemilik usaha warung nasi di Kota Pekanbaru, Ides (46) mengeluh karena beban keuangannya makin besar, setelah membiayai dua anak yang masih sekolah, ditambah lagi naiknya tarif administrasi STNK dan PPKB.
"Beban kami makin berat, sudah lah daya beli masyarakat menurun, ditambah dengan tarif STNK motor yang masih kami kredit itu juga naik 100 persen. Jika ada kenaikan jangan sampai 100 persen lah. Sebesar Rp25.000 saja kami sanggupi," keluhnya.
Andre (52), pemilik usaha pecel lele dan ayam goreng di Pekanbaru mengeluhkan hal yang sama. Kenaikan tarif STNK dan PPKB sebesar 100 persen cukup memberatkan.