Jakarta (Antarasumsel.com) - Pergantian Ketua DPR RI dari Ade Komaruddin ke Setya Novanto berlangsung dengan cepat setelah DPP Partai Golkar mengirimkan surat ke pimpinan parlemen terkait hal tersebut pada pekan lalu.

Setya Novanto bukanlah orang baru di kursi pimpinan DPR RI. Ia terpilih sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019 saat awal masa sidang parlemen setelah penetapan dan pelantikan anggota DPR RI pada 2014.

Ia kemudian mengundurkan diri dari jabatan tersebut pada 2015 saat proses persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait kasus rekaman dugaan permintaan saham PT Freeport.

Partai Golkar saat itu kemudian mengajukan Ade Komarudin, seorang kader veteran di Golkar untuk menduduki posisi yang pernah dijabat seniornya terdahulu seperti Akbar Tandjung dan Agung Laksono.

Ade yang telah bersama Golkar di Parlemen setidaknya selama 20 tahun terakhir dalam sejumlah kesempatan mengatakan bahwa ia ingin mengakhiri karier politiknya dengan manis sebagai Ketua DPR RI hingga 2019.

Namun keputusan partai memberikan arah yang berbeda dengan harapannya, partai menghendaki Setya Novanto kembali ke posisinya semula sebagai Ketua DPR RI.

Meski demikian sejumlah kalangan di partai berlambang beringin itu mengatakan akan mendukung pilihan karier politik Ade Komarudin.

Ketua Koordinator Bidang Kepartaian DPP Partai Golkar Kahar Muzakir mengatakan keinginan Ade akan ditampung dan diperjuangkan DPP Partai Golkar.

Menurut dia, Ade adalah kader terbaik Partai Golkar yang sudah dua puluh tahun menjadi anggota DPR RI.

Proses penggantian Ketua DPR RI juga diwarnai dengan keputusan MKD dalam sidang terkait laporan pelanggaran kode etik yang disangkakan kepada Ade Komarudin.

MKD memberikan sanksi memberhentikan Ade Komaruddin dari jabatan Ketua DPR RI setelah mendapat dua kali sanksi ringan sehingga terakumulasi menjadi sanksi sedang.

"Berdasarkan pasal 21 Kode Etik DPR RI, saudara Ade Komarudin diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPR karena terbukti melakukan satu pelanggaran sedang sebagai akumulasi dari dua pelanggaran ringan," kata Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad, saat membacakan amar putusan.

Menurut Sufmi, keputusan pemberhentian Ade Komaruddin dari jabatan Ketua DPR RI merupakan akumulasi dari dua pelanggaran ringan yang dilakukannya.

Politikus Partai Gerindra ini menjelaskan, kedua pelanggaran ringan tersebut diputuskan dalam rapat pleno MKD pada Rabu (30/11), sehingga diakumulasi menjadi pelanggaran sedang.

Kedua pelanggaran ringan tersebut, pertama, adalah Ade Komaruddiin diputuskan melanggar etika ketika memindahkan kemitraan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapat penyertaan modal negara, dari Komisi VI ke Komisi XI DPR RI.

Berdasarkan nomenklaturnya, Kementerian BUMN serta BUMN adalah mitra kerja Komisi VI DPR RI.

Pelanggaran ringan kedua, Ade divonis melakukan pelanggaran etika ringan dengan tuduhan memperlambat proses pembahasan Rancangan Undang-undang Pertembakauan.

Karena diputuskan melakukan dua pelanggaran ringan, maka MKD menghitung secara akumulatif menjadi pelanggaran sedang.

    
Janji Setya Novanto
Keputusan Setya Novanto menggantikan Ade Komarudin diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI yang dihadiri oleh Fraksi-Fraksi yang ada di Parlemen.

Pengambilan sumpah jabatan terhadap Setya Novanto dilakukan pimpinan harian Mahkamah Agung dalam forum Rapat Paripurna dengan disaksikan pimpinan DPR RI serta para anggota DPR RI yang hadir.

Sebelum dilakukan pengambilan sumpah jabatan, pimpinan rapat paripurna, yakni Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, mengumumkan keputusan rapat pleno MKD.

MKD memutuskan untuk memberikan sanksi kepada Ade Komarudin yakni diberhentikan dari jabatan ketua DPR RI.

Fadli Zon juga mengumumkan berdasarkan surat usulan dari DPP Partai Golkar, pengganti ketua DPR RI adalah Setya Novanto, kemudian ia mempersilakan fraksi-fraksi untuk menyampaikan pandangan dan sikapnya terhadap pemberhentian Ade Komarudin serta penetapan Setya Novanto sebagai ketua DPR RI.

Dari 10 fraksi di DPR RI, masing-masing menyampaikan pandangan dan sikapnya melalui juru bicaranya.

Seluruhnya menyampaikan pandangan, setuju pada pemberhentian Ade Komarudin serta mendukung Setya Novanto kembali menjadi ketua DPR RI.

Setelah dilantik kembali menjadi Ketua DPR RI Setya Novanto mengatakan akan bekerja keras membangun DPR serta membangun kerja sama yang baik dengan Presiden guna memperkuat sistem presidensial.

"Saya mengucapkan terima kasih telah ditunjuk kembali sebagai Ketua DPR RI," katanya.

Menurutnya, DPR RI yang dalam kepemimpinannya akan melaksanakan program-program dalam tiga fungsi DPR secara bersama-sama, baik di bidang legislasi, pengawasan, maupun fungsi anggaran.

Ia juga mengajak seluruh anggota Dewan untuk lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan rakyat Indonesia dari pada kepentingan pribadi dan kelompok.

      
Pemilihan ulang pimpinan DPR
Pergantian Ketua DPR RI kali ini oleh sejumlah kalangan dinilai bisa menjadi pintu gerbang untuk perubahan aturan tentang pimpinan parlemen dan berujung pada pemilihan ulang pimpinan parlemen.

Fraksi PDI Perjuangan menilai pergantian jabatan ketua DPR RI menjadi momentum untuk mengusulkan kembali revisi UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) guna mengembalikan aturan penetapan pimpinan DPR RI secara proporsional.

Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan Aria Bima mengatakan pergantian ketua DPR RI dari Ade Komarudin kembali kepada Setya Novanto menjadi pintu masuk untuk mengusulkan kembali revisi UU MD3 agar kembali pada aturan penetapan pimpinan secara proporsional.

"Komposisi pimpinan DPR RI saat ini tidak mempresentasikan aspirasi rakyat, karena PDI Perjuangan yang meraih suara rakyat terbanyak pada pemilu 2014," katanya.

Aria berharap, DPR RI ke depan dapat membuat aturan soal formasi pimpinan dan jika dimungkinkan, Fraksi PDI Perjuangan yang anggotanya terbanyak mendapatkan porsi di pimpinan.

Sementara itu Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD belum menjadi prioritas karena masih banyak rancangan undang-undang lain yang harus segera diselesaikan.

"Kalau saya menilai (revisi UU MD3) belum menjadi prioritas karena banyak RUU yang harus diselesaikan," katanya.

Sebagai aspirasi, pimpinan DPR akan mengkaji dengan mekanisme yang ada dan prosesnya seperti apa.

Terlepas dari itu semua, ujian paling berat yang dihadapi oleh Setya Novanto dan pimpinan serta anggota DPR RI adalah menjaga kepercayaan yang diberikan konstituen.

Kemampuan untuk memenuhi ekspektasi pemilih melalui proses legislasi yang sesuai target, perencanaan dan pengawasan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan juga keterampilan menyerap aspirasi rakyat menjadi salah satu kunci menjaga kepercayaan pemilih.

Pewarta : Panca Hari Prabowo
Editor : Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024