Jambi (ANTARA Sumsel) - Bencana akibat pengelolaan sumber daya alam secara serampangan di Jambi sangat mengkhawatirkan, bukan saja merusak alam, tapi juga berjatuhan korban jiwa.
Direktur Eksekutif, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI, Rakhmat Hidayat, Rabu, mengatakan selama tahun 2013, ada 34 korban jiwa akibat bencana ekologis.
Menurut dia, 22 orang meninggal dunia akibat korban banjir, sementara lima lainnya disebabkan longsor, dan korban akibat penambangan tanpa izin (peti) sebanyak enam orang.
"Ada juga korban yang meninggal akibat serangan harimau sebanyak satu orang," ujar Rakhmat Hidayat.
Sedangkan korban luka terdapat 15 orang yang terdiri dari korban bentrok konflik lahan enam orang, konflik dengan satwa sembilan orang.
"Tidak hanya korban manusia yang berjatuhan, pengelolaan sumber Daya Alam yang tidak tepat juga menyebabkan bencana ekologis yang terjadi berupa banjir, longsor dan puting beliung," papar Rakhmat Hidayat.
Akibatnya, lanjut Rakhmat, sebanyak 48.121 rumah, ribuan hektare sawah, ribuan areal perkebunan terendam banjir.
Sedangkan sebanyak 1.050 hektare sawah terpaksa gagal panen. Selain itu dampak banjir juga menyebabkan 60 unit sarana pendidikan ikut terendam sehingga sebagian siswanya harus diliburkan.
Rakhmat Hidayat menyatakan, tingginya korban dan kerugian yang disebabkan bencana ekologis ini menandakan bahwa telah terjadi ketidakseimbangan ekologis, yang kemudian memicu perubahan iklim.
Perubahan iklim itulan menimbulkan bencana ekologis dengan dampak yang sangat luas dirasakan oleh masyarakat.
"Ini menandakan ada sesuatu yang tidak beres dalam pengelolaan sumber daya alam di Jambi," kata dia.
Direktur Eksekutif, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI, Rakhmat Hidayat, Rabu, mengatakan selama tahun 2013, ada 34 korban jiwa akibat bencana ekologis.
Menurut dia, 22 orang meninggal dunia akibat korban banjir, sementara lima lainnya disebabkan longsor, dan korban akibat penambangan tanpa izin (peti) sebanyak enam orang.
"Ada juga korban yang meninggal akibat serangan harimau sebanyak satu orang," ujar Rakhmat Hidayat.
Sedangkan korban luka terdapat 15 orang yang terdiri dari korban bentrok konflik lahan enam orang, konflik dengan satwa sembilan orang.
"Tidak hanya korban manusia yang berjatuhan, pengelolaan sumber Daya Alam yang tidak tepat juga menyebabkan bencana ekologis yang terjadi berupa banjir, longsor dan puting beliung," papar Rakhmat Hidayat.
Akibatnya, lanjut Rakhmat, sebanyak 48.121 rumah, ribuan hektare sawah, ribuan areal perkebunan terendam banjir.
Sedangkan sebanyak 1.050 hektare sawah terpaksa gagal panen. Selain itu dampak banjir juga menyebabkan 60 unit sarana pendidikan ikut terendam sehingga sebagian siswanya harus diliburkan.
Rakhmat Hidayat menyatakan, tingginya korban dan kerugian yang disebabkan bencana ekologis ini menandakan bahwa telah terjadi ketidakseimbangan ekologis, yang kemudian memicu perubahan iklim.
Perubahan iklim itulan menimbulkan bencana ekologis dengan dampak yang sangat luas dirasakan oleh masyarakat.
"Ini menandakan ada sesuatu yang tidak beres dalam pengelolaan sumber daya alam di Jambi," kata dia.