Nelson Mandela (95) sering dijuluki sebagai tokoh legendaris kulit hitam internasional, bukan sekadar memerdekakan bangsanya dari sikap rasis kolonial di daratan Afrika, melainkan juga memberi  inspirasi banyak negara tentang persamaan hak antarbangsa yang kemudian menjadi embrio terbentuknya kerja sama negara-negara nonblok.
        
Sejak dia diumumkankan mendekam di rumah sakit beberapa bulan terakhir, liputan media internasional seakan tidak pernah henti mencermati perkembangan tokoh anti-"apartheid" itu, hingga dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 5 Desember 2013 oleh Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma. Kabar kematian yang menggiring banyak negara mengibarkan bendera setengah tiang sebagai penghormatan kepada sosok yang sering di panggil "Mabita" itu.
        
Di mata Indonesia, Nelson Mandela merupakan tokoh penting dalam membantu pengakuan internasional tentang proklamasi kemerdekaan RI  melalui gerakan nonblok, bahkan ketika orang kulit hitam pertama  yang menjadi Presiden Afrika Selatan tersebut dinobatkan jadi kepala negara, Indonesia merupakan negara pertama yang dia kunjungi.
        
Akan tetapi, dalam berkali-kali mengunjungi Indonesia, suatu ketika Mandela tidak mampu menyembunyikan rasa kecewanya pada saat berada di gedung bersejarah Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1994. Mandela sempat menanyakan mengapa foto Bung Karno yang menjadi idolanya tidak terpampang di gedung itu?
 
Bagi Mandela, Soekarno adalah penggagas Konferensi Asia Afrika. "Where is the picture of Soekarno. Every leaders from Asia Africa came to Bandung because Soekarno, where is his picture? (Di mana gambar Soekarno. Seluruh pemimpin di Asia Afrika datang ke Bandung karena Soekarno. Di mana gambarnya?)," tanya Mandela kepada para pejabat Indonesia yang mendampingi kunjungan ke gedung bersejarah itu.
        
Dalam sejarah perjuangannya, Mandela kerap kali dicap sepihak sebagai tokoh teroris dan tokoh komunis. Namun, tidak menyekatnya dalam upaya perjuangannya menghapuskan rasisme dan "apartheid" di negeri yang sering bergejolak itu.
        
Kendati demikian, pengakuan internasional terus berpihak kepadanya yang terbukti telah diberikannya 250 penghargaan internasional, pemegang hadiah Nobel perdamaian dan medali kebebasan dari presiden Amerika Serikat atau hadiah bergengsi berupa "order of Lenin" dari Uni Soviet.
        
Perjalanan hidup Mandela nyaris selalu diwarnai kontroversi, tidak hanya dalam bentuk tekanan dan ancaman, tetapi juga jeruji besi selama 27 tahun pernah dirasakannya demi sepotong perjuangan  keyakinannya yang anti-"apartheid" itu.
        
Tanpa harus berjuang berdarah-darah, Mandela sebenarnya adalah kerabat keluarga raja yang makmur dan sejahtera serta dihormati di Afrika Selatan. Akan tetapi, dari keyakinannya itu, dia dikenal sebagai tokoh pergerakan dengan keluar masuk penjara selama 27 tahun yang dimulai dari penjara Pulau Robben, kemudian dipindah ke penjara Polismoor, dan berakhir di penjara paling buruk, yakni penjara Victor Verster.
         
Akan tetapi, dari balik terali penjara itu, Mandela malah produktif dalam menulis buku, termasuk beberapa catatan penting dan autobiografi yang kemudian menjadi misi dan visinya ketika menjadi Presiden Afrika Selatan. Dari produk berpikirnya itulah kemudian dikenal sebagai strategi penting dalam upaya bernegosiasi dengan presiden F.W. de Klerk saat itu dengan tuntutan tunggal penghapusan "apartheid" dan pelaksanaan pemilu multiras.
         
Mandela telah membuktikan bahwa apa yang diperjuangkannya untuk menghapus rasis dan "apartheid" bukan untuk kekuasaan bagi dirinya pribadi. Ini dia buktikan ketika berakhir masa jabatan sebagai presiden, Mandela dengan sederhana mengucapkan: "Saya tidak bersedia dipilih lagi." Kalimat penuh makna sebagai pemungkas bahwa sang tokoh bukan ambisius mencari takhta.


Pewarta : Oleh: Miskudin Taufik
Editor : Yudi Abdullah
Copyright © ANTARA 2025