Palembang (ANTARA Sumsel) - Sidang Direktur Utama pembangunan Apartemen Orchid Hartono Gunawan selaku terdakwa kasus dugaan penipuan pemberian giro kosong di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis, terpaksa ditunda karena yang bersangkutan sakit.
Majelis Hakim yang diketuai Ali Makki menerima informasi tersebut dari kuasa hukum terdakwa Rusmin Wijaya dan Bregas Andariksa sehingga memutuskan sidang tidak dapat dilanjutkan karena terdakwa pertama (Hartono) sakit dan terdakwa kedua (Fende Petrus Yong Fendi) juga turut tidak hadir.
Berdasarkan kondisi itu, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk memeriksa dan memulihkan kesehatan hingga Selasa (30/7).
Selain itu, mengingatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dahasril mengecek ke rumah sakit karena memiliki kewajiban menghadirkan terdakwa ke persidangan.
"Majelis Hakim meminta jangan sebatas diperiksa dokter umum tapi ke dokter spesialis, agar benar-benar diketahui penyebab dan kebenarannya," ujarnya.
Sementara, JPU mengatakan terdakwa masih dalam pengawasan dokter setelah mengalami pingsan saat sidang pembacaan putusan sela, kemarin (24/7).
"Hasil diagnosa dokter sementara ini, pingsan disebabkan stress atau depresi sehingga detak jantung tidak stabil. Kondisi ini diperparah karena terdakwa tidak makan siang," ujarnya.
Terkait dengan rujukan ke RS Charitas, menurutnya berdasarkan rekomendasi tim dokter di Rumah Tahanan Kelas I Palembang.
"Setelah dibawa ke rumah tahanan kembali pada pukul 19.00 WIB, tim dokter memutuskan untuk dikirim lagi ke RS Charitas karena khawatir," ujarnya.
Berdasarkan kondisi terdakwa itu, JPU telah mengajukan perpanjangan penahanan hingga 30 September 2013.
Sementara, kuasa hukum penggugat Ahmad Marhein mempertanyakan perihal rujukan tim dokter rumah tahanan ke RS Charitas mengingat bukan milik negara.
"Mengapa tidak dirujuk ke RS Polri sehingga yang menetapkan terdakwa benar-benar sakit merupakan dokter yang kompeten. Kami mengingatkan, agar jaksa melakukan pengawasan ekstra karena bisa jadi ini menjadi upaya terdakwa untuk melarikan diri ke luar negeri," katanya.
Keduanya terdakwa sendiri telah mendekam di rumah tahanan sejak 17 Juni 2013 atas laporan pengusaha properti HM Muhdi Abu Bakar, karena menerima pembayaran hutang dalam bentuk giro kosong senilai Rp2,03 miliar.
Pada sidang sebelumnya, JPU menolak nota keberatan kedua terdakwa dan tetap dalam dakwaan yang menyatakan bahwa terdakwa dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang, memberi hutang, atau menghapus hutang piutang para periode November-Desember 2011.
Dalam dakwaan itu dipaparkan aksi terdakwa diawali berkenalan dengan HM Muhdi Abu Bakar selaku Komisaris Utama PT Sukses Bersama Centerpoin, dan mengajak bekerja sama untuk pembangunan Orchid Residence Apartemen di Palembang yang dijanjikan bakal menjadi apartemen mewah pertama di kota itu.
Untuk meyakinkan korban, Hartono Gunawan membeli saham PT Sukses Bersama Centerpoint dan sepenuhnya diambil alih Hartono dan Petrus untuk menjalankannya.
Namun, untuk menjalankan aksinya agar pembangunan Orchid tetap berjalan, kedua tersangka ini meminjam uang kepada HM Muhdi Abu Bakar dengan total Rp2,1 miliar.
Pinjaman kemudian dibayarkan dengan 14 lembar giro Bank BCA dan 10 lembar Bank Mandiri, ternyata setelah dicairkan tidak terdapat dananya.
Berdasarkan perbuatan terdakwa ini maka JPU mengenakan hukuman pidana Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pembangunan Apartemen Orchid menuai masalah karena pengembang mengalami kesulitan dana, sehingga merugikan sekitar 150 orang pembeli yang terlanjur telah menyerahkan uang muka berkisar puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menetapkan pada 18 Maret 2013 agar pengembang mengajukan rencana perdamaian dengan para pembeli berupa penggantian kerugian, mengingat target penyelesaian bangunan pada Desember 2011 tidak tercapai.
Majelis Hakim yang diketuai Ali Makki menerima informasi tersebut dari kuasa hukum terdakwa Rusmin Wijaya dan Bregas Andariksa sehingga memutuskan sidang tidak dapat dilanjutkan karena terdakwa pertama (Hartono) sakit dan terdakwa kedua (Fende Petrus Yong Fendi) juga turut tidak hadir.
Berdasarkan kondisi itu, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk memeriksa dan memulihkan kesehatan hingga Selasa (30/7).
Selain itu, mengingatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dahasril mengecek ke rumah sakit karena memiliki kewajiban menghadirkan terdakwa ke persidangan.
"Majelis Hakim meminta jangan sebatas diperiksa dokter umum tapi ke dokter spesialis, agar benar-benar diketahui penyebab dan kebenarannya," ujarnya.
Sementara, JPU mengatakan terdakwa masih dalam pengawasan dokter setelah mengalami pingsan saat sidang pembacaan putusan sela, kemarin (24/7).
"Hasil diagnosa dokter sementara ini, pingsan disebabkan stress atau depresi sehingga detak jantung tidak stabil. Kondisi ini diperparah karena terdakwa tidak makan siang," ujarnya.
Terkait dengan rujukan ke RS Charitas, menurutnya berdasarkan rekomendasi tim dokter di Rumah Tahanan Kelas I Palembang.
"Setelah dibawa ke rumah tahanan kembali pada pukul 19.00 WIB, tim dokter memutuskan untuk dikirim lagi ke RS Charitas karena khawatir," ujarnya.
Berdasarkan kondisi terdakwa itu, JPU telah mengajukan perpanjangan penahanan hingga 30 September 2013.
Sementara, kuasa hukum penggugat Ahmad Marhein mempertanyakan perihal rujukan tim dokter rumah tahanan ke RS Charitas mengingat bukan milik negara.
"Mengapa tidak dirujuk ke RS Polri sehingga yang menetapkan terdakwa benar-benar sakit merupakan dokter yang kompeten. Kami mengingatkan, agar jaksa melakukan pengawasan ekstra karena bisa jadi ini menjadi upaya terdakwa untuk melarikan diri ke luar negeri," katanya.
Keduanya terdakwa sendiri telah mendekam di rumah tahanan sejak 17 Juni 2013 atas laporan pengusaha properti HM Muhdi Abu Bakar, karena menerima pembayaran hutang dalam bentuk giro kosong senilai Rp2,03 miliar.
Pada sidang sebelumnya, JPU menolak nota keberatan kedua terdakwa dan tetap dalam dakwaan yang menyatakan bahwa terdakwa dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang, memberi hutang, atau menghapus hutang piutang para periode November-Desember 2011.
Dalam dakwaan itu dipaparkan aksi terdakwa diawali berkenalan dengan HM Muhdi Abu Bakar selaku Komisaris Utama PT Sukses Bersama Centerpoin, dan mengajak bekerja sama untuk pembangunan Orchid Residence Apartemen di Palembang yang dijanjikan bakal menjadi apartemen mewah pertama di kota itu.
Untuk meyakinkan korban, Hartono Gunawan membeli saham PT Sukses Bersama Centerpoint dan sepenuhnya diambil alih Hartono dan Petrus untuk menjalankannya.
Namun, untuk menjalankan aksinya agar pembangunan Orchid tetap berjalan, kedua tersangka ini meminjam uang kepada HM Muhdi Abu Bakar dengan total Rp2,1 miliar.
Pinjaman kemudian dibayarkan dengan 14 lembar giro Bank BCA dan 10 lembar Bank Mandiri, ternyata setelah dicairkan tidak terdapat dananya.
Berdasarkan perbuatan terdakwa ini maka JPU mengenakan hukuman pidana Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pembangunan Apartemen Orchid menuai masalah karena pengembang mengalami kesulitan dana, sehingga merugikan sekitar 150 orang pembeli yang terlanjur telah menyerahkan uang muka berkisar puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menetapkan pada 18 Maret 2013 agar pengembang mengajukan rencana perdamaian dengan para pembeli berupa penggantian kerugian, mengingat target penyelesaian bangunan pada Desember 2011 tidak tercapai.