Palembang (ANTARA Sumsel) - Jaksa Penuntut Umum menolak nota keberatan Direktur Apartemen Orchid Hartono Gunawan dan Fende Petrus Yong Fendi, selaku terdakwa penipuan pemberian giro kosong kepada pengusaha properti HM Muhdi Abu Bakar.
Pernyataan penolakan itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dahasril dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Ali Makki pada sidang dengan agenda jawaban terhadap nota keberatan terdakwa, terkait dakwaan di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis.
Menurut JPU terdapat tiga hal yang menjadi keberatan terdakwa seperti disampaikan kuasa hukum pada sidang sebelumnya, yakni surat dakwaan tidak memenuhi syarat materil, surat dakwaan bertentangan dengan dakwaan Pasal 143 ayat (2) jo Pasal 143 ayat (3) KUHP, dan surat dakwaan bertentangan dengan asas kecermatan dan ketelitian serta kejelasan.
"Dakwaan telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindakan pidana yang didakwakan karena secara kronologis telah dijelaskan mengenai kapan dan dimana perbuatan itu dilakukan, serta bagaimana caranya," kata JPU.
Berdasarkan hal itu, JPU meminta kepada Majelis Hakim untuk melanjutkan sidang pada tahapan berikutnya.
Sementara, berdasarkan tanggapan JPU terhadap nota keberatan terdakwa itu, Majelis Hakim akan melanjutkan sidang pada Kamis (25/7) dengan agenda putusan sela.
Sebelumnya, kuasa hukum terdakwa, Rusmin Wijaya dan Bregas Andariksa menyatakan keberatan karena JPU tidak menjelaskan bahwa giro yang dikeluarkan dan ditandatangani itu justru dikuasai pelapor dan saksi atas nama Michael, karena setelah memutuskan keluar dari jajaran komisaris tidak mengembalikan kepemilikan atas buku cek.
Keduanya terdakwa telah mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Palembang sejak 17 Juni 2013 atas laporan pengusaha properti HM Muhdi Abu Bakar, karena menerima pembayaran hutang dalam bentuk giro kosong senilai Rp2,03 miliar
Pada sidang perdana, Kamis (11/7), Jaksa Penuntut Umum Dahasril membacakan dakwaan menyatakan bahwa terdakwa dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang, memberi hutang, atau menghapus hutang piutang para periode November-Desember 2011.
Dalam dakwaan itu dipaparkan aksi terdakwa diawali berkenalan dengan HM Muhdi Abu Bakar selaku Komisaris Utama PT Sukses Bersama Centerpoin, dan mengajak bekerja sama untuk pembangunan Orchid Residence Apartemen di Palembang yang dijanjikan bakal menjadi apartemen mewah pertama di kota itu.
Untuk meyakinkan korban, Hartono Gunawan membeli saham PT Sukses Bersama Centerpoint dan sepenuhnya diambil alih Hartono dan Petrus untuk menjalankannya.
Namun, untuk menjalankan aksinya agar pembangunan Orchid tetap berjalan, kedua tersangka ini meminjam uang kepada HM Muhdi Abu Bakar dengan total Rp2,1 miliar.
Pinjaman kemudian dibayarkan dengan 14 lembar giro Bank BCA dan 10 lembar Bank Mandiri, ternyata setelah dicairkan tidak terdapat dananya.
Berdasarkan perbuatan terdakwa ini maka JPU mengenakan hukuman pidana Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pembangunan Apartemen Orchid menuai masalah karena pengembang mengalami kesulitan dana, sehingga merugikan sekitar 150 orang pembeli yang terlanjur telah menyerahkan uang muka berkisar puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menetapkan pada 18 Maret 2013 agar pengembang mengajukan rencana perdamaian dengan para pembeli berupa penggantian kerugian, mengingat target penyelesaian bangunan pada Desember 2011 tidak tercapai.
Pernyataan penolakan itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dahasril dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Ali Makki pada sidang dengan agenda jawaban terhadap nota keberatan terdakwa, terkait dakwaan di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis.
Menurut JPU terdapat tiga hal yang menjadi keberatan terdakwa seperti disampaikan kuasa hukum pada sidang sebelumnya, yakni surat dakwaan tidak memenuhi syarat materil, surat dakwaan bertentangan dengan dakwaan Pasal 143 ayat (2) jo Pasal 143 ayat (3) KUHP, dan surat dakwaan bertentangan dengan asas kecermatan dan ketelitian serta kejelasan.
"Dakwaan telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindakan pidana yang didakwakan karena secara kronologis telah dijelaskan mengenai kapan dan dimana perbuatan itu dilakukan, serta bagaimana caranya," kata JPU.
Berdasarkan hal itu, JPU meminta kepada Majelis Hakim untuk melanjutkan sidang pada tahapan berikutnya.
Sementara, berdasarkan tanggapan JPU terhadap nota keberatan terdakwa itu, Majelis Hakim akan melanjutkan sidang pada Kamis (25/7) dengan agenda putusan sela.
Sebelumnya, kuasa hukum terdakwa, Rusmin Wijaya dan Bregas Andariksa menyatakan keberatan karena JPU tidak menjelaskan bahwa giro yang dikeluarkan dan ditandatangani itu justru dikuasai pelapor dan saksi atas nama Michael, karena setelah memutuskan keluar dari jajaran komisaris tidak mengembalikan kepemilikan atas buku cek.
Keduanya terdakwa telah mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Palembang sejak 17 Juni 2013 atas laporan pengusaha properti HM Muhdi Abu Bakar, karena menerima pembayaran hutang dalam bentuk giro kosong senilai Rp2,03 miliar
Pada sidang perdana, Kamis (11/7), Jaksa Penuntut Umum Dahasril membacakan dakwaan menyatakan bahwa terdakwa dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang, memberi hutang, atau menghapus hutang piutang para periode November-Desember 2011.
Dalam dakwaan itu dipaparkan aksi terdakwa diawali berkenalan dengan HM Muhdi Abu Bakar selaku Komisaris Utama PT Sukses Bersama Centerpoin, dan mengajak bekerja sama untuk pembangunan Orchid Residence Apartemen di Palembang yang dijanjikan bakal menjadi apartemen mewah pertama di kota itu.
Untuk meyakinkan korban, Hartono Gunawan membeli saham PT Sukses Bersama Centerpoint dan sepenuhnya diambil alih Hartono dan Petrus untuk menjalankannya.
Namun, untuk menjalankan aksinya agar pembangunan Orchid tetap berjalan, kedua tersangka ini meminjam uang kepada HM Muhdi Abu Bakar dengan total Rp2,1 miliar.
Pinjaman kemudian dibayarkan dengan 14 lembar giro Bank BCA dan 10 lembar Bank Mandiri, ternyata setelah dicairkan tidak terdapat dananya.
Berdasarkan perbuatan terdakwa ini maka JPU mengenakan hukuman pidana Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pembangunan Apartemen Orchid menuai masalah karena pengembang mengalami kesulitan dana, sehingga merugikan sekitar 150 orang pembeli yang terlanjur telah menyerahkan uang muka berkisar puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menetapkan pada 18 Maret 2013 agar pengembang mengajukan rencana perdamaian dengan para pembeli berupa penggantian kerugian, mengingat target penyelesaian bangunan pada Desember 2011 tidak tercapai.